Ternyata Ini Alasan Psikologis Sering Nonton IG Stories Sendiri Berulang-ulang
Ilustrasi Instagram Stories.(KOMPAS.com/ Galuh Putri Riyanto)
08:42
5 Juni 2025

Ternyata Ini Alasan Psikologis Sering Nonton IG Stories Sendiri Berulang-ulang

- Instagram (IG) Stories kini menjadi salah satu media yang digunakan untuk membagikan kegiatan kita di media sosial.

Namun, pernahkah kalian sadari kalau kita sering menonton Instagram Stories sendiri secara berulang-ulang sebelum hilang setelah 24 jam?

Kalau iya, kalian tidak sendirian. Sejumlah konten kreator kerap menceritakan hobinya menonton Instagram Storiesnya secara terus-menerus sebelum hilang.

Kebiasaan ini ternyata punya penjelasan psikologis yang menarik. Beberapa pakar menyebutnya sebagai self-stalking, yaitu kebiasaan "menguntit" diri sendiri di media sosial.

Lantas, kenapa kita melakukan ini? Berikut tiga alasan utama di balik kebiasaan tersebut.

1. Melihat diri dari sudut pandang orang lain

Psikoterapis Eloise Skinner menjelaskan bahwa salah satu alasan utama kita hobi menonton ulang IG Stories adalah keinginan untuk memahami bagaimana orang lain melihat kita.

Karena kita tidak bisa langsung mengetahui bagaimana orang lain memandang kita, kita akhirnya membayangkan sendiri sudut pandang mereka melalui konten yang kita unggah di media sosial.

“Keinginan untuk memahami bagaimana kita dipersepsikan oleh orang lain sudah menjadi bagian dari naluri manusia selama beberapa generasi,” kata Skinner.

Dengan menonton ulang Stories, kita berusaha memahami diri sendiri dengan cara yang mirip seperti melihat ke cermin—tapi kali ini, cermin itu adalah media sosial.

2. Mencari validasi sosial

Ilustrasi Instagram.Freepik Ilustrasi Instagram.Menurut psikolog Zoe Mallet, kebiasaan ini juga berhubungan dengan kebutuhan manusia untuk mendapatkan penerimaan dan status sosial. Evolusi telah membentuk kita untuk selalu ingin diterima oleh kelompok sosial.

“Itu adalah upaya bawah sadar untuk meningkatkan kedudukan sosial kita, meningkatkan peluang diterima, dan menciptakan citra diri yang positif,” jelas Mallet.

Sebelum ada media sosial, kita melakukan ini dengan cara memilih pakaian yang kita kenakan atau memperhatikan bagaimana berbicara dalam suatu pertemuan.

Kini, media sosial menjadi sarana baru untuk membangun citra diri yang ingin kita tampilkan ke publik.

Namun, penting juga untuk diingat bahwa tidak semua orang menggunakan media sosial dengan cara yang sama. Sebagian menggunakannya untuk menjaga hubungan atau bersosialisasi.

Sementara bagi sebagian lainnya, media sosial memiliki makna yang lebih dalam, misalnya sebagai perpanjangan dari jati diri mereka.

3. Perfeksionisme atau rasa insecure?

Self-stalking juga bisa berakar pada perfeksionisme.

Beberapa orang ingin memastikan bahwa kontennya terlihat rapi dan profesional, terutama jika media sosial digunakan sebagai “portofolio” digital yang bisa menarik peluang di masa depan.

Namun, di sisi lain, kebiasaan ini juga bisa muncul dari rasa insecure atau rendah diri. Kita jadi lebih sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain di dunia maya

"Dengan kata lain, lebih mudah untuk membandingkan kehidupan digital kita dengan kehidupan orang lain, untuk melihat apa yang kita suka atau tidak suka," kata Skinner.

Skinner berpendapat bahwa menonton ulang konten yang kita unggah sebenarnya adalah hal yang wajar.

“Ini mirip dengan membolak-balik album foto lama atau jurnal pribadi,” ujarnya.

Media sosial kini berperan sebagai arsip digital dari perjalanan hidup dan identitas kita. Namun, kebiasaan ini bisa berdampak baik atau buruk, tergantung bagaimana kita menghadapinya.

Jika menonton ulang IG Stories membuat kita termotivasi atau sekadar bernostalgia, maka tidak ada salahnya.

Namun, jika kebiasaan ini justru membuat kita lebih kritis terhadap diri sendiri atau merasa kurang percaya diri, mungkin sudah saatnya kita mulai mengontrol kebiasaan self-stalking ini.

Tag:  #ternyata #alasan #psikologis #sering #nonton #stories #sendiri #berulang #ulang

KOMENTAR