



P2G Minta Pemda dan APH Tak Lembek pada Oknum Pelaku Kecurangan dalam SPMB 2025
– Praktik curang dalam proses penerimaan murid baru masih jadi penyakit menahun. Ini ditengarai lantaran tak adanya upaya penegakan serius pada para oknum yang terlibat.
Koordinator Pusat Organisasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengungkapkan, dalam evaluasi penerapan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selama 7 tahun bentuk penyimpangan yang melanggar prinsip integritas dan kejujuran ini sudah ada. Karenanya, dia tak heran jika digantinya sistem tersebut dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di tahun 2025 ini tidak seketika membuat praktik tersebut sirna.
“Misalnya dalam empat jalur yang ada ini ternyata ada juga di lapangan jalur lain. Seperti, jalur pungli, surat sakit, jual beli kursi, intimidasi, bahkan intervensi. Dan bentuk penyimpangan ini bukan hanya terjadi di Bandung, tapi jadi rahasia umum sejak 7 tahun lalu sejak PPDB diterapkan,” paparnya dihubungi Kamis (12/6).
Dia menilai, hal ini masih terjadi karena tak ada upaya serius dari pemerintah, baik itu pusat maupun daerah untuk menindaklanjuti penyimbangan yang ada. Selama ini, pihaknya tidak melihat dinas pendidikan, pemda, atau pihak dirugikan yang melaporkan pihak yang diduga melakukan kecurangan baik itu pungli, jual beli kursi, intimidasi, atau lainnya melapor ke aparat penegak hukum (APH). “Itu yang kami sayangkan,” keluhnya.
Dalam konteks Jawa Barat misalnya. Sebelumnya, ada dugaan jual beli kursi di jalur prestasi dan jalur lainnya untuk jenjang SMA di Bandung. Kemudian, di Depok, ada dugaan praktik cuci nilai. Lalu di Bekasi, ada praktik intimidasi agar calon siswa bisa diterima.
Tak adanya tindaklanjut sesuai hukum yang berlaku ini seolah jadi pembiaran atas praktik-praktik tak terpuji tersebut. Padahal, jika jelas-jelas ada praktik jual beli kursi maupun pungli sudah masuk ke ranah pidana.
“Karena ada keruagian. Jadi sudah seharusnya ditindaklanjuti ke jalur hukum baik itu pidana maupun perdata,” sambungnya.
Oleh karenanya, dia mendorong pemda untuk tegas pada oknum-oknum yang melakukan pelanggaran ini. baik itu, oknum masyarakat, orang tua siswa, maupun sekolah. “Ini tidak boleh ditoleransi. Kalau tidak nanti jadi preseden dan dicontoh bagi pihak lain,” tegasnya.
Kepolsian dan kejaksaan juga dimintanya untuk menindaklanjuti laporan yang ada. Bukan hanya dibiarkan karena dinilai bukan kasus besar atau justru diselesaikan jalur damai.
“Kami mendorong pemda melibatkan kejaksaan di daerahnya masing-masing, termasuk kepolisian supaya bisa mengangani pelanggaran secara hukum yang selama ini belum ada,” pungkasnya.
Terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen), Kemendikdasmen, Gogot Suharwoto memastikan, SPMB 2025 menerapkan sistem kontrol berlapis. Pengumuman hasil seleksi wajib dilakukan secara terbuka dan digital. Kemudian, pemda diwajibkan untuk mencantumkan seluruh pendaftar baik yang diterima maupun tidak untuk menjamin transparansi.
“Begitu hasil diumumkan dan dikunci, sekolah tidak bisa sembarangan menerima tambahan murid. Kalau nekat, NISN tidak akan diterbitkan,” tegasnya.
Menurutnya, siswa tanpa NISN tidak akan tercatat dalam Dapodik. Siswa tersebut pun beresiko tidak menerima bantuan pendidikan, tidak memiliki rapor sah, hingga tidak mendapatkan ijazah.
Sementara itu, Koordinator Substansi Pendidikan, Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Suharyanto mengungkapkan, pihaknya telah menginstruksikan seluruh pemda untuk menindaklanjuti Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 dengan menerbitkan juknis untuk SPMB 2025. Hingga Rabu (11/6), masih ada dua pemda yang belum menerbitkan juknis pelaksanaan SPMB 2025 ini. Pihaknya pun terus mendoronga agar hal ini segera diselesaikan mengingat proses SPMB sudah harus berjalan.
Di sisi lain, dia menegaskan bahwa kebijakan baru dalam SPMB 2025 harus menjadi instrumen untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan, bukan malah menciptakan gelombang baru Anak Tidak Sekolah (ATS). Karenanya, Kemendagri meminta agar daerah melakukan penganggaran terkait program dukungan pembiayaan bagi siswa dari keluarga tidak mampu yang gagal di SMPB sekolah negeri terfasilitasi ke sekolah swasta melalui beasiswa. Ini harus disiapkan dalam rencana kerja pemerintah daerah.
“Kami pastikan arahan pusat masuk dalam dokumen perencanaan daerah, agar tidak ada anak usia sekolah yang terlewat. Pengawas daerah wajib terlibat sejak perencanaan, agar tidak ada kebijakan yang meleset dari sasaran,” tegasnya.
Di sisi lain, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Mardiana mengingatkan bahwa pendidikan antikorupsi sejatinya bukan hanya untuk peserta didik. Tapi juga harus meresap ke seluruh ekosistem sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, panitia penerimaan, hingga dinas pendidikan.
Karenanya, pihaknya pun menyoroti berbagai bentuk penyimpangan yang kerap terjadi dalam proses penerimaan murid baru. Salah satunya, praktik gratifikasi terselubung berupa pemberian hadiah dari orang tua siswa kepada panitia SPMB. Memang tak ada permintaan langsung, namun tetap menimbulkan konflik kepentingan dan melanggar hukum.
Untuk itu, KPK mendorong penerapan sistem daring dan prosedur yang mempersempit interaksi langsung sebagai bagian dari strategi pencegahan korupsi di sektor pendidikan. “Kalau gerbang masuk ke dunia pendidikan sudah dikotori praktik kecurangan baik gratifikasi, suap, atau pungli maka kita sedang membangun sistem pendidikan di atas pondasi yang rapuh,” ungkapnya.
Tag: #minta #pemda #lembek #pada #oknum #pelaku #kecurangan #dalam #spmb #2025