Di Balik Tingginya Tingkat Kepuasan Pemerintah, Pengawasan Jangan Melemah
Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Firman Noor, mengingatkan adanya potensi melemahnya fungsi kontrol dan pengawasan di tengah tingginya tingkat kepuasan publik terhadap 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Firman mengatakan, tingginya kepuasan publik yang mencapai 80 persen tidak lepas dari strategi pemerintah merangkul seluruh kekuatan politik demi menjaga stabilitas dan menjamin keberlanjutan program-program prioritas.
Namun, hal tersebut dinilai dapat membawa dampak negatif terhadap sistem demokrasi di Indonesia.
“Di balik berita bagus tentang 80 persen approval dari masyarakat, kerja-kerja yang sudah semakin populis dan mulai dirasakan oleh masyarakat, satu kekhawatiran adalah hilangnya checks and balances. Yang terjadi adalah politik kartel yang membarengi atau menemani kerja-kerja populis,” ujar Firman dalam program Obrolan News Room di Kompas.com, Senin (20/1/2025).
Firman menjelaskan, upaya kubu Prabowo-Gibran untuk merangkul berbagai kekuatan politik telah menyebabkan banyak partai politik bergabung ke dalam pemerintahan.
Kondisi ini, lanjut Firman, membuat fungsi pengawasan menjadi lemah karena sedikitnya pihak yang memilih berada di posisi oposisi.
“Tentu saja dukungan politik yang eksesif, yang demikian terlalu besar, ini akan membahayakan mekanisme checks and balances dalam demokrasi. Padahal, demokrasi salah satu artinya adalah pemerintahan yang adanya checks and balances,” kata Firman.
Dia menambahkan, langkah pemerintah yang aktif menawarkan lawan politik untuk bergabung juga telah menciptakan kecenderungan bagi partai-partai untuk menghindari posisi oposisi.
Situasi ini, kata Firman, perlu menjadi perhatian agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan dengan mekanisme kontrol dan pengawasan yang sehat.
“Ke depan, saya kira akhirnya checks and balances itu merupakan salah satu yang optional, yang lebih diutamakan jangan-jangan adalah stabilitas. Opsi menjadi oposisi itu hanya diambil ketika memang sudah tidak ada akses lagi untuk masuk dalam pemerintahan,” jelas Firman.
“Sejauh masih ada opsi itu, maka dia akan diupayakan untuk masuk ke dalam, dan juga uniknya bahkan yang berkuasa mengundang untuk masuk ke dalam, sehingga yang akhirnya terkorbankan adalah checks and balances,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, hasil survei Litbang Kompas mencatat 80,9 persen masyarakat puas terhadap kinerja pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden RI, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hanya 19,1 persen yang tidak puas.
Bahkan, tingkat keyakinan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran mencapai 89,4 persen, sementara yang tak yakin sebanyak 10,6 persen.
Tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Presiden Prabowo lebih tinggi dibandingkan Presiden Jokowi pada tahun 2015 lalu. “Sama-sama 100 hari pada tahun 2015, itu Pak Jokowi 65 persen, Pak Prabowo langsung 80 (persen),” ungkapnya.
Dalam survei tersebut, ada sejumlah alasan yang membuat masyarakat puas dengan kerja Prabowo-Gibran.
Sebanyak 30,2 persen responden menyebut kinerja yang ditunjukkan baik.
Kemudian, 18,1 persen responden merasa kepemimpinan yang ditunjukkan merakyat.
Ada 14,4 persen responden puas terhadap kerja Prabowo-Gibran karena sering mendapatkan bansos.
Survei Litbang Kompas ini dilakukan melalui wawancara tatap muka yang diselenggarakan dari tanggal 4-10 Januari 2025.
Sebanyak 1.000 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia.
Tingkat kepercayaan 95 persen dengan “margin of error” penelitian +/- 3,10 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meskipun demikian, kesalahan di luar pemilihan sampel dimungkinkan terjadi.
Survei dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas (PT. Kompas Media Nusantara).
Tag: #balik #tingginya #tingkat #kepuasan #pemerintah #pengawasan #jangan #melemah