



AI Makin Canggih, Komdigi: Sisi Gelapnya Harus Kita Waspadai
- Pemerintah bicara soal ketahanan siber dan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI).
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital, Ismail, menekankan digitalisasi harus dimaknai sebagai proses menyeluruh yang menyentuh kompetensi, nilai, dan daya tahan sosial masyarakat.
“Ketahanan, sebagaimana saya pahami, adalah kemampuan untuk beradaptasi dan bertahan saat kita menghadapi tantangan, serangan, atau perubahan besar,” ujar Ismail dalam keterangan resmi, Jumat (27/6/2025).
Ia menambahkan bahwa di balik segala kemajuan teknologi, terdapat risiko dan tantangan baru, mulai dari ancaman siber hingga pergeseran nilai akibat pemanfaatan teknologi yang tidak seimbang.
Oleh karena itu, manfaat digitalisasi hanya akan maksimal jika dibarengi dengan kesadaran akan batas-batas etika, budaya, dan nilai kebangsaan.
“Topik-topik ini mengingatkan saya bahwa di balik sisi terang digitalisasi dan segala keuntungannya, terdapat sisi gelap yang harus kita waspadai. Kita harus menjawab keduanya secara bersamaan,” lanjutnya.
Salah satu manfaat utama digitalisasi terletak pada sektor pendidikan, terutama dalam menyiapkan generasi muda menghadapi masa depan digital.
Ismail menilai bahwa pembelajaran dan cara berpikir anak-anak masa kini sangat berbeda dari generasi sebelumnya.
Dalam proses ini, pemerintah berperan strategis bukan sebagai pengendali tunggal, tetapi sebagai "pemimpin orkestra" berbagai pemangku kepentingan.
Ismail bilang, dalam menyikapi kehadiran AI, pemerintah mendorong ruang tumbuh yang sehat bagi inovasi tanpa mengorbankan nilai kebangsaan.
“Pemerintah harus menjadi pengorkestra yang mampu menyelaraskan komitmen, strategi, dan agenda para pemangku kepentingan. Salah satu peran utamanya adalah menciptakan kebijakan dan regulasi yang tepat dan mempercepat transformasi,” jelasnya.
Ismail mencontohkan kebijakan sandboxing sebagai strategi efektif untuk mempercepat pemanfaatan teknologi digital, seperti yang berhasil diterapkan dalam sistem pembayaran digital QRIS.
Menurutnya, pendekatan ini memberi ruang bagi inovasi dengan tetap menjaga batas-batas etika.
“Kita tidak kekurangan kreativitas. Tetapi, kita harus tahu di mana batasnya. Etika, budaya, dan nilai adalah bagian dari batasan itu,” ujarnya.
Manfaat digitalisasi juga menyentuh aspek ketahanan nasional melalui penguatan tata kelola AI, perlindungan data pribadi, dan infrastruktur keamanan siber.
Semua itu membutuhkan kolaborasi lintas sektor, baik dari regulator, akademisi, industri, maupun masyarakat sipil.
Sebagai bagian dari forum ini, dilakukan pula penandatanganan nota kesepahaman antara Institut Teknologi Bandung dan Deakin University, serta antara SMK Telkom Malang dan Box Hill Institute.
Kemitraan ini bertujuan memperkuat kapasitas akademik dan vokasi di bidang digital, dengan semangat menanamkan inovasi dan nilai kebangsaan dalam strategi pengembangan sumber daya manusia.
“Kolaborasi kelembagaan ini tidak hanya meningkatkan kompetensi akademik dan kejuruan, tetapi juga menanamkan inovasi dalam pengembangan sumber daya manusia kita,” tegas Ismail.
Ismail menutup dengan ajakan agar transformasi digital tidak semata dikejar untuk kecepatan dan efisiensi, melainkan untuk memperkuat martabat dan kedaulatan bangsa dalam menghadapi masa depan.
Tag: #makin #canggih #komdigi #sisi #gelapnya #harus #kita #waspadai