PKB Khawatir DPR Jegal Putusan MK Soal Presidential Threshold
Sebab kata Luluk, MK memberi kewenangan bagi DPR sebagai pembentuk undang-undang, melakukan rekayasa konstitusi untuk membatasi banyaknya jumlah capres.
Sehingga menurutnya ada potensi penjegalan atau hambatan bagi partai politik (parpol) mengajukan capres jagoannya di pilpres 2029.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk Kontroversi Pemilihan Presiden Pasca Pembatalan Syarat Ambang Batas Oleh MK yang digelar secara daring pada Minggu (12/1/2025).
"Ini kalau udah diberikan hak konstitusional itu kepada DPR, maka pertanyaan kita sederhana aja. Emang DPR atau partai politik ingin melepaskan semua hak istimewa yang dimiliki selama ini? Atau kemudian akan terjadi konsolidasi kekuasaan yang akan luar biasa ke depan?" kata Luluk.
Luluk menjelaskan, ada andil aktor politik di setiap keputusan politik yang penting.
Dikatakan Luluk, aktor-aktor politik itu memiliki kekuasaan yang mampu mempemgaruhi perpolitikan tanah air.
Selain itu, lanjut Luluk, sejauh kekuatan politik dan ekonomi dikuasai segelintir elite, maka putusan MK tersebut tidak akan berarti apa-apa.
"Saya melihatnya bahwa apapun putusan itu ya, misalnya tidak akan serta-merta kemudian ini akan memunculkan calon-calon yang tiba-tiba menjamur gitu," ujar Luluk.
"Karena tadi dibilang ya, belum tentu kalau misalnya syarat pembentukan partai itu juga dipersulit atau kemudian syarat ikut pemilu juga kemudian itu dipersulit gitu ya. Belum lagi kalau kemudian terjadi konsolidasi kekuasaan," pungkasnya.
Hapus Syarat Ambang BatasDiberitakan sebelumnya MK telah menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu melalui putusan atas permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024.
Dengan demikian setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu memenuhi persyaratan minimal dukungan suara tertentu.
Namun, MK juga memberikan catatan penting.
Catatan itu yakni dalam praktik sistem presidensial di Indonesia yang didukung model kepartaian majemuk, potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat membengkak hingga sama dengan jumlah partai peserta pemilu.
Hal tersebut dinilai menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik.
Mahkamah juga menegaskan penghapusan syarat ambang batas adalah bagian dari perlindungan hak konstitusional partai politik.
Namun menurut Mahkamah, revisi UU Pemilu yang akan datang diharapkan dapat mengatur mekanisme untuk mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif dan sesuai dengan prinsip demokrasi langsung.
MK juga menyoroti meski konstitusi memungkinkan pemilu dua putaran, namun jumlah pasangan calon yang terlalu banyak tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidensial di Indonesia.
Dengan demikian, keputusan itu diharapkan menjadi titik balik dalam dinamika pemilu Indonesia, sekaligus menyeimbangkan hak konstitusional partai politik dengan kebutuhan stabilitas demokrasi.
Putusan MK terkait penghapusan syarat ambang batas tersebut merupakan putusan atas permohonan yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
MK menegaskan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama Gedung MK Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025).
Tag: #khawatir #jegal #putusan #soal #presidential #threshold