



Riset: Pertama Kalinya, Medsos Gantikan TV sebagai Sumber Berita
- Media sosial (medsos) yang memungkinkan dan memudahkan orang-orang saling berinteraksi hingga bertukar informasi, telah mengantikan peran televisi sebagai sumber berita utama di Amerika Serikat (AS).
Begitu lah laporan terbaru tentang "2025 Digital News Report" (Laporan Berita Digital) yang dipublikasikan lembaga riset Reuters Insitute for Study of Journalism (RISJ) pada Senin (17/6/2025).
Sejak 2012, RISJ rutin merilis laporan sejenis setiap tahunnya. Untuk tahun ini, lembaga riset itu melakukan survei terhadap hampir 100.000 orang di 48 negara termasuk Serbia. Dalam surveinya melalui platform YouGov, RISJ bertanya tentang konsumsi berita orang-orang.
Berdasarkan survei tersebut ditemukan bahwa media sosial kini menggantikan televisi sebagai sumber utama berita warga AS. Selisih persentase antara orang yang mengakses media sosial sebagai sumber berita dibanding TV, yaitu sekitar 4 persen.
"Proporsi yang mengakses berita melalui media sosial dan jaringan video di AS naik tajam (54 persen), melampaui berita TV (50 persen) dan situs web/aplikasi berita (48 persen) untuk pertama kalinya," demikian keterangan dalam laporan RISJ, dikutip KompasTekno dari laman NiemanLab.
Menurut RISJ, kreator media sosial berhasil menarik minat perhatian audiens AS, khususnya mereka yang sulit dijangkau oleh media tradisional.
Ini termasuk audiens dari kalangan laki-laki muda, pengguna dengan kecenderungan politik konservatif, hingga mereka yang kurang percaya dengan media mainstream karena menganggapnya bias atau bagian dari elit politik.
Tidak hanya di AS, temuan yang sama juga ditemukan di negara lainnya seperti Inggris, Perancis, Amerika Latin, Afrika, hingga beberapa negara di Asia. Artinya, orang-orang di Inggris dan Perancis dll juga lebih banyak mengakses berita dari media sosial, ketimbang TV.
Perbedaannya, tren peralihan sumber berita ini tercatat paling cepat terjadi di AS.
Smart TV Xiaomi TV A Pro 2026 resmi di Indonesia pada Rabu (30/4/2025)
Temuan yang berbeda terlihat di negara seperti Jepang dan Denmark. Di kedua negara ini, pertumbuhan proporsi responden yang menjadikan media sosial sebagai sumber berita, relatif stagnan, tidak seperti AS dan Inggris.
Dengan kata lain, orang-orang Jepang dan Denmark masih mengandalkan TV sebagai sumber berita utama.
Preferensi cara konsumsi berita
Dalam laporan yang sama, RISJ juga merangkum preferensi orang dalam membaca berita. Secara umum, orang-orang kini beralih ke berita video.
Namun bila dibedah secara spesifik, preferensi masyarakat di setiap negara masih cukup bervariasi. Menurut RISJ, perbedaannya cukup terkait dengan kekayaan suatu negara.
Di Norwegia, AS, Jerman dan Inggris yang dikenal sebagai negara kaya, warganya cenderung suka membaca. Berbeda dengan India, Meksiko, dan Filipina yang lebih gemar menonton.
Bila dicermati lebih rinci lagi pada setiap negara, warga yang lebih muda, jauh lebih suka menonton atau mendengarkan dibanding yang lebih tua.
"Kami menemukan perbedaan generasi yang mencolok. Kelompok yang lebih muda, terutama usia 18-24 tahun, jauh lebih suka menonton atau mendengarkan berita dibanding yang lebih tua," kata Sarah Scire, Editor di Nieman Lab.
"Hal ini menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu, penerbit mungkin perlu menyesuaikan sumber daya di ruang redaksi untuk menghasilkan sedikit berita teks dan lebih banyak konten audio-visual," lanjut dia.
Ilustrasi YouTube
Di AS misalnya, pangsa populasi yang menonton berita video setiap minggu, meningkat dari 55 persen di tahun 2021, menjadi 72 persen pada tahun 2025.
Mayoritas menonton berita video di media sosial seperti YouTube, Facebook, X Twitter, Instagram, TikTok dan lain sebagainya.
Adapun untuk berita berlangganan, survei RISJ menunjukkan bahwa hanya sekitar 18 persen responden dari 20 negara dengan pasar langganan berita digital utama di dunia, yang sudah membayar biaya langganan dalam setahun terakhir. Ini termasuk Norwegia, Swiss, Australia, AS, Belanda, Perancis, Jepang, hingga Italia.
Padahal, selama 10 tahun terakhir, tingkat langganan di 20 negara itu terus meningkat. Namun pantauan RISJ, pertumbuhannya kini terlihat sudah mentok.
"Data kami terus menunjukkan bahwa sebagian besar audiens masih enggan membayar berita online," demikian laporan RISJ.
TikTok jadi sumber berita
Laporan yang sama menunjukkan bahwa konsumsi berita di media sosial kini juga semakin variatif. Kini, ada enam platform besar yang menjadi rujukan pencarian berita, meliputi Facebook, YouTube, Instagram, WhatsApp, X Twitter dan TikTok.
Keenam paltform itu rata-rata memiliki reach (jangkauan) berita mingguan sebesar 10 persen, sebagaimana KompasTekno dari situs resmi Nieman Lab, Rabu (18/6/2025).
Padahal, satu dekade lalu, hanya ada Facebook dan YouTube saja. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi berita di media sosial sudah tidak lagi terpusat di dua platform, melainkan sudah menyebar ke lebih banyak media sosial.
Lebih spesifik, konsumsi berita di TikTok memiliki pertumbuhan yang terus melesat. Bahkan, sepertiga (33 persen) dari responden laporan RISJ ini merupakan pengguna TikTok dan 17 persen di antaranya menggunakan aplikasi asal China itu sebagai sumber berita.
Pertumbuhan tertinggi TikTok terjadi di Thailand, di mana 49 persen pengguna menggunakan aplikasi ini untuk mencari berita. Sementara di AS hanya sekitar 12 persen dan Eropa sekitar 11 persen.
Terlepas dari pertumbuhan tersebut, YouTube dan Facebook secara umum masih menjadi dua platform utama di mana berita dikonsumsi oleh pengguna.
Tag: #riset #pertama #kalinya #medsos #gantikan #sebagai #sumber #berita