Sinyal Mahkamah Agung AS Enggan Selamatkan TikTok
Logo TikTok dan bendera Amerika.(AFP/STEFANI REYNOLDS)
10:21
16 Januari 2025

Sinyal Mahkamah Agung AS Enggan Selamatkan TikTok

- Jelang tenggat pemblokiran TikTok di Amerika Serikat pada Minggu (19/1/2025) waktu setempet, Mahkamah Agung telah menggelar sidang dengar pendapat untuk kasus yang disebut "TikTok vs. Garland" ini.

Kasus ini menantang undang-undang federal yang secara efektif melarang TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di China, kecuali jika perusahaan tersebut dijual ke entitas non-China.

Namun di akhir sesi dengar pendapat tersebut, para hakim Mahkamah Agung AS nampaknya cenderung untuk menegakkan larangan tersebut. Peluang TikTok untuk menggugat UU larangan operasional di AS nampaknya akan berujung buntu.

Tim hukum TikTok berargumen bahwa larangan tersebut melanggar hak-hak Amandemen Pertama warga Amerika Serikat dengan menutup platform yang digunakan oleh jutaan orang.

“Pemerintah tidak dapat menutup forum untuk kebebasan berekspresi hanya karena tidak menyukai siapa yang memilikinya,” kata Noel Francisco, pengacara TikTok.

Namun, para hakim tampak tidak yakin, dengan dalil masalah keamanan nasional dan aturan larangan pemerintah AS yang sudah berlaku lama terhadap kepemilikan asing atas infrastruktur komunikasi utama.

Hakim Agung John Roberts mengatakan, “Kongres tidak mengkhawatirkan konten (di TikTok); mereka mengkhawatirkan apa yang dilakukan oleh musuh asing.”

Hakim Brett Kavanaugh menekankan “tradisi panjang” yang melarang kontrol asing atas komunikasi AS, dengan merujuk pada preseden seperti Undang-Undang Radio tahun 1912.

Sementara Jaksa Agung Elizabeth Prelogar juga membela undang-undang tersebut, dengan menegaskan bahwa undang-undang tersebut sejalan dengan kepentingan keamanan nasional.

“Ini adalah tentang mencegah pemerintah China mengumpulkan data jutaan orang Amerika dan memanipulasi apa yang mereka lihat,” kata Prelogar.

Dia juga meyakinkan Pengadilan bahwa TikTok dapat melanjutkan operasinya di AS jika ByteDance menjual platform tersebut kepada entitas yang patuh, dengan menyatakan, “Ini bukan penutupan permanen.”

Para hakim sebagian besar mengisyaratkan persetujuan dengan posisi pemerintah. Hakim Neil Gorsuch mengatakan, “Sulit untuk melihat bagaimana Amandemen Pertama melindungi perusahaan yang dikendalikan oleh musuh asing untuk mematuhi undang-undang keamanan nasional.”

Hakim Samuel Alito menggemakan sentimen ini, dengan menyatakan bahwa, “Risiko keamanan nasional di sini tampaknya cukup kuat untuk membenarkan pemberlakuan undang-undang tersebut.”

Logo TikTok (kiri) dan foto Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) saat tiba di Pengadilan Pidana Manhattan, 27 Desember 2024.AFP/ANTONIN UTZ & SETH WENIG Logo TikTok (kiri) dan foto Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) saat tiba di Pengadilan Pidana Manhattan, 27 Desember 2024.

Hakim Ketanji Brown Jackson mendukung sikap pemerintah, dengan mempertanyakan apakah hubungan TikTok dengan ByteDance berbeda secara signifikan dengan hubungan dengan musuh-musuh asing.

“Jika kita bisa melarang orang Amerika untuk bergaul dengan organisasi teroris, mengapa tidak dengan perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah yang memusuhi kita?” tanyanya.

Para analis hukum memperkirakan keputusan pengadilan akan fokus pada tingkat pengawasan yudisial yang diterapkan, dengan keamanan nasional yang akan diutamakan.

TikTok menghadapi tenggat waktu 19 Januari untuk mematuhi hukum. Jika larangan tersebut ditegakkan, aplikasi ini dapat ditutup di AS kecuali ByteDance melepaskan kepemilikannya.

Sempat dirayu Donald Trump

Presiden terpilih AS, Donald Trump sebelumnya telah merayu Mahkamah Agung AS untuk menghentikan sementara penerapan undang-undang yang akan melarang TikTok di AS, jika tidak dijual oleh perusahaan induknya.

Trump mengatakan pengadilan harus memberinya waktu setelah pelantikannya pada 20 Januari untuk "mengupayakan penyelesaian politik" untuk kasus ini.

Trump mengatakan kepada para hakim bahwa hanya dia yang "memiliki keahlian membuat kesepakatan yang sempurna, mandat elektoral, dan kemauan politik untuk menegosiasikan resolusi untuk menyelamatkan platform tersebut, sambil mengatasi masalah keamanan nasional yang diungkapkan oleh pemerintah".

Tag:  #sinyal #mahkamah #agung #enggan #selamatkan #tiktok

KOMENTAR