Indeks Kebebasan Pers Tahun 2024 Turun, Dewan Pers Ungkap Sebab dan Beri Delapan Rekomendasi
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Atmaji Sapto Anggoro saat memaparkan hasil Indeks Kebebasan Pers Tahun 2024 di sebuah hotel di kawasan Kuningan Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024). 
16:17
5 November 2024

Indeks Kebebasan Pers Tahun 2024 Turun, Dewan Pers Ungkap Sebab dan Beri Delapan Rekomendasi

- Dewan Pers merilis Indeks Kebebasan Pers (IKP) Tahun 2024 yang memotret peristiwa-peristiwa pada 2023.

Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Atmaji Sapto Anggoro mengatakan hasil survei IKP Tahun 2024 menghasilkan nilai indeks nasional sebesar 69,36 dan termasuk ke dalam kategori “Cukup Bebas”. 

Hal itu disampaikannya dalam Peluncuran Hasil Survei IKP Tahun 2024 di sebuah Hotel Kawasan Kuningan Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024).

"Hasil itu apa maknanya? Hasil itu turun dua tahun terakhir. Angka itu diperoleh dari rata-rata variabel Lingkungan Fisik Politik 70,06, Lingkungan Ekonomi variabel terendag 67,74 dan Lingkungan Hukum 69,44," kata Sapto.

"IKP tahun 2024 seolah-olah mengonfirmasi bahwa pers tidak baik-baik saja. Turunnya nilai IKP dalam dua tahun berturut-turut mengonfirmasi situasi ekonomi dan politik yang kurang mendukung ekosistem pers," lanjutnya.

Berdasarkan salinan dokumen Ringkasan Eksekutif yang diterima, penyebab turunnya skor IKP Tahun 2024 dibandingkan Tahun 2023 ditentukan dengan terlebih dahulu membuat kriteria penentuan indikator yang lemah sehingga menjadi prioritas untuk diperbaiki berdasarkan hasil Survei IKP Tahun 2024.

Kriteria tersebut di antaranya:


1. Di Tahun 2024, suatu indikator memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai total lingkungannya. 

Alasan tersebut dianggap penting diambil karena jika ingin menaikkan nilai IKP di tahun berikutnya maka perbaikilah semua indikator yang bernilai di bawah rata-rata nilai di lingkungannya.

2. Selama 6 tahun terakhir, suatu indikator memiliki nilai yang sebagian besar lebih rendah dibandingkan nilai total lingkungannya.

Alasan itu dianggap penting diambil karena indikator-indikator tersebut selalu menjadi pekerjaan rumah hampir di setiap tahunnya sehingga tahun ini harus menjadi prioritas untuk dapat segera diperbaiki.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka indikator di Lingkungan Fisik dan Politik yang lemah dan menjadi prioritas untuk dibenahi berturut-turut adalah: Kebebasan dari Kekerasan (62,69), Kebebasan dari Intervensi (68,90), Kesetaraan Bagi Kelompok Rentan (69,08), dan Akurat dan Berimbang (69,11).

Untuk Lingkungan Ekonomi, indikator yang menjadi prioritas untuk diperbaiki adalah Independensi dari Kelompok Kepentingan yang Kuat dan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) memiliki nilai lebih rendah dibandingkan rata-rata indikator di Lingkungan Ekonomi. 

Kedua indikator tersebut ternyata merupakan indikator dengan nilai di bawah rata-rata selama 6 tahun terakhir, dan sampai dengan Tahun 2024 ini masih di bawah rata-rata nilai indikator di Lingkungan Ekonomi. 

"Rendahnya kedua indikator ini karena banyaknya perusahaan pers yang mengandalkan pemasukan dari hasil kerja sama dengan pemilik dana," ujar Sapto.

"Para responden atau informan ahli yang kita datangi di seluruh provinsi, kita datang ke 38 provinsi, memandang bahwa hal itu tentu mengurangi independensi media dalam pemberitaannya," sambungnya.

Secara umum nilai Lingkungan Hukum di Tahun 2024 hanya turun sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan dan menjadi prioritas untuk diperbaiki mengingat angkanya di Tahun 2024 berada di bawah rata-rata nilai Lingkungan Hukum.

Indikator tersebut adalah Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas (62,72), dan Independensi dan Kepastian Hukum Lembaga Peradilan (67,97).

Khusus indikator Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas nilainya tercatat terus berada di bawah rata-rata lingkungan selama 6 tahun terakhir.

Hal itu menunjukkan bahwa indikator tersebut selalu menjadi pekerjaan rumah dan sampai Tahun 2024 ini masih menunjukkan nilai yang relatif rendah. 

Sedangkan indikator Independensi dan Kepastian Hukum Lembaga Peradilan adalah indikator yang baru di Tahun 2024 menunjukkan kelemahan. 

Dengan demikian, kedua indikator tersebut dapat menjadi prioritas untuk diperbaiki mengingat nilainya yang lebih rendah dibanding rata-rata, dan juga selalu di bawah rata-rata nilai Lingkungan Hukum selama 6 tahun terakhir.

Secara keseluruhan Dewan Pers mencatat indikator yang menjadi isu utama dan prioritas untuk diperbaiki, yaitu: Kebebasan dari Kekerasan, Kebebasan dari Intervensi, Akurat dan Berimbang, Kesetaraan Bagi Kelompok Rentan, Independensi dari Kelompok Kepentingan yang Kuat, Tata Kelola Perusahaan yang Baik, Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas, dan Independensi dan Kepastian Hukum Lembaga Peradilan.

Berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan di atas, dengan demikian ada delapan indikator yang menjadi isu utama dan menjadi prioritas untuk diperbaiki berdasarkan Survei IKP Tahun 2024, yaitu:

1. Di Lingkungan Fisik dan Politik:

a) Kebebasan dari Kekerasan (62,69),

b) Kebebasan dari Intervensi (68,90),

c) Kesetaraan Bagi Kelompok Rentan (69,08).

d) Akurat dan Berimbang (69,11).

2. Di Lingkungan Ekonomi:

a) Independensi dari Kelompok Kepentingan yang Kuat (65,69)

b) Tata Kelola Perusahaan yang Baik (63,74).

3. Di Lingkungan Hukum:

a) Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas (61,60),

b) Independensi dan Kepastian Hukum Lembaga Peradilan (67,52).

Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Dewan Pers itu mengukur 3 variabel lingkungan dan 20 indikator yang sama dengan tahun sebelumnya.

Sebanyak 20 indikator itu yaitu Lingkungan Fisik dan Politik mengukur 9 indikator, Lingkungan Ekonomi mengukur 5 indikator, dan Lingkungan Hukum mengukur 6 indikator. 

Survei dilaksanakan Mei sampai September 2024 di 38 provinsi di Indonesia dengan melibatkan 407 orang informan ahli, yang terdiri dari 393 informan ahli dari 38 provinsi dan 14 informan ahli tingkat nasional (National Assessment Council/NAC).

Sejak dikembangkan mulai Tahun 2014, Dewan Pers telah melaksanakan Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) setiap tahun selama sebelas tahun terakhir. 

Metode Mixed Method yang konsisten sudah dilaksanakan sejak Tahun 2019 yang melibatkan sejumlah informan ahli dari unsur Negara, unsur Dunia Usaha, dan unsur Civil Society yang terdiri dari jurnalis, akademisi, LSM, perwakilan organisasi wartawan dan masyarakat umum. 

Sejak Tahun 2019 Dewan Pers mulai melibatkan para informan ahli di seluruh provinsi di Indonesia dengan memberi kesempatan mereka untuk menilai kondisi kemerdekaan pers di wilayahnya masing-masing melalui kuesioner yang lalu dilanjutkan dengan forum diskusi di tiap provinsi untuk mendalami berbagai masalah terkait isu kemerdekaan pers di wilayahnya masing-masing.

Diskusi kemudian dilanjutkan ke tingkat nasional dengan melibatkan informan ahli tingkat nasional dalam sesi National Assessment Council (NAC) yang diselenggarakan di Jakarta. 

Pada tahun 2024 ini, Dewan Pers melakukan survei di seluruh 38 provinsi di Indonesia dengan melibatkan juga 4 provinsi baru hasil pemekaran di Papua.

Kalimantan Selatan Raih Nilai Tertinggi

Dewan Pers menyatakan Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan nilai IKP tertinggi di Indonesia dengan nilai 80,91.

Provinsi tersebut menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang berkategori “Bebas”.

Sementara 37 provinsi lainnya hanya memperoleh kategori di bawahnya, yaitu “Cukup Bebas”. 

Dewan Pers menyatakan Provinsi Kalimantan Selatan memiliki nilai IKP yang tinggi karena adanya peningkatan signifikan dari Kondisi Lingkungan Fisik Politik (+2,90), sedangkan Lingkungan Ekonomi dan Lingkungan Hukum mengalami penurunan -1,12 dan -1,59 poin.

Dewan Pers juga mencatat indikator Pendidikan Insan Pers merupakan indikator yang dinilai paling tinggi di Kalimantan Selatan. 

Selain itu Kebebasan Media Alternatif (86,67), Kebebasan Berserikat (85,56), dan Keragaman Pandangan (85,17) juga memiliki nilai yang sangat tinggi.

8 Rekomendasi

Dalam salinan dokumen Ringkasan Ekesekutif yang diterima, Dewan Pers mengemukakan delapan rekomendasi atas hal tersebut, di antaranya:

Pertama. Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung perlu mengawal proses penegakan hukum yang adil dan tuntas dengan mengutamakan penerapan UU Pers dan mengedepankan hukum perdata dibandingkan hukum pidana pada kasus-kasus hukum yang melibatkan pers serta menangani secara tuntas kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.

Kedua, terkait itu, Dewan Pers perlu memperkuat strategi dan melaksanakan kembali sosialisasi yang lebih efektif kepada berbagai lembaga penegakan hukum mengenai pentingnya UU Pers untuk menjadi rujukan utama proses hukum yang terkait jurnalisme demi upaya membangun jurnalisme pers sebagai salah satu dari empat pilar demokrasi.

Ketiga, Dewan Pers perlu melanjutkan sosialisasi yang lebih masif mengenai pentingnya jurnalisme yang independen dan profesional serta perbedaan antara perusahaan pers yang terverifikasi Dewan Pers dengan yang tidak untuk membantu pemerintah daerah membangun kemitraan yang sehat dengan perusahaan pers guna meningkatkan kebebasan pers dari adanya intervensi dan independensi dari kelompok kepentingan yang kuat.

Keempat, Kemendagri perlu menyusun aturan atau imbauan teknis kepada pemerintah daerah untuk mendahulukan kerjasama pemberitaan dengan perusahaan pers yang sudah terverifikasi Dewan Pers.

Hal itu termasuk imbauan kepada pemerintah daerah untuk membuat aturan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas serta aturan mengenai Kesetaraan bagi Kelompok Rentan.

Kelima, Dewan Pers bekerjasama dengan organisasi media dan organisasi jurnalis perlu memperkuat strategi peningkatan kompetensi sekaligus pengawasan terhadap insan pers dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang mengedepankan kode etik jurnalistik dan pemberitaan yang akurat dan berimbang. 

Keenam, Bappenas, Kemenkominfo dan instansi pemerintah lainnya, serta DPR RI, terutama Komisi II dan Komisi III perlu menggulirkan adanya Democracy Trust Fund atau Endowment Fund untuk mengatasi beberapa masalah utama 
kemerdekaan pers di Indonesia.

Masalah utama itu antara lain:

a. Memberi solusi kepada hampir semua perusahaan pers di Indonesia yang sangat bergantung pada berbagai kelompok kepentingan yang kuat yang dapat mengganggu independensi jurnalisme dan keberlangsungan pers yang sehat di Indonesia.

b. Memperbaiki tata kelola perusahaan pers yang saat ini makin terpuruk oleh kondisi ekonomi dan makin liberalnya situasi persaingan antara perusahaan pers dengan media sosial, buzzer, influencer dan media abal-abal yang menyebarkan berita hoaks yang berdampak negatif pada masyarakat.

c. Memperbaiki kesejahteraan para jurnalis yang pada gilirannya akan memberi dampak positif terhadap profesionalisme dan independensi jurnalis dalam membuat pemberitaan yang mengedepankan kepentingan publik.

Ketujuh, BPK dapat menyusun panduan kemitraan yang profesional antara pemerintah daerah dengan perusahaan pers, sekaligus mendorong Pemda membuat aturan agar kontrak pemberitaan yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat mendahulukan perusahaan pers yang terverifikasi Dewan Pers.

Kedelapan, Dewan Pers perlu memperbanyak kerjasama pelatihan tentang penguatan aspek teknologi dalam pembuatan dan distribusi berita melalui platform online, termasuk penanganan dan mitigasi terhadap adanya potensi serangan siber yang menimpa media-media pers di Indonesia.

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #indeks #kebebasan #pers #tahun #2024 #turun #dewan #pers #ungkap #sebab #beri #delapan #rekomendasi

KOMENTAR