DPR Bakal Panggil Bahlil Lagi untuk Bahas Elpiji 3 Kg
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, pihaknya akan kembali memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam waktu dekat.
Menurut Sugeng, selain membahas evaluasi soal kebijakan elpiji 3 kilogram (kg) Komisi XII juga akan menanyakan sejumlah kebijakan lain di bidang energi kepada Bahlil.
"Ya akan kita agendakan segera (Bahlil kembali dipanggil) Kenapa? ini menyangkut banyak aspek. Memang di bidang energi, tata kelola pertambangan dan kita akan segera panggil apakah tata kelola tadi misalnya tentang gas sudah tuntas atau belum," ujar Sugeng dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Harga elpiji 3 kg bervariasi di berbagai tempat, baik di pangkalan resmi maupun pengecer.
"Wajib hukumnya bagi kami Komisi XII sebagai wakil rakyat apapun problem-problem di masyarakat akan segera diselesaikan," tegasnya.
Sugeng menyampaikan, komisinya juga akan menanyakan persoalan tambang ilegal kepada Bahlil.
Ia menilai keberadaan tambang ilegal berpengaruh kepada pemasukan negara.
"Supaya jelas pendapatan negara keadilan bagi masyarakat, utamanya di sekitar pertambangan, dan misalnya jaminan reklamasi harus dilaksanakan dengan baik. Karena apa? ESG, environment, social and government. Saya kira itu hukum-hukum di dunia pertambangan dan industri hari ini yang harus dilaksanakan dengan baik," tuturnya.
Adapun sebelumnya, Komisi XII DPR RI telah memanggil Bahlil pada Senin (3/2/2025) kemarin.
Pemanggilan itu pun membahas persoalan penyaluran elpiji 3 kg usai kebijakan pengecer tidak boleh menjual elpiji 3 kg.
Cara cek lokasi pangkalan elpiji 3 kg terdekat. Pemilik Warung Kini Bisa Jual Elpiji 3 Kg, Begini Mekanismenya
Kebijakan terburu-buru
Dalam penjelasannya, Sugeng menyampaikan sebenarnya kebijakan pengecer tidak boleh menjual elpiji 3 kg punya tujuan baik, yakni agar subsidi bisa lebih tepat sasaran dan efektif.
Hanya saja, larangan yang ditetapkan Kementerian ESDM itu menurut Sugeng begitu mendadak.
"Itu kebijakan yang diambil dengan sangat mendadak, tidak melalui excercise lapangan, tidak melalui uji coba lapangan, tiba-tiba mata rantai itu dipotong di paling ujung, yakni pengecer," ungkapnya.
"Di mana kita mengandaikan orang mau beli beras yang biasanya ada di warung, harus beli berhenti, yaitu di tingkat pangkalan. Sedangkan kita tahu pangkalan itu adanya di mana? Ada di kecamatan-kecamatan. Maka pengecer itu adalah mata rantai dari distribusi," paparnya.
Karena kebijakan yang mendadak, maka terjadilah kekacauan sehingga masyarakat yang membutuhkan elpiji 3 kg itu lantas menyerbu pangkalan.
Di sisi lain, kemampuan pangkalan dalam konteks melayani tidak sempurna, karena ramainya permintaan sehingga terjadi panic buying.
"Sehingga kesannya adalah elpiji 3 kg kilogram hilang di pasaran. Sedangkan secara volume sebetulnya tetap. Tetapi sekali lagi mekanisme yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM secara mendadak itulah yang mengakibatkan panic buying," ungkap Sugeng.
"Dan akhirnya dikoreksi kebijakan itu, atas perintah Presiden, maka tetap dibuka, mata rantai terakhir itu, pengecer, hanya diformalkan fungsinya menjadi sub-pangkalan, di mana di-analogi dan diidentifikasi bahwa barang subsidi ini harus sampai by name, by address," tambahnya.