Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah
Tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos. Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos.  
21:25
25 Januari 2025

Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menyebut Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.

Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan," kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

Lalu kapan Paulus Tannos diekstradisi?

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto berharap proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar.

Sehingga buronan kasus korupsi e-KTP yang baru-baru ini tertangkap di Singapura itu bisa segera dibawa ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.

"Ya minta doanya mudah-mudahan semua prosesnya lancar," kata Setyo di Gedung Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).

Sayangnya Setyo tidak bisa mengungkap proses penangkapan Paulus Tannos

Sebab yang menangkap Paulus Tannos adalah aparat penegak hukum di Singapura, atas permintaan KPK.

"Kalau itu kan dari sana nanti yang akan menindaklanjuti. Kami hanya banyak melakukan koordinasi, ya kemudian nanti menunggu proses berikutnya. Mudah-mudahan semuanya lancar," kata Setyo.

Komisaris jenderal polisi itu juga bilang bahwa perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos yang semula Indonesia jadi Afrika Selatan tidak mengganggu proses ekstradisi dan penangkapan.

"Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar," ujar Setyo.

Pemerintah Berupaya Mempercepat

Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos

Otoritas Singapura diketahui telah menangkap Paulus Tannos atas asus koruspsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

"Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura

"Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses," ujar Supratman.

Buron KPK sejak 2021

Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.

Namanya kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penerbitan lima foto daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi, Selasa (17/12/2024). 

 "Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk satu orang DPO pada 2017 dan empat orang pada DPO 2020-2024," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2019-2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.

Paulus Tannos menjadi buron KPK sejak 19 Oktober 2021.

Ia ditetapkan sebagai tersangka atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nombro induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

"Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen," ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.

Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.

"Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu," ungkap Fajri.

Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.

Terakhir, Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri.

Keberadaan Paulus Tannos terdeteksi oleh KPK di Thailand.

Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.

"Iya betul (ubah kewarganegaraan, red). Informasi yang kami peroleh demikian," ucap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, Selasa (8/8/2023).

Ali hanya mengatakan Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia.

Namun, saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud. 

Terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.

KPK menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.

Diduga salah satu indikasinya terkait perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

"Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).

KPK mengaku heran dengan perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

"Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain, sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia," kata Ali.

Pergantian identitas ini memunculkan kecurigaan adanya pihak tertentu yang membantu proses tersebut. Anehnya, pergantian identitas ini dilakukan saat Tannos berada di luar negeri, yang seharusnya tidak memungkinkan.

KPK mengungkap Paulus Tannos kini tak lagi memegang paspor Indonesia. 

Ia telah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara di salah satu negara Afrika Selatan dengan nama baru.

Akibat perubahan ini, KPK terhalang untuk membawa Paulus kembali ke tanah air guna menghadapi hukum atas keterlibatannya dalam kasus megakorupsi e-KTP.

"Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya," ujar Ali.

 

 

Tag:  #kapan #paulus #tannos #diekstradisi #indonesia #kata #hingga #pemerintah

KOMENTAR