



DPR Belum Bahas RUU Pemilu, Masih Dibicarakan Antarfraksi
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pembahasan lebih lanjut soal rencana revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu belum dapat dimulai pada masa sidang kali ini.
Dasco beralasan, rencana merevisi UU Pemilu hingga kini masih dalam dibahas secara informal antarpimpinan dan anggota fraksi-fraksi di DPR RI.
“Mungkin untuk RUU Pemilu belum kita bahas pada sidang ini karena kita masih juga secara informal berbicara antar fraksi. Karena baru sekali ini Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan adanya rekayasa konstitusi,” ujar Dasco di Gedung DPR RI, Kamis (26/6/2025).
Meski begitu, Dasco belum menjelaskan secara terperinci hasil pembahasan sementara di antara fraksi-fraksi di DPR.
Sebab, sampai saat ini, pembahasan tersebut belum mencapai keputusan yang final.
“Ya, ini masih ada pembicaraan informal yang tentunya belum bisa kita sampaikan ke publik. Karena kalau kita sampaikan belum hal yang final, nanti akan menimbulkan dinamika yang tidak perlu,” jelasnya.
Meski begitu, Dasco menegaskan bahwa DPR RI memang harus berhati-hati dalam menindaklanjuti putusan MK, yang menjadi dasar diharuskannya revisi UU Pemilu.
Putusan MK yang dimaksud adalah Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
Menurutnya, teknis pelaksanaan putusan tersebut tetap perlu dibahas lebih lanjut bersama pakar atau ahli, sehingga bisa dituangkan secara tepat dalam UU Pemilu mendatang.
“Nah rekayasa konstitusi itu tentunya tidak bisa kita ambil secara terburu-buru. Selain ini adalah hal yang baru, merekayasa konstitusi ini juga perlu pendapat dari para ahli yang memahami soal konstitusi. Karena kita akan berhati-hati dalam melakukan keputusan MK tersebut,” kata Dasco.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menyatakan bahwa pemerintah ingin memastikan proses revisi ini memiliki arah dan tujuan yang jelas.
“Kami ingin memastikan cara pandang pemerintah dalam mengidentifikasi isu-isu strategis tepat sasaran. Revisi ini bukan sekadar teknis, tapi harus punya fondasi kuat: memperkuat sistem presidensial, kualitas representasi, dan sesuai dengan otonomi daerah,” kata Bima, Rabu (11/6/2025).
Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah memilih pendekatan kodifikasi atau penyusunan dan penggabungan berbagai peraturan perundang-undangan yang tersebar ke dalam satu undang-undang yang sistematis, terstruktur, dan terpadu, bukan omnibus law.
“Kita akan membuat Undang-Undang baru yang menyatukan berbagai aturan, dengan fokus sistematis pada isu-isu seperti keserentakan pemilu, sistem kepartaian, pendanaan politik, dan integrasi bangsa,” kata Bima.