MK Hapus Presidential Threshold, Eks Anggota KPU: Ini Kado Awal Tahun Buat Kita Semua
Pegiat pemilu sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini dan Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (7/8/2024).  
22:05
2 Januari 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Eks Anggota KPU: Ini Kado Awal Tahun Buat Kita Semua

- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus syarat ambang batas atau presidential threshold pencalonan presiden dan wakil presiden, disebut jadi kado awal tahun untuk para pejuang demokrasi dan masyarakat Indonesia secara umum. 

"Ini adalah hadiah awal tahun yang memberikan harapan besar untuk kita semua," kata Direktur Eksekutif Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

Menurutnya, putusan MK ini jadi harapan besar bagi masyarakat Indonesia yang selama ini dibelenggu oleh satu sistem pemilihan presiden tak berkeadilan dan merugikan para pemilih.

Hadar meyakini publik secara keseluruhan bergembira dengan langkah berani MK yang punya semangat memperbaiki demokrasi di Indonesia.

"Saya kira masyarakat Indonesia tidak hanya kami, tetapi kami yakini seluruh warga Indonesia," katanya.

Anggota KPU RI 2012-2017 ini berharap peniadaan syarat ambang batas pengusungan paslon Pilpres dapat membuka ruang besar kepada sosok - sosok potensial yang selama ini terhalang aturan tersebut.  

Di sisi lain, lewat penghapusan ini, publik atau pemilih juga diberikan alternatif pilihan capres dan cawapres yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, bukan lagi diatur oleh parpol besar yang berkuasa.

"Jadi, mudah-mudahan pemilihan presiden kita ke depan itu betul-betul membuka ruang yang besar kepada kita, warga masyarakat Indonesia juga punya alternatif-alternatif pilihan calon presiden dan itu menggambarkan betul-betul aspirasi kita semua nantinya," ucap Hadar.

MK Hapus Ambang Batas Pengusungan Capres dan Wapres

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan calon presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan sejumlah putusan perkara uji materiil citra diri peserta pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).  Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan sejumlah putusan perkara uji materiil citra diri peserta pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).  (Tribunnews.com/Danang Triatmojo)

Selain itu, setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan adanya upaya agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

Bahkan, jika pengaturan ini dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden ikut terjebak dengan calon tunggal.

Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat untuk menyediakan banyak pilihan paslon.

“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

 

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #hapus #presidential #threshold #anggota #kado #awal #tahun #buat #kita #semua

KOMENTAR