Respons 3 Partai Nonparlemen usai MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen
Dalam putusannya, MK menyatakan pengusulan presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sementara, salah satu pertimbangan MK menghapus aturan tesebut adalah karena frasa yang berbunyi 'perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya' yang tertuang dalam Pasal 222 UU Pemilu, telah menghilangkan hak konstitusional partai peserta pemilu yang tidak memiliki persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya.
Tak cuma itu, MK juga menganggap penentuan presidential treshold tidak jelas terkait penghitungannya.
MK juga menilai penentuan presidential threshold hanya menguntungkan partai politik (parpol) besar saja.
Di sisi lain, MK menilai masyarakat hanya memiliki alternatif pilihan paslon akibat adanya aturan presidential threshold.
Dengan adanya putusan ini, maka partai yang tidak lolos parlemen, bisa mengusung calon presiden (capres) sendiri.
Terkait putusan ini, bagaimana partai nonparlemen menanggapinya?
Partai Ummat
Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi, mengatakan pihaknya menyambut baik atas putusan MK yang menghapus presidential threshold 20 persen.
Menurutnya, putusan tersebut adalah kabar gembira bagi partai yang dipimpinnya.
"Kami menyambut baik dan bergembira atas keputusan MK hari ini (kemarin) yang sebenarnya pernah kami ajukan pada tahun 2022 dengan tuntutan yang sama, tetapi saat itu ditolak MK. Alhamdulillah tahun ini disetujui," katanya dalam rilis pers yang diterima Tribunnews.com, Jumat (3/1/2025).
Ridho berharap DPR segera melakukan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar seluruh pihak bisa bersiap untuk mengantisipasinya.
Dia menganggap putusan MK ini wujud pengimplementasian kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpinnya.
Selain itu, sambungnya, juga sebagai pemulihan hak konstitusional rakyat dalam pemilu.
"Rakyat diberikan alternatif yang bervariatfi dengan hadirnya para putra terbaik bangsa untuk dapat ikut berkontestasi."
"Tidak lagi calon-calon yang sudah ditentukan oleh sebagian pihak yang selama ini sering disebut sebagai oligarki," kata Ridho.
Ridho juga meyakini dihapusnya presidential treshold akan meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan presiden (Pilpres).
"Ini adalah sinyal baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, seakan mengembalikan cahaya demokrasi di era pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ini," tegasnya.
Partai Buruh
Partai Buruh menyatakan kesiapannya untuk mencalonkan calon presiden pada pemilihan umum (Pemilu) 2029.
Hal tersebut, disampaikan Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, sebagai respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.
"Hari ini, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa presidential threshold adalah 0 persen atau dihapus."
"Dengan ini, pada Pemilu 2029, Partai Buruh bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain," kata Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis.
Said Iqbal menekankan, putusan MK bersifat final dan mengikat, termasuk bagi Pemerintah dan DPR.
Lebih lanjut, Said Iqbal mengatakan, keputusan ini menjadi tonggak penting bagi demokrasi Indonesia, karena mengembalikan kedaulatan kepada rakyat.
Ia menambahkan, keputusan ini membuka peluang bagi buruh pabrik untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di Pilpres 2029, mirip dengan yang terjadi di Brasil, Australia, dan negara-negara lainnya.
"Keputusan MK ini adalah kemenangan rakyat, kemenangan demokrasi, dan kebangkitan kelas pekerja."
"Kami, Partai Buruh, akan terus berjuang untuk memastikan bahwa demokrasi benar-benar melayani kepentingan rakyat, bukan hanya elite," tandasnya.
Partai Hanura
Senada dengan dua partai nonparlemen sebelumnya, Partai Hanura juga menyambut baik penghapusan presidential threshold oleh MK.
Sekjen Partai Hanura, Benny Rhamdani mengatakan putusan tersebut adalah progresif.
"Bagus ya, keputusan yang progresif lah. Kenapa progresif? kita kan tidak harus melihara ya, undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 dengan konstitusi."
"Jadi melihara, apalagi merawatnya dalam waktu yang cukup lama," kata Benny saat dikonfirmasi, Kamis.
Di sisi lain, Benny mengatakan, pihaknya juga memberikan catatan kepada MK.
Menurutnya, seharusnya hakim konstitusi juga menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.
Sebab, kata Benny, sejumlah partai politik yang tidak lolos ke parlemen memiliki dukungan suara rakyat cukup besar.
"Contohnya, misalnya pemilu legislatif 2024 itu menghasilkan beberapa partai yang tidak lolos ke parlemen, tapi memiliki pendukung yang begitu besar, ya. Jumlahnya yaitu 17 juta," ungkapnya.
"Jadi, ada 17 juta kepala manusia warga negara Indonesia yang tidak memiliki perwakilan politik di parlemen. Karena partai yang didukung itu tidak lulus PT, kan, gitu ya. Kenapa tidak lulus PT? Karena PT-nya 4 persen," lanjutnya.
Alasan MK Kabulkan Gugatan Presidential Threshold
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan sejumlah putusan perkara uji materiil citra diri peserta pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dan timnya yang merupakan mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Adapun permohonan tersebut terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
Satu hal yang dapat dipahami mahkamah , penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.
MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.
Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.
Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua paslon.
Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya dua paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.
Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.
Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.
Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.
"Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:
Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.
Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Dalam mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya
Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
"Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil," kata Saldi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Danang Triatmojo/Chaerul Umam/Igman Ibrahim)
Artikel lain terkait Presidential Threshold
Tag: #respons #partai #nonparlemen #usai #hapus #presidential #threshold #persen