



Bukan Lagi ke Teman Sekantor, Karyawan Kini Tanya AI untuk Bekerja
- Tren penggunaan kecerdasan buatan (AI) di dunia kerja terus meningkat dan mulai mengubah cara karyawan berinteraksi di tempat kerja. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru Microsoft, Work Trend Index 2025 yang dipublikasikan baru-baru ini.
Laporan tersebut mengungkap temuan menarik, yakni hampir separuh pekerja di Indonesia kini lebih memilih bertanya kepada AI daripada kepada rekan kerja manusia.
Dalam survei yang melibatkan 31.000 responden dari 31 negara, termasuk Indonesia, hampir 50 persen karyawan di Indonesia mengaku lebih nyaman berkonsultasi dengan AI untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
Hal ini bukan tanpa alasan. Mereka menyebut AI sebagai solusi yang lebih praktis, cepat, dan dapat diandalkan kapan saja.
Survei Microsoft menunjukkan bahwa 48 persen karyawan di Indonesia lebih memilih menggunakan AI daripada bertanya kepada rekan kerja, karena AI selalu tersedia 24 jam.
Sebanyak 28 persen mengaku memilih AI karena mampu merespons pertanyaan secara instan dan cepat. Sementara 38 persen karyawan lainnya memilih bertanya ke AI ketimbang kolega karena bisa memberikan ide-ide kreatif yang kadang tidak terpikirkan oleh manusia.
Sebagian karyawan kini menganggap AI bukan lagi sebagai alat, melainkan mitra diskusi. Laporan Microsoft mencatat bahwa 66 persen pekerja di Indonesia melihat AI sebagai teman berdiskusi, bukan sekadar alat bantu atau mesin yang diperintah.
Ilustrasi artificial intelligence (AI) kecerdasan buatan, ghost work
Adopsi AI dalam dunia kerja Indonesia sendiri juga semakin masif. Menurut laporan yang sama, 59 persen pemimpin bisnis di Indonesia menyatakan bahwa perusahaan mereka telah menggunakan agen AI untuk mengotomatisasi alur kerja. Angka ini lebih tinggi dibanding rata-rata Asia-Pasifik yang berada di angka 53 persen.
Agen AI, dalam konteks ini, merujuk pada sistem kecerdasan buatan yang dirancang untuk membantu menjalankan tugas-tugas tertentu secara otomatis dan mandiri.
Agen AI dapat digunakan untuk mengelola data, menyusun laporan, menjawab pertanyaan rutin, melakukan analisis, hingga menjalankan alur kerja kompleks di dalam perusahaan. Teknologi ini kini mulai diperlakukan sebagai anggota tim digital, bukan sekadar perangkat lunak tambahan.
Tingginya kepercayaan terhadap AI juga terlihat dari rencana bisnis ke depan. Di Indonesia, 95 persen pemimpin perusahaan menyatakan yakin akan memperluas kapasitas kerja mereka dengan agen AI dalam waktu 12 hingga 18 bulan ke depan.
Bahkan sebagian besar dari mereka menempatkan strategi ini sebagai prioritas utama, disusul oleh program peningkatan keterampilan (upskilling) bagi karyawan agar dapat bekerja berdampingan dengan teknologi.
Namun, di balik adopsi yang cepat dan semangat digitalisasi yang tinggi, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan penting. Salah satunya adalah kesenjangan literasi AI antara pemimpin dan karyawan.
Laporan Microsoft ini mencatat bahwa hanya 56 persen karyawan di Indonesia yang memahami konsep agen AI, dibandingkan dengan 87 persen pemimpin bisnis. Kesenjangan ini berisiko memperlebar jurang keterampilan digital di dalam organisasi.
Microsoft menyebut tahun 2025 sebagai momen lahirnya Frontier Firm, jenis perusahaan masa depan yang tidak hanya mengadopsi teknologi, tapi juga mengubah cara kerja secara menyeluruh.
Dalam Frontier Firm, agen AI bekerja berdampingan dengan manusia dalam struktur kerja yang fleksibel dan efisien. Karyawan di perusahaan seperti ini bahkan berperan sebagai agent boss, yakni individu yang bertugas mengarahkan, mengelola, dan mengoptimalkan agen AI untuk mencapai tujuan pekerjaan.
Dan jika melihat laju adopsi yang terjadi saat ini, Indonesia termasuk salah satu negara yang paling siap menjalani transformasi besar tersebut, dikutip KompasTekno dari rilis resmi Microsoft, Sabtu (28/6/2025).
Laporan Microsoft Work Trend Index 2025 yang bertajuk “2025: The Year the Frontier Firm Is Born" bisa dibaca selengkapnya melalui tautan berikut ini.
Tag: #bukan #lagi #teman #sekantor #karyawan #kini #tanya #untuk #bekerja