Swasembada Energi dan Kendaraan Listrik
Ilustrasi mobil listrik.(SHUTTERSTOCK/BIGPIXEL PHOTO)
17:12
6 April 2025

Swasembada Energi dan Kendaraan Listrik

TERBONGKARNYA kasus dugaan oplosan BBM jenis Pertamax menggunakan Pertalite yang merugikan negara ratusan triliun rupiah dan menyeret orang-orang kuat di Pertamina Patraniaga, mestinya menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk berpikir serius bagaimana jalan menuju swasembada energi seperti yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto.

Apabila Indonesia terus-menerus mengimpor minyak mentah, bukan tak mungkin korupsi di sektor migas sulit diberantas dan swasembada energi menjadi utopia.

Secara alamiah produksi Migas di Tanah Air terus mengalami penurunan. Pada 1970 sampai 2000-an awal, Indonesia memang kaya Migas. Produksi minyak dari seluruh Kontrak Kerjasama Migas (KKKS) mengalami kenaikan.

Pada era itu, produksi Migas nasional di angka 1,6 juta barel oil per day (BOPD). Jumlah penduduk Indonesia juga belum sebanyak sekarang mencapai angka 260 juta jiwa.

Sementara lapangan-lapangan Migas potensial, seperti Blok Rokan (Riau/Chevron Pacific), Blok Mahakam (Total E&P sekarang ke Pertamina) dan Blok Cepu (Exxon Mobil dan Pertamina) mampu memproduksi minyak di atas 200.000 BOPD.

Produksi migas yang tinggi ditambah konsumsi rendah menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor Migas terbesar di Asia.

Namun, seiring berjalan waktu, ketika lapangan-lapangan Migas terus dieksplorasi, produksi Migas mengalami penurunan tajam. Lapangan-lapangan Migas baru yang potensial sulit ditemukan kembali seperti jaman dulu.

Dulu Chevron Pacific Indonesia menemukan lapangan Migas potensial di Blok Rokan (Riau) dengan produksi Migas di atas 200.000 barel oil per day (BOPD).

Sekarang produksi Blok Rokan terus turun di angka 150.000 BOPD. Blok Mahakam juga mengalami penurunan dan tak bisa lagi diandalkan untuk menaikan produksi Migas nasional.

Sekarang, produksi Migas benar-benar bertumpu pada lapangan-lapangan Migas Pertamina, seperti Blok Madura Offshore ataupun Blok Cepu yang dikelola Pertamina dan Exxon Mobil dengan angka produksi di atas 160.000 BOPD.

Produksi Migas nasional mulai 2010 mengalami penurunan di bawah 1.000.000 BOPD dan tahun ini sudah turun jauh diangka 590.000 BOPD.

Memang masih ada yang potensial, seperti di Blok East Natuna. Namun, setelah Exxon Mobil keluar dari blok itu karena alasan kandungan CO2 tinggi dan butuh biaya besar untuk memisahkan CO2, Pertamina tertatih-tatih mencari mitra masuk ke Blok East Natuna.

Jika lapangan-lapangan Migas baru tak ditemukan, produksi Migas nasional tentu terus menurun dan defisit neraca perdagangan terus melebar, berakibat langsung pada pembangunan nasional.

Pertamina sebagai perusahaan negara tentu tak bisa hanya bersandar pada produksi dan penjualan Migas untuk mendongkrak pendapatannya. Pertamina perlu melakukan diversifikasi bisnis jika ingin bersaing dengan kompetitornya.

Pertamina sudah memiliki Pertamina Geotermal Energi (PGEO) untuk transisi energi dan mendorong pemboran geothermal (panas bumi) untuk mengurangi penggunaan BBM pada sektor kelistrikan.

Pertamina juga ikut mendorong percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Itu dilakukan untuk mengurangi penggunaan energi fosil.

Kendaraan listrik

Kebijakan kendaraan listrik sangat penting untuk menggeser kendaraan berbasis fosil. Indonesia adalah salah satu pasar otomotif terbesar di Asia.

Selama bertahun-tahun, mayoritas kendaraan Indonesia menggunakan energi fosil (BBM). Padahal, sejak tahun 2004, cadangan minyak kita terus menurun dari 1 juta barel per hari menjadi hanya 600.000 barel per hari tahun 2024.

Kemampuan produksi BBM di kilang milik Pertamina (Persero) juga hanya mencapai 800.000 barel per hari.

Dengan jumlah penduduk 260 juta jiwa dan mekarnya industri nasional, konsumsi domestik mencapai 1,5 juta barel per hari dan bisa terus meningkat ke depan seiring pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dan pertumbuhan ekonomi yang besar pula.

Maka, untuk mendorong swasembada energi, diversifikasi energi, seperti mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik mutlak dilakukan.

Sejak tahun 2020, pemerintah terus mendorong pengembangan dan pemakaian kendaraan listrik untuk mengurangi kendaraan berbasis fosil.

Di kantor-kantor pemerintahan dan lingkungan BUMN diinstruksikan menggunakan kendaraan listrik. Begitupun transportasi publik, seperti Trans Jakarta, sudah mulai menggunakan kendaraan listrik.

Itu diikuti aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kendaraan listrik. Pada April 2022, pemerintah menandatangani Peraturan Presiden untuk pengembangan kendaraan listrik (mobil listrik) dan pasar mobil listrik di Tanah Air.

Setelah aturan itu dikeluarkan, pada Maret tahun 2023, pemerintah membuat program sumbangan tujuh juta rupiah untuk motor listrik baru dan motor konversi yang memiliki TKDN 40 persen.

Bantuan ditujukan kepada siapapun warga negara yang ingin melakukan konversi dari motor berbasis fosil menuju motor berbasis baterai. Tujuannya mengurangi penggunaan BBM untuk motor menjadi motor listrik dari baterai.

Bukan hanya motor, pemerintah juga memberikan insentif bagi kendaraan roda empat atau mobil berupa pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10 persen dari yang seharusnya 11 persen untuk kendaraan mobil listrik pribadi dan kendaraan listrik umum, seperti bus.

Dengan pemotongan itu, masyarakat pengguna mobil listrik hanya membayar PPn sebesar 1 persen. Apabila masyarakat ingin membeli mobil listrik seharga Rp 800 juta, maka ia hanya perlu membayar PPn sebesar Rp 8 juta dari yang harusnya Rp 88 juta.

Sementara untuk bus listrik, pemerintah memberikan insentif PPn sebesar 5 persen dari harga jual.

Semua itu dilakukan pemerintah agar masyarakat mau beralih dari kendaraan berbasis fosil menuju kendaraan listrik.

Insentif itu berbuah manis. Per november 2024, jumlah kendaraan listrik di Indonesia sudah mencapai 195.084 unit atau meningkat hampir 80.000 unit dalam 11 bulan terakhir.

Padahal, sebelumnya masyarakat sulit beralih ke kendaraan listrik dengan alasan membeli motor dan mobil listrik sangat mahal dan masih nyaman menggunakan kendaraan berbasis fosil.

Perusahaan listrik Negara (PLN) yang bertugas menyediakan layanan untuk kendaraan listrik, seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Home Charging sangat siap membantu masyarakat.

PLN telah mengembangkan platform digital untuk mengintegrasikan layanan kendaraan listrik. Ini sudah dilakukan dengan baik oleh PLN.

Di Jakarta misalnya, kita sudah melihat charging station kendaraan listrik yang ditempatkan hampir di setiap Alfamart dan minimarket yang mempermudah pemilik kendaraan melakukan charging baterai.

Berdasarkan data PLN (2024), tercatat sudah tersedia 1.582 SPKLU, 2.182 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), 9.956 Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), dan 14.524 Home Charging yang digunakan untuk pengisian daya kendaraan listrik. Ini adalah upaya mendukung akselerasi ekosistem kendaraan listrik.

Dari segi cadangan, Indonesia memiliki Sumber Daya Alam (SDA) melimpah untuk mendukung kebijakan kendaraan listrik. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar kendaraan listrik di Indonesia sukses.

Sejak tahun 2020, pemerintah melalui kementerian BUMN telah membentuk perusahaan patungan, Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk mengembangkan pabrik baterai kendaraan listrik.

IBC adalah perusahaan patungan antara Pertamina (Persero), PLN (Persero), MIND ID dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). ANTM dipilih karena memiliki konsensi nikel terbesar di Tanah Air.

Bahan baku pembuatan ekosistem mobil listrik, seperti nikel, tembaga, mangan, lithium dan cobalt melimpah di Indonesia. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia atau sekitar 27 persen dari cadangan nikel dunia.

Dengan melimpahnya cadangan sumber daya alam mineral tersebut, sangatlah masuk akal jika Indonesia terus mendorong pengembangan kendaraan listrik.

Revolusi kendaraan listrik global juga berkah bagi produsen-produsen tambang di Tanah Air. Karena tembaga, nikel, timah, cobalt dan mangan adalah komponen penting untuk pembangunan baterai kendaraan listrik.

Untuk pembangunan baterai kendaraan listrik, mineral penting yang dibutuhkan seperti aluminium (18.9 persen), nikel (15,7 persen), tembaga (10,8 persen), baja (10,8 persen), mangan (5,4 persen), cobalt (4,3 persen) dan lithium (3,2 persen).

Pengembangan kendaraan listrik di Tanah Air adalah berkah bagi perusahaan-perusahaan tambang yang telah melakukan pengembangan hilirisasi mineral atau pembangunan pabrik smelter.

ANTM misalnya, telah sukses membangun pabrik smelter berkapasitas 27.000 metrik ton di Kolaka, Sulawesi Tenggara sejak tahun 1973 dan sukses membangun pabrik smelter di Halamhera Timur berkapasitas 13.000 matrik ton tahun 2023.

Selain itu, PT Vale Indosia juga gencar membangun pabrik smelter berkapasitas di atas 1 juta ton per tahun di Sorowako (Sulawesi Selatan) dan Bahodopi (Sulawesi Tengah).

Produsen-produsen tembaga besar, seperti PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Tbk (AMMAN) juga telah sukses membangun pabrik smelter tembaga terbesar di dunia.

Freeport telah membangun pabrik smelter tembaga dengan kapasitas 1,7 juta ton konsentrat per tahun dan dana investasi senilai 4 miliar dollar AS.

Smelter ini dibangun di Manyar, Jawa Timur dan merupakan pabrik smelter tembaga dengan desain single line terbesar di dunia.

Sementara Amman telah membangun pabrik smelter tembaga berkapasitas 900.000 matrik ton per tahun di Sumbawa Barat, NTB.

Dua produsen tembaga ini termasuk terbesar. Mereka sudah berkomitmen membangun pabrik tembaga. Sudah banyak perusahaan-perusahaan tambang yang telah membangun pabrik smelter domestik.

Namun, mereka masih ragu dengan penyerapan hasil olahan nikel, tembaga atau mangan mereka setelah membangun pabrik smelter.

Siapa yang akan menyerap dan apakah ada perusahaan domestik yang siap membeli produk olahan di smelter tembaga atau nikel?

Pengembangan IBC oleh pemerintah adalah salah satu ide besar untuk menyerap hasil olahan pabrik smelter tembaga, nikel atau cobalt.

Karena IBC membutuhkan nikel, tembaga, mangan dan cobalt untuk pengembangan baterai untuk ekosistem kendaraan listrik.

Hanya memang IBC sekarang sedang menunggu mitra bisnis untuk memulai investasi senilai 15 miliar dollar AS untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik.

Jika pengembangan pabrik baterai kendaraan listrik bisa teralisasi, hasil olahan tambang dari produsen-produsen tembaga, nikel, cobalt dan mangan akan terserap pasar domestik.

Keuntungan kendaraan listrik

Diversifikasi energi perlu dilakukan. Dengan diversifikasi, penggunaan BBM di sektor transportasi, baik pribadi maupun umum segera dikurangi dan perlu beralih ke kendaraan listrik yang hemat dan rendah emisi.

Pemerintah perlu melakukan sosilisasi terus-menerus agar masyarakat segera beralih ke kendaraan listrik. Selain itu, pemerintah perlu terus memberikan kebijakan-kebijakan inovatif yang membuat masyarakat segera beralih ke kendaraan listrik.

Kendaraan listrik itu lebih hemat. PLN, misalnya, pernah membuat simulasi bagaimana hematnya menggunakan kendaraan listrik.

Asumsinya jarak tempuh rata-rata mobil mencapai 1.250 kilometer (km) per bulan. Jika menggunakan BBM, 1 liter akan habis dalam jarak tempuh 10 km menggunakan mobil.

Dengan begitu, untuk jarak tempuh 1.250 km membutuhkan BBM sebesar 125 liter per bulan atau jika dirupiahkan menjadi Rp 1.875. 000 per bulan dengan harga satu liter bensin Rp 15.000.

Pengeluaran bulanan itu bisa dihemat dengan penggunaan mobil listrik. Setiap daya 1 Kilowatt-hour (KWh) bisa dipakai untuk menempuh jarak 6,6 kilometer.

Dengan begitu, rata-rata kebutuhan daya listrik per bulan sekitar 187,69 KWh dengan jarak tempuh yang sama 1.250 km.

Tarif listrik diSPKLU sebesar Rp 2.467 per KWh. Dengan tarif itu, maka pengeluaran membeli daya listrik untuk kendaraan per bulan sekitar Rp 464.720.

Jadi, sangat jelas perbandingannya, kendaraan listrik lebih hemat daripada kendaraan berbasi fosil.

Kendaraan listrik juga rendah karbon dan tak membuat polusi udara. Hal ini sangatlah penting di tengah kampanye transisi energi dalam rangka mengurangi emisi karbon dan menjaga perubahan iklim global.

Tag:  #swasembada #energi #kendaraan #listrik

KOMENTAR