Menag Nasaruddin Umar Bertekad, Guru Ngaji Tidak Lagi Digaji Rp 100 Ribu, Turunkan Angka Buta Alquran 72 Persen
– Masyarakat rela merogoh uang besar membayar les matematika, bahasa Inggris, berenang, atau sejenisnya. Tetapi, tidak demikian ketika memilih tempat untuk mengaji. Iuran dari orang tua cukup sedikit, akibatnya guru ngaji juga mendapatkan penghasilan yang cukup minim.
Fakta tersebut diungkapkan Menag Nasaruddin Umar dalam peresmian Pusat Layanan Keagamaan Islam (PLKI) Unit Percetakan Alquran (UPQ) Kemenag di Ciawi, Kab. Bogor pada Rabu (4/12). Bangunan PLKI UPQ Kemenag yang berdiri di lahan seluas 2 hektare lebih itu terlihat sangat mencolok dibandingkan bangunan-bangunan di sekelilingnya.
Setelah memberikan sambutan, Nasaruddin berkeliling komplek PLKI UPQ tersebut. Di antaranya dia melihat hasil percetakan mushaf Alquran yang sudah tertata rapi. Kemudian juga melihat sejumlah karya seni kaligrafi yang dipajang menghiasi dinding bangunan utama.
Setelah itu, Nasaruddin beserta rombongan berjalan menuju gedung utama percetakan. Gedungnya cukup luas. Pengunjung bisa melihat proses percetakan Alquran dari lantai dua. Di tengahnya terdapat dua set mesin percetakan. Selain itu, juga ada sejumlah mesin lain untuk mencetak sampul dan sejenisnya.
Setelah berkeliling, Nasaruddin memberikan pernyataan kepada awak media yang ikut rombongan peresmian. Nasaruddin mengatakan UPQ sejatinya fasilitas yang sudah cukup lama dimiliki oleh Kemenag. Tetapi sebelumnya hanya mampu memproduksi sekitar 200 ribu eksemplar mushaf Alquran setiap tahun. "Untuk itu dilakukan revitalisasi," katanya.
Dia mengatakan setelah dilakukan revitalisasi, kapasitas percetakan mushaf Alquran di UPQ Kemenag itu menjadi lebih besar. Yaitu mencapai 1,7 juta eksemplar setiap tahunnya. Namun kemampuan itu masih kurang jika dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat.
Nasaruddin mengungkapkan data yang terbaru menyebutkan Indonesia membutuhkan enam juta eksemplar Alquran setiap tahunnya. Sehingga masih ada kekurangan yang cukup banyak. Kebutuhan mushaf atau Alquran fisik itu tidak bisa digantikan dengan Alquran digital.
"Karena berbeda antara membaca Alquran secara fisik dengan Alquran digital," katanya. Nasaruddin mengatakan berkah membaca Alquran fisik lebih besar dibandingkan Alquran digital. Karena Alquran digital yang tersimpan di HP, bisa jadi bercampur dengan aplikasi-aplikasi lainnya.
Dengan masih kurangnya stok mushaf Alquran tersebut, Nasaruddin mengatakan berdampak pada banyak aspek. Salah satunya masih tingginya angka buta alquran di tengah-tengah masyarakat. Dari hasil survei yang dilakukan kampus PTIQ menyebutkan, dari 3.000-an responden, sekitar 72 persen tidak bisa membaca Alquran alias buta Alquran.
Jika ditarik kebelakang, kondisi itu tidak disebabkan kurangnya mushaf Alquran semata. Tetapi juga kurangnya tenaga guru ngaji Alquran. Jika dibuat perbandingan, Nasaruddin mengatakan satu orang guru ngaji di Indonesia mengajar seribu lebih anak. Karena jumlah guru ngaji di Indonesia tidak sampai satu juta orang.
Selain itu, guru ngaji juga menghadapi tantangan lainnya. Yaitu mendapatkan gaji yang jauh dari layak. "40 persen dari 928 ribu guru ngaji, mendapatkan gaji Rp 100 ribu setiap bulannya," katanya. Nasaruddin mengakui dengan gaji tersebut, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Dia menegaskan Kemenag akan terus mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan kesejahteraan guru ngaji itu.
Tag: #menag #nasaruddin #umar #bertekad #guru #ngaji #tidak #lagi #digaji #ribu #turunkan #angka #buta #alquran #persen