Kemnaker Peringatkan R-Permenkes Produk Tembakau Berpotensi Tambah Angka Pengangguran
Indah Anggoro Putri, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, menyarankan Kemenkes agar melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait.
Indah mengungkapkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 terkait Pengamanan Zat Adiktif dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) mengenai produk tembakau dan rokok elektronik, disusun tanpa melibatkan pihak Kemnaker.
Ia pun mengingatkan aturan tersebut berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan menghambat target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diusung Presiden Prabowo.
Indah mengatakan, dampak dari PP Kesehatan dan R-Permenkes bisa memperberat angka PHK, yang kini mencapai 63.947 orang, serta mengancam pekerjaan 2,2 juta tenaga kerja di sektor tembakau.
"Kami belum pernah dilibatkan dalam penyusunan R-Permenkes. Kami dikritik kurang public hearing, tidak meaningfull participation. Mari, sama-sama kita bahas, kami siap diundang dalam rapat," ujar Indah pada Diskusi Serap Aspirasi Mata Rantai IHT yang diadakan DPR RI, Selasa (12/11).
"Kami, Kemnaker sangat concern dengan aturan ini, kami lintas Kementerian/Lembaga memang seyogyanya tidak boleh gaduh. Sesama regulator harus bekerjasama, berkolaborasi."
"Kami melihat dampak dari PP Kesehatan dan R-Permenkes berpotensi menambah beban PHK yang saat ini jumlahnya: 63.947 orang. Kalau aturan ini dibuat terlalu kencang, mohon maaf, ini akan menambah beban 2,2 juta tenaga kerja ter-PHK," kata dia.
Dampak Besar pada Sektor Kreatif dan Sosial-Ekonomi
Indah juga menjelaskan bahwa dampak aturan ini tidak hanya akan dirasakan oleh pekerja industri rokok, tetapi juga pekerja kreatif di sektor pendukung.
Ia mengkhawatirkan risiko sosial-ekonomi, terutama bagi anak muda yang kehilangan pekerjaan dan rentan terpengaruh masalah sosial lainnya.
"Dari total sekitar 6 juta tenaga kerja IHT, jangan dilupakan, ada 725.000 pekerja kreatif yang merupakan bagian dari industri pendukung."
"Ketika 725.000 tenaga kreatif ini ter-PHK, mereka menghadapi tantangan besar. Tanpa program penanganan yang instan, banyak yang akan menghadapi risiko seperti judi online dan narkotika. Tolong perhatikan dampak ini," paparnya.
Sebagian besar tenaga kerja di sektor tembakau juga adalah perempuan, yang mayoritas menjadi tulang punggung keluarga rentan. Indah mengingatkan pentingnya keberpihakan negara terhadap mereka.
"Mereka menghidupi ekonomi keluarga, yang merupakan rumah tangga rentan. Di sini negara perlu hadir untuk melindungi mereka agar jangan semakin terpuruk. Jangan sampai dampak sosio-ekonomi dari aturan ini lebih buruk," sebutnya.
Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso, Muhammad Yazid, juga menolak aturan ini.
Yazid menyampaikan bahwa sekitar 2,5 juta petani di 15 provinsi menggantungkan hidupnya dari tembakau.
Ia mencontohkan, di Kabupaten Bondowoso dari total 23 kecamatan, masyarakat di 22 kecamatan mengandalkan tembakau sebagai mata pencaharian utama.
"Ada 5.000 petani tembakau, dengan luas lahan 10.000 hektar. Hasil dari tembakau ini, tiga kali lipat dari tanaman palawija. Inilah potret pertembakauan di daerah-daerah sentra lainnya di Indonesia," kata Yazid melalui keterangan kepada Tribunnews.
"PP Kesehatan dan R-Permenkes Ini adalah hantaman dan pukulan bagi petani. Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang dan dihentikan pembahasannya," tegas Yazid.
Petani yang disebut-sebut oleh Anggota DPR sebagai soko guru pembangunan juga memohon agar keberadaannya dipertimbangkan oleh Kemenkes saat penyusunan aturan dilakukan.
"Kami berupaya terus bertahan sejak COVID-19. Belum pulih seluruhnya, sekarang dihantam dengan R-Permenkes yang akan memukul kami. Tolong diperhatikan nasib kami petani. Kalau di hilir sudah ditekan, hulu juga terkena imbas, diperlakukan tidak adil, mau dibawa ke mana IHT ini?" ungkapnya.
Pentingnya Kolaborasi dan Inklusi dalam Penyusunan Aturan
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, meminta pemerintah untuk menahan ego sektoral dalam penyusunan R-Permenkes.
Khususnya terkait dorongan penyeragaman kemasan rokok tanpa merk dan industri, ia memperingatkan bahwa aturan ini bisa memicu maraknya rokok ilegal.
Willy juga menyoroti kontribusi besar industri hasil tembakau (IHT) melalui cukai sebesar Rp213 triliun.
"Kalau Kemenkes ini masih keras kepala, celaka kita semua," kata Willy.
Willy juga menekankan, tidak adil membandingkan industri hasil tembakau (IHT) dengan kesehatan. Ia menyoroti kontribusi besar IHT melalui cukai yang diterima negara.
"Ingat, kontribusi cukai yang disumbangkan Rp213 trikiun, sementara industri farmasi, kita hanya konsumen. Kita hanya pasar, konsumer semata-mata. Mau jadi apa negeri ini? Kita harus belajar dari Sritex, sudah banyak pengangguran. Terus kita mau buat peraturan semena-mena? Ojo, Pak..jangan," tambah Willy.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh dr. Sundoyo, Staf Ahli Menteri Kesehatan, berjanji akan melibatkan kementerian terkait dan memastikan partisipasi masyarakat dalam pembahasan lebih lanjut.
"Kemenkes dalam menyusun kebijakan itu pasti menyerap aspirasi pemangku kepentingan. Termasuk salah satunya melalui proses public hearing. Dan, dalam menyusun R-Permenkes ini kam tidak akan keluar dari tatacara perundangan, partisipasi masyarakat harus diekepedankan, sebab ada dua kepentingan yang harus dicari titik tengahnya. Yang satu sisi ekonomi, satu lagi kesehatan," ujar Sundoyo.
(Tribunnews.com/Tio)
Tag: #kemnaker #peringatkan #permenkes #produk #tembakau #berpotensi #tambah #angka #pengangguran