



Komdigi Akui Sulit Deteksi Keaslian Konten AI Tambang Nikel Raja Ampat
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ikut mengomentari soal konten kerusakan tambang nikel Raja Ampat yang dibuat dari teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) dan viral di media sosial beberapa waktu belakangan.
Direktur Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Marolli J. Indarto mengakui kalau pihaknya pun sulit mengidentifikasi konten AI tambang Raja Ampat tersebut.
"Secara teknis memang harus diakui susah. Harus lebih mendalam. DIcek lagi tone-nya. Kalau secara real, memang agak-agak susah," kata Marroli di acara Ngopi Bareng Komdigi yang digelar di kantornya, Jumat (13/6/2025).
Marolli mengungkapkan kalau verifikasi konten AI memerlukan pendekatan teknis yang lebih jeli. Sebab diperlukan analisis mendalam terhadap metadata dan pola visual.
Namun dirinya juga menilai kalau pengamatan itu sulit dilakukan. Lebih lagi konten AI tambang Raja Ampat ini sudah viral menyebar di media sosial.
Kendati begitu Marroli menyebut kalau Komdigi saat ini sedang mempersiapkan langkah strategis untuk mengatur ekosistem AI di Indonesia.
![Ilustrasi tambang nikel di Raja Ampat. [FakartunXSuara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/10/30885-ilustrasi-tambang-nikel-di-raja-ampat.jpg)
Ia mengatakan kalau Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid sebelumnya sudah mengungkapkan kalau Pemerintah sudah menyusun Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional yang direncanakan rilis Juli 2025.
"Kan kemarin statement dari Bu Menteri akan menyiapkan roadmap tentang AI. Kalau nggak salah, bulan Juli akan diluncurkan untuk Indonesia," ungkap Marroli, tandasnya.
Sebelumnya Meutya Hafid mengungkapkan kalau roadmap AI akan segera diluncurkan Juni 2025. Menkomdigi mengatakan kalau Pemerintah sudah menyadari bahwa penggunaan AI memerlukan arahan serta aturan yang jelas.
"Mohon bersabar, jadi Juni insyaAllah roadmap-nya keluar, kemudian dari situ kita akan turunkan ke dalam bentuk regulasi AI di Tanah Air," ucapnya pada Senin (2/6/2025) di Jakarta.
Semua itu dilakukan agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan meminimalisasi dampak yang tidak diharapkan.
Sejak awal tahun 2025, ia mengaku pemerintah sudah membuka ruang diskusi bersama beberapa pihak seperti GoTo hingga pihak luar salah satunya Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk menyusun peta jalan tersebut.
Hingga kini, pihaknya masih melakukan pembicaraan dengan para pemegang kepentingan untuk berdiskusi seputar roadmap AI yang diharapkan akan dijalankan dengan baik dan komprehensif.
Dia menjelaskan bahwa saat ini pihaknya mengundang para pemangku kepentingan untuk membahas mengenai regulasi AI. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi AI yang sangat dinamis.
"Jadi setiap kita mengumpulkan stakeholders, selalu ada masukan-masukan baru. AI ini juga teknologi yang bergerak setiap saat, jadi kami sedang mendengarkan," jelas Meutya Hafid.
Dia menambahkan, hingga kini, pihaknya masih memberikan waktu lebih untuk lebih banyak mendengarkan berbagai masukan dari para pemangku kepentingan.
"(Agar) nanti membuat regulasi yang komprehensif," imbuhnya.
Dia menyampaikan apa yang menjadi alasan pemerintah untuk tidak tergesa-gesa menghadirkan regulasi AI untuk Indonesia.
"Pemerintah ingin sekali agar regulasi cepat keluar namun demikian tentu regulasi ini harus berhati-hati," ucapnya.
Menurut Menkomdigi, dirinya tidak mau inovasi yang ada terhambat dengan adanya regulasi.
"Inovasi tidak boleh terbendung dengan adanya regulasi ini," katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengungkapkan bahwa pemerintah tidak hanya berfokus menyiapkan roadmap AI.
Dia juga mengingatkan, pemerintah juga sedang menyiapkan talenta-talenta digital, di mana salah satunya melalui program “Digital Talent Scholarship”. Program itu merupakan respons dari hasil survei yang dikeluarkan oleh Bank Dunia.
Disebutkan bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya 90 juta talenta digital pada tahun 2030 untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital secara signifikan. Sedangkan sampai saat ini, yang tersedia kurang lebih sekitar 25 persennya.
“Kita harus menjadi developer. Jadi paling tidak kita mumpuni dalam deployer dan developer," terang Nezar.
Tag: #komdigi #akui #sulit #deteksi #keaslian #konten #tambang #nikel #raja #ampat