Dialog Industri Otomotif Nasional: Pemerintah Harus Turun Tangan agar Daya Beli Masyarakat kembali Meningkat
Dari kiri, Luther T. Panjaitan, Thomas Sigit Pamungkas, Josua Pardede, dan Philardi Sobari. (Dinarsa Kurniawan/JawaPos.com)
18:44
18 Februari 2025

Dialog Industri Otomotif Nasional: Pemerintah Harus Turun Tangan agar Daya Beli Masyarakat kembali Meningkat

-Kebijakan pemerintah dan regulasi perpajakan menjadi salah satu hal yang menjadi perbincangan hangat di antara para pelaku otomotif di Indonesia. Itu karena, kedua hal tersebut akan jadi faktor yang menentukan pencapaian penjualan kendaraan serta berbagai industri pendukungnya pada tahun berjalan.

 

Nah, untuk membahas hal itu serta dampaknya pada industri otomotif nasional, Dyandra Promosindo selaku penyelenggara Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025 menggelar kegiatan bertajuk Dialog Industri Otomotif Nasional yang mengambil tema: Membedah Kebijakan Perpajakan dan Tarif Kendaraan Bermotor 2025 serta dampaknya terhadap industri otomotif.

Dialog interaktif tersebut digelar pada Selasa (18/2) di Hall C1, JiExpo, Kemayoran, tempat penyelenggaraan IIMS 2025. Kegiatan itu diprakarsai oleh Indonesia Center of Mobility Studies (ICMS), dengan mengundang sejumlah narasumber yang merupakan pengamat ekonomi dan para pelaku industri otomotif di Indonesia.

’’Ini adalah penyelenggaraan kedua. Pada diskusi kali ini, kami ingin membedah tentang kebijakan perpajakan dan opsen yang sudah diberlakukan, yang dianggap oleh dunia otomotif membebani dunia otomotif di Indonesia yang sedang lesu,’’ ucap Ketua Umum ICMS Munawar Chalil dalam sambutannya.

Luther T. Panjaitan, Head of Marketing PR & Government Relation PT BYD Motor Indonesia, menyatakan, pihaknya mengapresiasi munculnya insentif 3 persen untuk kendaraan hybrid. ’’Itu adalah kebijakan yang sangat baik dengan point of view untuk mempercepat transisi energi,’’ ucapnya. Dia menambahkan, kendati di Indonesia BYD baru punya line-up mobil battery electric vehicle (BEV), pihaknya menganggap itu adalah sebuah komitmen yang baik dari pemerintah.

Sedangkan saat ditanya, apakah BYD akan memboyong mobil hybrid ke pasar otomotif di Indonesia, Luther menyatakan, bahwa pihaknya telah memiliki berbagai produk plug-in electric vehicle (PHEV) di Tiongkok, tempat perusahaan tersebut berasal. Walau begitu, pihaknya masih akan mengkaji apakah akan membawa mobil-mobil PHEV untuk melakukan penetrasi ke market Indonesia? ’’Tentu, lebih dulu kami akan melakukan kalkukasi untuk hal itu. Tapi, yang jelas, kalau secara teknologi kami sudah siap. Untuk saat ini, kami masih fokus pada mobil-mobil BEV,’’ terang dia.

Di sisi lain, Head of Public Relations PT Toyota Astra-Motor Philardi Sobari menuturkan bahwa pihaknya memberikan benefit 3 persen itu untuk customer. Saat ini pihanya juga masih fokus pada penjualan mobil internal combustion engine (ICE) dan hybrid. ’’Harapan kami, masyarakat Indonesia akan melakukan transisi dari ICE ke hybrid dulu. Saat ini, kami punya banyak produk hybrid yang bisa jadi pilihan masyarakat,’’ urai pria yang biasa disapa Ogi tersebut. Sedangkan menanggapi masifnya kemunculan kendaraan BEV di Indonesia, Ogi menyakan, pihak TAM masih akan melakukan pengembangan dan studi lebih lanjut.

Kemudian, Head of Sales and Planning Strategy PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) Thomas Sigit Pamungkas menegaskan pihaknya telah terjun dengan total di Industri otomotif nasional. ’’Kami sudah sejak 2021 meluncurkan mobil BEV untuk pasar Indonesia dengan Konda dan Ioniq. Kemudian pada 2023 kami memperkenalkan BEV pertama yang diproduksi di Indonesia dengan TKDN lebih dari 80 persen,’’ terangnya.

Selain itu, pihaknya berharap jika lahirnya regulasi bukan sekadar untuk konversi dari ICE ke EV atau hybrid. Tapi bisa menumbuhkan kembali market otomotif mencapai lebih dari satu juta unit per tahunnya.

Seperti diketahui, sepanjang tahun lalu, industri otomotif di tanah air menghadapi tantangan besar. Salah satu indikatornya adalah penjualan mobil yang menurun. Gaikindo yang awalnya menargetkan penjualan mobil pada 2024 sebesar 1,1 juta unit, akhirnya merevisi target menjadi 850 ribu unit. Pada akhirnya, mobil yang terjual sampai akhir tahun lalu adalah 865.723 unit. Angka tersebut turun 13 persen dibandingkan pada 2023.

Menanggapi fakta tersebut, pengamat ekonomi Josue Pardede yang juga menjadi narasumber dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa tantangan tersebut masih akan dihadapi pada tahun ini. ’’Indikasinya, daya beli dari masyarakat menurun. Terutama dari kalangan kelas menengah yang selama ini menjadi customer penjualan mobil,’’ terangnya.

Melihat penurunan itu, tak heran jika kemudian mobil-mobil yang banyak dibeli oleh masyarakat adalah level menegah ke bawah atau biasa disebut low cost green car (LCGC). Menurut dia, pemerintah harus melakukan sesuatu agar sektor industri otomotif di Indonesia kembalin bergairah. ’’Ekonomi butuh terus tumbuh lebih dari 5 persen agar daya beli meningkat. Syukur-syukur kalau bisa sampai 8 persen seperti di Vietnam,’’ harapnya. (*)

Editor: Dinarsa Kurniawan

Tag:  #dialog #industri #otomotif #nasional #pemerintah #harus #turun #tangan #agar #daya #beli #masyarakat #kembali #meningkat

KOMENTAR