Pimpinan Baleg Setuju Pemilu Dipisah: Keserentakan Perkuat Pragmatisme
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia dalam diskusi di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025). (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)
18:00
28 Juni 2025

Pimpinan Baleg Setuju Pemilu Dipisah: Keserentakan Perkuat Pragmatisme

- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.

Pemilu serentak dinilai makin memperkuat praktik pragmatisme di masyarakat.

Pasalnya, penggabungan pemilihan presiden (Pilpres) dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan membuat isu-isu di daerah tenggelam. Masyarakat lantas tidak menganggap isu-isu di daerah lebih serius.

"(Isu-isu) menjadi tidak ditanggapi serius oleh masyarakat, jadi nggak penting. Nah, bahayanya, dampaknya adalah itu adalah bagian yang memperkuat praktik pragmatisme Pemilu," kata Doli dalam diskusi di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

Doli menuturkan, pragmatisme ini membuat kedatangan masyarakat di tempat pemungutan Suara (TPS) bukan untuk memilih pasangan calon tertentu karena visi dan misinya.

Melainkan kata Doli, karena ada mobilisasi dari praktik-praktik politik uang atau money politics.

"Mobilisasi itu adalah mobilisasi praktik-praktik money politik. Jadi secara tidak langsung, model keserentakan yang seperti ini, kalau ditelusuri, itu bisa memperdalam praktik pragmatisme di tengah-tengah masyarakat secara politik," ucap Doli.

Lebih lanjut, Doli menuturkan, Pemilu serentak juga membuat masyarakat jenuh.

Masyarakat merasa Pilkada adalah seri kesekian dari Pilpres, setelah sebelumnya mereka berbondong-bondong datang ke TPS untuk menyoblos calon presiden.

"Jadi masyarakat (beranggapan), 'ah, ngapain lagi kita? Kita sudah datang kemarin waktu pemilihan presiden, sudah lah cukup itu aja, kita serahkan aja. Presiden kan bisa ngatur semuanya', itu ada juga terjadi di masyarakat kita di bawah ini," beber Doli.

Alasan lainnya, penyelenggara Pemilu lebih punya waktu yang leluasa jika Pemilu nasional dan Pilkada dipisah.

Sebaliknya jika Pemilu serentak, penyelenggara tidak memiliki banyak waktu untuk mengatur dan mempersiapkan pesta politik lima tahun sekali tersebut.

"Termasuk partai politik, partai politik kemudian tidak punya waktu yang leluasa, lebih maksimal mengatakan siapa yang menjadi kader atau orang yang kuat dalam waktu yang sesingkat itu. Nah, jadi saya dalam posisi secara pribadi, mendukung putusan Mahkamah Konstitusi itu," tandas Doli.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.

Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden. Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.

Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

"Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional," ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.

Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.

"Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota," ujar Saldi.

Tag:  #pimpinan #baleg #setuju #pemilu #dipisah #keserentakan #perkuat #pragmatisme

KOMENTAR