Tentara Pelajar Diusulkan jadi Pahlawan Nasional, Ahli Sejarah Ingatkan Pentingnya Aspek Politik
Ia menegaskan ihwal aspek politik sering kali berperan setelah syarat-syarat teknis dipenuhi.
“Kalau soal alasan mereka dipilih sebagai Pahlawan Nasional itu sudah memenuhi syarat. Tapi kan begitu banyak orang yang memenuhi syarat. Siapa yang diprioritaskan,” ujar Asvi saat diwawancarai usai jadi narasumber dalam diskusi di Gedung Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD), Matraman, Jakarta, Sabtu (14/12/2024).
”Nah, itu baru, aspek politiknya itu baru muncul. Aspek politiknya setelah aspek tadi, persyaratan umum teknis itu dipenuhi, aspek politiknya setelah itu. Itu bermain juga,” sambungya.
Ia mencontohkan kontroversi pengusulan Soeharto dan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional pada 2010 yang memicu perdebatan publik.
“Suharto itu ada pro dan kontra pada saat itu. Dan Gus Dur, ketika mau diterima, itu ada masalah, kok Gus Dur diterima? Misalnya Suharto kok tidak? Nah, akhirnya Gus Dur dan Suharto dua-duanya tidak,” jelas Asvi.
Untuk menyeimbangkan tuntutan, lanjutnya, muncul pola pengangkatan kiai-kiai Nahdalatul Ulama (NU) sebagai Pahlawan Nasional.
“Mulailah kiai-kiai yang lain. Kiai Haji Idham Chalid, yang lain-lain dan itu berketerusan. Kemudian dengan NU semakin dekat dengan penguasa, ya mulai banyak kiai,” jelasnya,
“Jadi ada kecenderungan, saya katakan tadi, dalam periode kedua Pak Jokowi, setiap tahun itu ada dua orang kiai. Dalam periode pertama, satu orang. Jadi ada peningkatan,” sambungnya.
Menurut Asvi, pola ini kemungkinan akan berubah dengan pergantian presiden.
“Ya mungkin polanya akan bergeser,” tuturnya.
Usulan Herman Yoseph Fernandez sebagai Pahlawan Nasional Peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan ahli sejarah, Asvi Warman Adam saat jadi narasumber dalam "Seminar Nasional: Sosok dan Kepahlawanan Herman Yoseph Fernandez" yang berlangsung di Gedung Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD), Matraman, Jakarta, Sabtu (14/12/2024). (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow)Asvi menjadi narasumber dalam diskusi di PPAD yang membahas pengusulan Herman Yoseph Fernandez, pejuang asal Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai Pahlawan Nasional.
Herman Yoseph Fernandez dikenal sebagai anggota Tentara Pelajar yang terlibat dalam Palagan Sidobunder di Kebumen, Jawa Tengah, pada 31 Desember 1948.
Herman Yoseph Fernandez, yang lahir pada 3 Juni 1925, merupakan putra keempat pasangan Marcus Suban Fernandez dan Fransisca Theresia Pransa Carvalho Kolin, yang beretnis Lamaholot.
Nilai-nilai budaya Lamaholot, seperti gotong royong (gemohing), keberanian, dan penghargaan terhadap pendidikan, membentuk karakter Herman Yoseph Fernandez sebagai pemimpin dan pejuang.
Dalam Palagan Sidobunder, Herman dituduh menembak mati Kapten Nex, perwira Belanda, yang berujung pada penangkapannya dan hukuman mati oleh regu tembak Belanda.
Keberaniannya diakui dengan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta, berdekatan dengan makam Jenderal Soedirman dan tokoh besar lainnya.
Meskipun keberaniannya telah diabadikan melalui berbagai monumen, seperti Monumen Sidobunder di Kebumen, namanya belum begitu dikenal luas.
Buku bertajuk “Ringkasan Eksekutif Naskah Akademik Herman Yoseph Fernandez: Cahaya dari Timur untuk Indonesia” dalam diskusi menegaskan kontribusi Herman sebagai simbol perjuangan pemuda Indonesia Timur yang gigih melawan penjajah demi mempertahankan kemerdekaan.
Pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk HermanYoseph Fernandez menjadi bagian dari upaya memperjuangkan pengakuan bagi sosok pejuang dari wilayah luar Jawa dan Sumatera.
Diskusi ini juga menggarisbawahi bahwa dinamika politik tetap menjadi faktor utama yang menentukan penetapan gelar Pahlawan Nasional.
Tag: #tentara #pelajar #diusulkan #jadi #pahlawan #nasional #ahli #sejarah #ingatkan #pentingnya #aspek #politik