Ada Kajian Efisiensi Subsidi Transportasi, Tarif MRT dan LRT Jakarta Naik?
Ilustrasi MRT Jakarta.(Wikimedia Commons)
11:14
11 Oktober 2025

Ada Kajian Efisiensi Subsidi Transportasi, Tarif MRT dan LRT Jakarta Naik?

— Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah melakukan kajian efisiensi subsidi transportasi akibat berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat.

Meski begitu, tarif Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Rel Terpadu (LRT) tidak akan mengalami kenaikan.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menegaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan hasil kajian terhadap willingness to pay (kesediaan membayar) dan ability to pay (kemampuan membayar) masyarakat.

Hasil kajian menunjukkan bahwa tarif yang berlaku saat ini masih sesuai dengan kemampuan ekonomi warga Jakarta.

“Saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik. Kajian menunjukkan tarif saat ini masih dalam batas kemampuan membayar masyarakat,” ujar Syafrin dilansir dari Antara, Jumat (10/10/2025).

Subsidi masih dalam skema aman

Syafrin menjelaskan bahwa dari sisi keekonomian, tarif MRT seharusnya mencapai sekitar Rp 13.000 per perjalanan.

Namun, pengguna hanya membayar Rp7.000, sehingga terdapat subsidi rata-rata Rp 6.000 per penumpang pada 2024.

Angka tersebut, menurutnya, masih sesuai dengan skema subsidi transportasi yang telah ditetapkan pemerintah daerah.

Ilustrasi LRT (Light Rail Transit) atau Lintas Rail Terpadu Jabodebek (Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi).

DOK. SHUTTERSTOCK Ilustrasi LRT (Light Rail Transit) atau Lintas Rail Terpadu Jabodebek (Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi).

Sementara itu, untuk Transjakarta, tarifnya masih bertahan di angka Rp3.500 sejak tahun 2005.

Padahal, selama dua dekade terakhir, Upah Minimum Provinsi (UMP) meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.

“Cost recovery Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Artinya biaya operasional yang bisa ditutup dari tarif penumpang makin kecil,” jelas Syafrin.

Menurutnya, penyesuaian tarif Transjakarta perlu dikaji untuk menjaga keberlanjutan layanan, namun angka pastinya masih dalam proses pembahasan.

Selisih besar sitanggung subsidi PSO

Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, menambahkan bahwa nilai keekonomian untuk perjalanan Bundaran HI—Lebak Bulus sebenarnya mencapai Rp 32.000 per penumpang.

Namun tarif yang dibayarkan hanya Rp 14.000, sehingga selisih Rp 18.000 ditanggung pemerintah melalui Public Service Obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.

“Agar perusahaan tetap berkelanjutan, kami mengembangkan pendapatan dari sektor non-farebox,” ujarnya.

Pendapatan non-farebox ini meliputi kerja sama penamaan stasiun (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta pengembangan aktivitas digital dan media.

Strategi ini menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan operasional tanpa menaikkan tarif penumpang.

Kajian efisiensi tanpa kenaikan tarif

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyampaikan bahwa pemerintah provinsi tengah mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum sebagai bagian dari langkah efisiensi anggaran, menyusul penurunan dana transfer dari pusat.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa kajian tersebut tidak otomatis akan menaikkan tarif transportasi umum.

“Subsidi transportasi kita besar sekali, tapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan. Ini hanya contoh,” kata Pramono pada Senin (6/10/2025).

Ia menambahkan, besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai sekitar Rp 15.000 per orang, sehingga perlu dievaluasi agar tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan akses publik terhadap layanan transportasi yang terjangkau.

Pemangkasan dana transfer ke daerah, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), berdampak signifikan terhadap proyeksi APBD DKI Jakarta 2025.

Nilai anggaran yang semula diperkirakan sebesar Rp 95,35 triliun, kini turun menjadi Rp 79,03 triliun.

Tag:  #kajian #efisiensi #subsidi #transportasi #tarif #jakarta #naik

KOMENTAR