Google Didenda Rp 202 Miliar, Pakar Dorong Regulasi Digital yang Lebih Adil
Ilustrasi ekosistem digital. (Dok. Shutterstock/ Andrey_Popov)
13:09
19 Februari 2025

Google Didenda Rp 202 Miliar, Pakar Dorong Regulasi Digital yang Lebih Adil

– Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp 202 miliar kepada Google atas praktik antimonopoli dalam sistem pembayaran Google Play di Play Store. 

Perusahaan teknologi raksasa itu dinilai menyalahgunakan dominasinya di pasar yang mencapai 93 persen, dengan mengenakan biaya layanan sebesar 30 persen kepada pengembang aplikasi.

Keputusan tersebut menegaskan bahwa praktik monopoli dapat menghambat ekosistem digital yang adil dan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Menanggapi putusan pengadilan tersebut, Google pun mengajukan banding.

Indonesia menuju ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara

Indonesia menargetkan menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Upaya ini menunjukkan hasil yang positif dengan nilai transaksi bruto (GMV) mencapai 90 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 1,43 triliun pada akhir 2024. 

Angka tersebut meningkat 13 persen dibandingkan 2023 menandakan pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan.

Secara regional, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara, meskipun negara lain di kawasan ini juga mengalami peningkatan GMV dua digit di atas 10 persen. Bahkan, beberapa negara berhasil mencatat pertumbuhan lebih dari 20 persen.

Adapun sektor e-commerce menjadi penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dengan GMV mencapai 65 miliar dollar AS, meningkat 11 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Salah satu faktor utama pendorong pertumbuhan tersebut adalah inovasi dalam platform e-commerce, terutama fitur video commerce yang meningkatkan pengalaman belanja pengguna.

Di pasar e-commerce Tanah Air, Shopee dan Tokopedia masih menjadi pemain dominan pada 2024. Berdasarkan pemantauan Similarweb, Shopee mencatat 235,9 juta pengunjung. Sementara, Tokopedia mencapai 100,3 juta pengunjung pada awal tahun lalu.

Namun, ketatnya persaingan di industri ini juga menyebabkan beberapa lokapasar terpaksa gulung tikar. dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa di antaranya adalah Blanja.com, Elevenia, Qlapa, Rakuten, Cipika, Multiply, MatahariMall.com, Toko Bagus, dan JD.id.

Pakar ekonomi Heru Sutadi menilai bahwa persaingan ketat dan dominasi modal besar dari pemain multinasional menjadi faktor utama yang membuat marketplace lokal sulit bertahan. 

“Pemerintah perlu lebih memperhatikan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lokal, ekosistem digital, infrastruktur, serta regulasi yang mendorong persaingan bisnis yang sehat dan berkelanjutan,” ujar Heru dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Senin (17/2/2025).

Menurutnya, pertumbuhan ekosistem digital tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menciptakan lingkungan usaha yang adil. 

“Dengan regulasi yang tepat, dominasi raksasa teknologi dapat dikendalikan agar tidak semata-mata untuk kepentingan bisnis mereka sendiri,” kata Heru

Membangun ekosistem digital yang adil

Salah satu contoh regulasi yang bertujuan menciptakan pasar digital yang lebih adil dan kompetitif adalah Digital Markets Act (DMA) yang diterapkan di Uni Eropa. 

Regulasi tersebut bertujuan membatasi praktik raksasa teknologi agar tidak menyalahgunakan dominasinya. Misalnya, dengan memberikan keuntungan lebih pada produk dan layanan mereka sendiri atau membatasi akses pengguna ke bisnis di luar platform mereka.

Setelah melalui dua tahun pembahasan sejak 2020, DMA mulai berlaku pada 2022 dan diterapkan pada 2023. Regulasi ini mengatur bahwa perusahaan teknologi besar yang mengoperasikan layanan inti seperti mesin pencari, toko aplikasi, dan layanan pesan disebut sebagai gatekeepers dan harus mematuhi ketentuan DMA.

Gatekeepers, seperti Google, memiliki kendali besar atas aktivitas digital masyarakat. Oleh karena itu, regulasi seperti DMA bertujuan untuk memastikan bahwa dominasi ini tidak merugikan persaingan dan pilihan konsumen.

Adapun Implementasi DMA membawa beberapa manfaat bagi konsumen dan pelaku bisnis digital.

Pertama, konsumen akan memiliki lebih banyak pilihan dalam menggunakan aplikasi dan layanan digital. Mereka tidak akan dipaksa menggunakan mesin pencari atau toko aplikasi tertentu, tetapi dapat memilih yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Persaingan sehat ini diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan harga lebih terjangkau.

Kedua, kepemilikan data pribadi menjadi lebih aman. DMA memberikan kendali lebih besar kepada konsumen atas data pribadi mereka saat menggunakan layanan digital. Dengan begitu, penyedia platform tidak dapat dengan mudah mengeksploitasi data tersebut untuk kepentingan komersial atau pemasaran.

Ketiga, konsumen memiliki hak untuk memindahkan atau mentransfer data mereka ke platform lain sesuai keinginan mereka. Hal ini memberikan mobilitas digital yang lebih luas dan menghindari ketergantungan pada satu platform tertentu.

Keempat, hasil pencarian digital konsumen tidak akan terpengaruh oleh bias tertentu, baik politik, gender, maupun kepentingan bisnis lainnya. 

Misalnya, ketika seseorang mencari informasi tentang seorang aktor, hasil yang muncul akan lebih relevan dengan karier profesionalnya dibandingkan skandal terbaru yang mungkin terkait dengannya.

Bagi pelaku bisnis, DMA menciptakan persaingan yang lebih adil dengan memastikan bahwa gatekeepers tidak dapat secara sepihak mengutamakan produk dan layanan mereka sendiri dalam hasil pencarian atau iklan. 

Selain itu, DMA mewajibkan interoperabilitas layanan, sehingga aplikasi dengan sistem operasi lain dapat diakses dengan lebih mudah oleh pengguna.

DMA juga mencegah gatekeepers menerapkan kebijakan harga yang tidak adil terhadap pelaku bisnis digital, bahkan di luar platform mereka. Dengan regulasi ini, pelaku usaha digital memiliki ruang lebih besar untuk berkembang tanpa tekanan dari dominasi perusahaan besar.

Dorong implementasi regulasi serupa DMA

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Peneliti di Centre for Competition Law and Policy (CCLP), University of Oxford, Rifky Wicaksono, menilai bahwa Indonesia perlu menerapkan regulasi serupa DMA untuk mencegah dominasi satu platform yang dapat menghambat persaingan bisnis.

“Pemerintah Indonesia perlu segera mempertimbangkan pembuatan regulasi serupa DMA di Eropa dan melibatkan para ahli terkait dalam proses perumusannya. Hal ini penting untuk memastikan aturan yang tepat diterapkan guna mencegah praktik monopoli di masa depan,” terang Rifky.

Menurutnya, tanpa regulasi seperti ini, pasar ekonomi digital Indonesia berisiko mengalami efek tipping, di mana satu platform dominan dapat menguasai pasar secara penuh dan melemahkan pelaku bisnis lainnya. 

Dampaknya, pilihan bagi konsumen akan semakin terbatas, dan inovasi di sektor digital bisa terhambat.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, Indonesia perlu memastikan bahwa regulasi yang ada mampu menciptakan ekosistem yang adil, kompetitif, dan mendukung pertumbuhan bisnis lokal. 

Dengan kebijakan tepat, dominasi perusahaan besar dapat dikontrol tanpa menghambat inovasi dan perkembangan industri teknologi secara keseluruhan.

Editor: Yakob Arfin Tyas Sasongko

Tag:  #google #didenda #miliar #pakar #dorong #regulasi #digital #yang #lebih #adil

KOMENTAR