Hati-hati Sikapi Putusan MK, DPR Belum Targetkan Waktu Revisi UU Pemilu
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Terkait Revisi UU Pemilu pascaputusan MK, Dasco menyatakan belum menargetkan waktu pembahasannya. [Suara.com/Novian]
06:16
3 Juli 2025

Hati-hati Sikapi Putusan MK, DPR Belum Targetkan Waktu Revisi UU Pemilu

Usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal, DPR belum menargetkan jangka Waktu untuk melakukan Revisi Undang-Undang (UU) Pemilu.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad beralasan bahwa penyelenggaraan Pemilu masih cukup lama.

"Ya kita belum ada target karena ya mengingat memang Pemilu masih lama, tapi kalau kemudian melihat keputusan ada jangka waktu tertentu untuk melakukan persiapan-persiapan tentunya untuk verifikasi, untuk melakukan penetapan caleg dan lain-lain, kita akan hitung dan nantinya kita sesuaikan dengan waktu yang ada," katanya, Selasa (1/7/2025).

Menyikapi putusan MK, Dasco mengatakan bahwa DPR telah melakukan rapat pada Senin (30/6/2025).

Dalam rapat tersebut turut mengundang perwakilan pemerintah dan pihak lain.

"Keputusan MK yang sudah diputuskan, kami kemarin di DPR sudah mengadakan rapat brainstorming baik dengan pihak pemerintah yang dihadiri oleh Menteri Hukum, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretariat Negara, ada KPU Kemudian juga kita ada Komisi II, Komisi III yang membawahi hukum badan legislasi, dan juga kemarin ada NGO yang melakukan JR seperti perludem dan beberapa," kata Dasco.

"Di situ kami sharing dan ini bukan yang pertama tentunya," sambungnya.

Selain itu, Dasco juga memastikan bahwa DPR akan berhati-hati dalam menyikapi putusan MK. Lantaran itu, ia mengatakan bahwa untuk ke depannya, DPR akan kembali menggelar rapat membahas perihal tersebut.

"Kami dalam menyikapi keputusan dari MK yang juga harus disikapi dengan hati-hati, karena itu merupakan langkah yang penting. Kami akan beberapa kali mengadakan rapat dengan lembaga-lembaga terkait untuk kemudian nantinya tentunya menghasilkan produk yang benar-benar baik," kata Dasco.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa semua fraksi di parlemen akan berkumpul membahas putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan daerah.

Hal itu dilakukan usai DPR menggelar rapat konsultasi dan menerima masukan dari pemerintah terkait putusan MK tersebut.

"Jadi kami semua partai akan berkumpul setelah kemarin mendengarkan masukan dari pemerintah dan wakil dari masyarakat. Dan nanti DPR mewakili partai politik melalui fraksi-fraksinya akan menyuarakan," kata Puan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 1 Juli 2025.

Lebih lanjut, Puan menuturkan, Fraksi PDIP akan mencermati dan mengkaji terlebih dahulu putusan MK tersebut.

"Karena memang dalam undang-undang dasar sebenarnya kan Pemilu itu digelar lima tahun sekali. Makanya ini perlu dicermati oleh semua partai politik, imbas dari keputusan MK tersebut," katanya.

Selain itu, putusan MK soal pemisahan pemilu pusat dan daerah juga akan berdampak pada UU Pemilu.

"Nantinya kan tentu saja itu akan ada efeknya ke Undang-undang Pemilu. Tapi Undang-undang Pemilunya juga belum kami bahas, dan pemerintah akan mencermati keputusan dari MK tersebut," ucapnya.

Hasil Kajian Sementara DPR

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda membocorkan hasil kajian sementara DPR dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dengan daerah.

Kajian itu dibahas dalam rapat konsultasi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Juni kemarin, yang dihadiri pimpinan DPR, Komisi II DPR, Komisi III DPR, dan Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Kemudian dari perwakilan pemerintah hadir Menteri Hukum (Menkum), Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), serta unsur penyelenggara pemilu.

Menurutnya, dari kajian sementara ada beberapa persoalan yuridis dari putusan MK.

"Dari kajian sementara kami paling tidak ada beberapa persoalan yuridis yang sangat serius," kata Rifqi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin kemarin

Pertama, putusan MK soal pemisahan pemilu sudah mendahului pembentuk Undang-Undang Dasar.

"Di mana pembentuk Undang-Undang Dasar menyebutkan bahwa gubernur, bupati, wali kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, kota dipilih secara demokratis."

"Demokratis itu maknanya bisa langsung bisa tidak langsung, tapi kemudian MK dalam tanda kutip menyimpulkan bahwa harus dilakukan pemilu yang itu artinya dipilih secara langsung," katanya.

Kemudian persoalan kedua, MK sebelumnya sudah memberikan keputusan pada 2019 terkait enam varian keserentakan pelaksanaan pemilu.

"Yang oleh MK sendiri disebutkan Pembentuk Undang-Undang diberikan hak untuk melakukan open legal policy. Artinya kami diminta untuk memilih satu di antara enam. Nah sekarang kami sedang mau revisi, kan pemilunya juga masih lama, 2029 kok tiba-tiba MK menetapkan sendiri salah satu daripada itu," katanya.

Lebih lanjut, kata dia, posisi MK kekinian telah melampaui kewenangan. Tidak hanya menentukan UU konstitusional atau inkonstitusional, tapi juga telah membuat norma sendiri.

"Nah kalau kemudian ini terus terjadi, maka kita tidak akan menghasilkan satu demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik. Nanti kami revisi Undang-Undang Pemilu, belum dilaksanakan di judicial review diterbitkan norma baru. Kemudian kita hadirkan lagi," katanya.

"Nah kalau seperti ini terus, menurut pandangan saya kita tidak bisa saling menghargai antar lembaga negara. Karena itu, izinkan sekali lagi DPR dan Pemerintah melakukan pencermatan yang sangat serius terhadap putusan MK terbaru ini," sambungnya.

Kendati begitu, lanjut dia, putusan MK itu mengikat dan harus dilaksanakan. DPR masih akan terus melakukan kajiannya.

"Jadi kami pastikan apapun yang akan dilakukan oleh DPR pasti akan mengacu pada konstitusionalitas konstitusi," katanya.

Editor: Chandra Iswinarno

Tag:  #hati #hati #sikapi #putusan #belum #targetkan #waktu #revisi #pemilu

KOMENTAR