



MK Tidak Terima 2 Pemohonan Gugatan UU Polri
- Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima dua permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Adapun dua pengujian UU Polri yang tidak diterima MK teregister dengan nomor 76/PUU-XXIII/2025 dan 78/PUU-XXIII/2025.
Dalam sidang pengucapan putusan, Ketua MK Suhartoyo menjelaskan sistematika permohonan gugatan nomor 78/PUU-XXIII/2025 pada dasarnya telah disusun sesuai dengan format permohonan.
Namun, setelah dicermati dengan saksama, permohonan hanya menyorot soal pengisian jabatan dan kinerja Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo.
Sementara, pemohonan tidak menjelaskan keterkaitannya dengan norma yang dimohonkan pengujian.
"Uraian pada kedudukan hukum para pemohon hanya menguraikan mengenai pengisian jabatan dan kinerja Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) in casu Listyo Sigit Prabowo, serta kasus konkret yang dialami pemohon II tanpa disertai dengan uraian yang menjelaskan keterkaitannya dengan norma yang dimohonkan pengujian," ujar Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Pada bagian alasan permohonan atau posita, kata Suhartoyo, pemohon juga tidak memberikan uraian dengan jelas perihal pertentangan antara norma yang dimohonkan yaitu Pasal 11 Ayat 2 UU 2002 dan penjelasannya dengan norma konstitusi yang dijadikan sebagai dasar pengujian.
"Posita permohonan para pemohon lebih banyak menguraikan kutipan-kutipan pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi yang berkenaan dengan Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 28, D ayat 1, Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945," ucapnya.
"Kasus konkret yang dialami pemohon II serta penilaian para pemohon terhadap kinerja Kapolri yang tidak terkait dengan persoalan konstitusionalitas norma," sambung Suhartoyo.
Oleh karenanya, sulit bagi MK untuk menerima gugatan tersebut.
"Tanpa menjelaskan pertentangan antara norma yang diuji dengan dasar pengujian, sulit bagi Mahkamah untuk menilai suatu norma undang-undang bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945," ujarnya.
Selanjutnya terhadap gugatan Nomor 76/PUU-XXIII/2025, Suhartoyo menyebut pemohon tidak dapat menjelaskan secara spesifik bentuk kerugian yang dialaminya, baik yang bersifat aktual maupun potensial.
Pemohon juga disebut tidak memberikan argumentasi mengenai bentuk atau tindakan di luar prosedur hukum yang dilakukan oleh anggota kepolisian.
"Serta kerugian seperti yang dialami oleh pemohon berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i dan ayat (2) huruf c UU 2/2002, sehingga menimbulkan kerugian hak konstitusional bagi pemohon," lanjutnya.
Oleh karena itu, menurut MK, tidak terdapat hubungan sebab akibat antara kerugian yang dimaksudkan oleh pemohon dengan berlakunya pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji.
"Sehingga tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," tambahnya.