Drama SK Kepengurusan PDI-P Jilid II: Digugat Kembali oleh yang Mengaku Kader
Kuasa hukum penggugat Surat Keputusan (SK) Kepengurusan DPP PDI-P, Anggiat BM Manalu ditemui di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Rabu (25/6/2025).(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
06:06
26 Juni 2025

Drama SK Kepengurusan PDI-P Jilid II: Digugat Kembali oleh yang Mengaku Kader

Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) tentang kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P kembali digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Gugatan ini diajukan oleh dua orang yang mengaku sebagai kader PDI-P, yakni Johannes Anthonius Manoppo dan Gogot Kusumo Wibowo.

Mereka menggugat SK Menkumham Nomor M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 yang mengesahkan perpanjangan masa kepengurusan DPP PDI-P hingga 2025.

Dalam perkara ini, Kementerian Hukum dan HAM menjadi pihak tergugat, sementara DPP PDI-P turut menjadi pihak tergugat intervensi.

Gugatan tersebut tercatat dalam perkara bernomor 113/G/2025/PTUN.JKT dan kini telah memasuki sidang kedelapan.

Alasan SK Kepengurusan PDI-P Kembali Digugat

Kuasa hukum penggugat, Anggiat BM Manalu, menyatakan, gugatan diajukan karena SK tersebut dianggap bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.

Menurutnya, masa jabatan pengurus DPP PDI-P seharusnya berakhir setelah lima tahun dan hanya dapat diperpanjang melalui kongres partai.

Namun, dia menyebut SK tersebut memperpanjang masa kepengurusan tanpa melalui mekanisme kongres.

"Jadi, beberapa kader ini merasa perpanjangan pengurus itu tidak benar sehingga mereka menginginkan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, apakah prosedur penerbitan SK Kementerian Hukum dan HAM pada saat itu sudah benar atau belum," kata Anggiat ditemui di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Rabu (25/6/2025).

Sementara itu, kata dia, masa jabatan kepengurusan sebelumnya telah berakhir pada 8 Agustus 2024, namun diperpanjang tanpa kongres dengan alasan hak prerogatif ketua umum.

Anggiat juga menyinggung potensi konflik kepentingan, mengingat Menkumham saat itu, Yasonna H. Laoly, merupakan kader PDI-P yang masih menjabat di struktur partai.

“Di dalamnya kan ada juga interest pribadi, diduga karena kebetulan Menteri Hukum pada saat itu adalah Yasonna Laoly,” ucap dia.

Isi Gugatan Terbaru terhadap SK Kepengurusan PDI-P 

Dalam dokumen gugatan yang telah disampaikan ke PTUN, para penggugat meminta agar SK Menkumham dinyatakan batal atau tidak sah secara hukum.

Mereka juga mendesak agar Menkumham mencabut SK tersebut.

Selain itu, penggugat juga meminta agar biaya perkara dibebankan kepada pihak tergugat.

Dalam proses persidangan, penggugat berencana menghadirkan saksi dan ahli pada sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 2 Juli 2025.

Anggiat berhati-hati menyebutkan identitas saksi lantaran adanya dugaan intimidasi terhadap para pemberi kuasa.

“Berbagai macam, minta dicabut, ada juga sedikit intimidasi, ada juga iming-iming berbagai macam cara," ungkapnya.

SK Kepengurusan DPP PDI-P Pernah Digugat Sebelumnya

Ini bukan kali pertama SK kepengurusan DPP PDI-P digugat ke PTUN.

Pada 2024, gugatan serupa diajukan oleh empat orang yang juga mengaku sebagai kader partai: Pepen Noor, Ungut, Ahmad, dan Endang Indra Saputra.

Namun, keempatnya kemudian mencabut gugatan tersebut.

Belakangan terungkap bahwa mereka merasa ditipu oleh pengacara yang menjanjikan sejumlah uang dan memanipulasi dokumen untuk mengajukan gugatan.

Atas kejadian itu, tim hukum PDI-P sempat melaporkan pengacara tersebut ke Polres Jakarta Barat karena dugaan penipuan dan pemalsuan data.

Tanggapan DPP PDI-P: Gugatan Dinilai Politis dan Cacat Hukum 

Menanggapi gugatan ini, tim hukum DPP PDI-P menilai langkah tersebut tidak murni hukum, melainkan sarat kepentingan politik.

Kuasa hukum PDI-P, Johannes Oberlin Tobing, menilai gugatan seharusnya tidak diterima karena melebihi tenggat waktu 90 hari sejak SK diterbitkan.

“Gugatan ini diajukan setelah 90 hari sejak SK diterbitkan, padahal hukum acara PTUN jelas menyebutkan bahwa pengajuan gugatan hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 90 hari. Artinya, perkara ini seharusnya langsung dinyatakan gugur,” kata Johannes kepada Kompas.com, Rabu.

Menurut Johannes, gugatan ini memperlihatkan indikasi kuat adanya kepentingan politik dari pihak-pihak tertentu yang mencoba melemahkan posisi kelembagaan partai.

“Kalau dilihat dari pola-pola sebelumnya, gugatan semacam ini tidak murni karena keberatan hukum, tapi lebih kepada agenda-agenda politik,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy menyebut bahwa Anggiat merupakan pengacara yang sebelumnya telah membuat gugatan SK perpanjangan kepengurusan DPP PDI-P.

"Ini pengacara masih sama yang dulu membohongi kader kami," kata Ronny kepada Kompas.com, Rabu.

Kini, lanjut Ronny, Anggiat kembali berupaya menggugat SK tersebut dengan menggunakan kader PDI-P fiktif.

Menurut Ronny, PDI-P juga telah melaporkan Anggiat ke Polres Metro Jakarta Barat lantaran telah membohongi kader partai banteng moncong putih tersebut.

Namun, laporan tersebut tak kunjung diproses oleh polisi.

"Kami sudah melaporkan pengacara Anggiat Manalu di Polres Jakbar, tapi sampai sekarang tidak ada progres dari polisi," katanya.

Ia meyakini PTUN Jakarta tidak akan menerima gugatan tersebut.

Sebab, gugatan ini dilayangkan jauh setelah 90 hari SK perpanjangan kepengurusan PDI-P itu terbit.

Tag:  #drama #kepengurusan #jilid #digugat #kembali #oleh #yang #mengaku #kader

KOMENTAR