DPR Khawatir Penerapan PPN 12 Persen Tahun Depan Berdampak Terhadap Inflasi
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Demokrat, Herman Khaeron. 
13:37
18 Desember 2024

DPR Khawatir Penerapan PPN 12 Persen Tahun Depan Berdampak Terhadap Inflasi

- Anggota DPR RI, Herman Khaeron, mengatakan masyarakat dapat segera beradaptasi terhadap kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Dia khawatir, ada kemungkinan terjadi inflasi dampak dari kenaikan PPN yang rencananya berlaku tahun depan.

"Mudah-mudahan bisa segera adaptasi, karena biasanya daya beli menyesuaikan terhadap harga, meski besar kecilnya dampak terhadap inflasi atas kenaikan PPN menurut saya mungkin ada," kata Herman kepada wartawan, Rabu (18/12/2024).

Namun, Herman meminta semua pihak menunggu implementasi penerapan kenaikan PPN 12 persen.

Politikus Demokrat itu juga berharap pemerintah memberikan formulasi lain imbas kenaikan PPN tersebut. 

Saat ini, pemerintah sudah membebaskan pajak untuk sembako, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air. 

"Kita tunggu formula yang tepat dari pemerintah selain memberikan fasilitas pajak nol persen untuk barang dan jasa terkait sembako," ucapnya.

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Sesuai dengan amanat UU HPP dengan jadwal yang ditentukan tarif PPN akan naik 12 persen per 1 Januari 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).

Airlangga menyampaikan, untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1 persen atau hanya dikenakan tarif 11 persen saja.

Barang-barang pokok yang dikenakan tarif 11 persen yakni, minyak goreng dengan kemasan Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

“Jadi stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan dan minuman yang peranannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi yakni 36,3 persen, juga tetap 11 persen (tarif PPN),” ungkapnya.

Adapun Airlangga menyampaikan, pemerintah juga menerapkan pengecualian objek PPN

“Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat PPN diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang seperti kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan telur, sayur, susu, jasa pendidikan, angkutan umum, seluruhnya bebas PPN,” ucapnya.

Beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi:

  1. Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging
  2.  Telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi
  3. Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja
  4. Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
  5. Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
  6. Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
  7. Rusun sederhana, Rusunami, RS, dan RSS
  8. Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional
  9. Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak.
  10. Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi
  11. Emas batangan dan emas granula
  12. Senjata/alutsista dan alat foto udara.
Editor: Adi Suhendi

Tag:  #khawatir #penerapan #persen #tahun #depan #berdampak #terhadap #inflasi

KOMENTAR