Legenda Edgar Davids: Si Pitbull dari Negeri Orang Jawa yang Taklukan Eropa
Legenda Edgar Davids: Si Pitbull dari Negeri Orang Jawa [Tangkap layar X]
18:30
29 Oktober 2025

Legenda Edgar Davids: Si Pitbull dari Negeri Orang Jawa yang Taklukan Eropa

Baca 10 detik
  • Edgar Davids dikenal sebagai gelandang ikonik dengan gaya bermain agresif dan determinasi tinggi, dijuluki “The Pitbull”
  • Karier Davids mengalami pasang surut tetapi tetap gemilang
  • Davids meninggalkan warisan mental juara dan kepemimpinan

Edgar Davids adalah salah satu gelandang paling ikonik dalam sejarah sepak bola modern.

Dengan rambut gimbal dan kacamata pelindung khasnya, ia menjadi sosok yang mudah dikenali di lapangan.

Bukan hanya karena penampilannya, tetapi juga karena agresivitas dan determinasi luar biasa yang membuatnya dijuluki The Pitbull.

Davids lahir di Paramaribo, Suriname, negara kecil di Amerika Selatan yang melahirkan banyak talenta besar Belanda seperti Frank Rijkaard dan Ruud Gullit.

Ia pindah ke Belanda sejak kecil dan mengasah kemampuannya di jalanan Amsterdam.

Setelah dua kali ditolak, Davids akhirnya diterima di akademi Ajax pada usia 12 tahun.

Di bawah sistem pengajaran Ajax yang menekankan permainan cepat dan efisien, ia berkembang pesat hingga debut di tim utama pada 1991.

Louis van Gaal, pelatih yang kemudian mengorbitkannya, memindahkan posisi Davids ke tengah agar lebih leluasa menampilkan energi dan nalurinya dalam merebut bola.

Van Gaal pula yang memberi julukan legendaris The Pitbull.

Era Keemasan Bersama Ajax

Davids menjadi bagian penting dari era keemasan Ajax di pertengahan 1990-an.

Ia membantu klub menjuarai Eredivisie 1993/94 dan membawa Ajax berjaya di Eropa.

Musim 1994/95 menjadi puncak karier muda Davids ketika Ajax menjuarai Liga Champions usai menumbangkan AC Milan di final.

Davids dikenal sebagai motor penggerak di lini tengah. Kombinasi teknik tinggi dan agresivitas membuat lawan takut setiap kali berhadapan dengannya. “Satu sentuhan salah, dan kamu akan merasakan gigitan pitbull,” begitu gambaran banyak pemain tentang gaya bermainnya.

Ajax terus mendominasi hingga mencapai final Liga Champions lagi pada 1996, sebelum kalah lewat adu penalti dari Juventus.

Setelah itu, tim emas Ajax terpecah akibat keputusan Bosman, dan Davids hijrah ke AC Milan.

Pelatih Timnas Belanda, Louis van Gaal (tengah) mendampingi timnya di laga Piala Dunia 2022 bersama asisten pelatih Edgar Davids (kiri) dan Danny Blind. [Adrian DENNIS / AFP] PerbesarPelatih Timnas Belanda, Louis van Gaal (tengah) mendampingi timnya di laga Piala Dunia 2022 bersama asisten pelatih Edgar Davids (kiri) dan Danny Blind. [Adrian DENNIS / AFP]

Bangkit Bersama Juventus

Kepindahan ke Milan tak berjalan mulus. Cedera patah kaki membuat Davids sulit bersinar.

Namun, ketika ia pindah ke Juventus pada 1997, kariernya kembali bersinar terang.

Di bawah arahan Marcello Lippi, Davids menjadi bagian vital dari lini tengah Juventus.

Ia membentuk duet sempurna bersama Zinedine Zidane, kombinasi baja dan sutra yang mengantarkan Bianconeri meraih gelar Serie A 1998 serta final Liga Champions.

Lippi bahkan menyebut Davids sebagai mesin tunggal di lini tengah.

Dengan stamina tanpa batas dan tekad membara, ia menjadi tulang punggung Juventus dalam kesuksesan beruntun di akhir 1990-an dan awal 2000-an.

Pada 1999, Davids didiagnosis mengidap glaukoma yang membuatnya harus bermain dengan kacamata pelindung.

Meski sempat khawatir kariernya berakhir, ia tetap tampil luar biasa.

“Saya takut harus pensiun, tapi ternyata saya bisa tetap bermain. Kacamata itu menyelamatkan karier saya,” kata Davids.

Petualangan Bersama Barcelona, Inter, dan Tottenham

Setelah tujuh musim di Turin dan lebih dari 230 penampilan, Davids dipinjamkan ke Barcelona pada 2004.

Di bawah Frank Rijkaard, ia membantu Blaugrana bangkit dari keterpurukan. Sejak kedatangannya, Barca mencatat 17 laga tak terkalahkan dan finis di posisi kedua.

Meski tampil impresif, ia kembali ke Italia bersama Inter Milan.

Namun, masa baktinya di Nerazzurri tak berlangsung lama sebelum akhirnya menjajal Premier League bersama Tottenham Hotspur.

Di London Utara, Davids membawa mental juara yang berbeda.

Mantan rekan setimnya, Jermaine Jenas, pernah mengenangnya sebagai sosok yang menuntut kesempurnaan.

“Dia pernah mengumpulkan kami seusai latihan dan berkata, ‘Saya sudah menang segalanya. Tapi kalian belum. Kalau mau jadi pemenang, ubah sikap kalian sekarang,’” ungkap Jenas.

Setelah dua musim bersama Spurs, Davids pulang ke Ajax sebelum menutup kariernya di Crystal Palace dan menjadi player-manager di klub kecil Barnet.

Selama kariernya, ia mencatat 76 caps bersama Timnas Belanda, mencapai semifinal di tiga turnamen besar, dan dikenal sebagai simbol semangat tak kenal kompromi.

Davids bukan sekadar gelandang pekerja keras.

Ia adalah keseimbangan antara agresi dan elegansi, antara gigitan dan kendali.

Di mana pun ia bermain Amsterdam, Turin, Barcelona, atau London, The Pitbull selalu meninggalkan jejak yang dalam.

Kontributor: M.Faqih

Editor: Galih Prasetyo

Tag:  #legenda #edgar #davids #pitbull #dari #negeri #orang #jawa #yang #taklukan #eropa

KOMENTAR