Memulai karir, Gen Z Perlu Patahkan Stigma dan Sadari Realita
Dr. Mira Tripuspita S. Psi., M. Comm (HRM), Psikolog klinis yang juga VP Business Support, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa. (Istimewa)
11:48
8 Oktober 2024

Memulai karir, Gen Z Perlu Patahkan Stigma dan Sadari Realita

Generasi Z, alias Gen Z, perlahan mulai mendominasi dunia kerja. Mereka, yang lahir di medio 1997-2012, tumbuh dalam era digital. Banyak ide segar, perspektif baru, serta keterampilan unik yang mengisi ruang-ruang kerja. Kendati demikian, banyak stigma yang melekat pada Gen Z.

Generasi yang melek teknologi ini punya sejumlah karakter khas. Mereka dikenal sebagai generasi stroberi (buah merah yang cantik tapi rapuh), yang sangat sensitif dengan tekanan dunia luar. Anak-anak Gen Z menganggap kesehatan mental dan keseimbangan kerja-hidup sehari-hari sebagai prioritas utama.

‘’Mereka bahkan terbiasa melakukan self diagnosed yang tidak pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya,” tutur Dr. Mira Tripuspita S. Psi., M. Comm (HRM), seorang psikolog klinis, yang juga adalah VP Business Support, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa.

‘’Ini mitos atau fakta?” tanya Mira kepada mahasiswa ITS dalam sesi diskusi “Gen Z: Ambisi vs Kesehatan Mental”, yang diselenggarakan sebagai kerja sama Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dan ITS, di Auditorium Research Center, Kampus ITS.

‘’Seringkali Gen Z berpikir kurang jauh,” lanjut Mira. Punya ambisi untuk memiliki rumah, misalnya, tapi enggan melakukan investasi. Mayoritas Gen Z berperilaku konsumtif, rutin menyambangi warung kopi untuk nongkrong. Ada pula wishlist negara yang wajib dikunjungi. Bahkan menurut penelitian, 75 persen Gen Z sudah memiliki setidaknya 1 tiket konser untuk 6 bulan ke depan. Semua dengan alasan demi healing, merilis stres.

Konsep FOMO (Fear of Missing Out/ketakutan akan ketertinggalan), YOLO (You Only Live Once/ hidup hanya sekali), dan FOPO (Fear of People Opinion/ketakutan terhadap pendapat orang lain) mendukung seluruh ambisi itu.

Belum lagi desakan media sosial yang dikonsumsi setiap waktu. Pesan dari influencer menjadi kiblat dalam mengambil keputusan, termasuk ajakan menjadi diri sendiri dan apa adanya dalam proses melamar pekerjaan.

‘’Oke banget punya ambisi, tapi perlu “check-in” dengan realita untuk menghindari stres. Fokus pada apa yang bisa kita kendalikan,” pesan Mira.

Deretan karakter itu diungkap Mira dalam diskusi interaktif dengan mahasiswa. Kesempatan ini menjadi momen berharga bagi mahasiswa ITS lintas jurusan. Pasalnya, Mira sekaligus membuka tips untuk bisa bekerja di Pertamina.

‘’IPK minimal 3. Nggak usah berlebihan atau sampai stres. Pahami betul terkait perusahaan yang dilamar, mampu berkomunikasi baik, memiliki adab, keinginan kuat atau ketertarikan tinggi untuk bekerja di perusahaan, dan punya kompetensi yang menunjang posisi,” paparnya.

Pada 2023 tercatat ada 36 ribu pendaftar di Pertamina Hulu Energi, anak perusahaan Pertamina yang mengelola sektor hulu migas. Hanya 100 pelamar yang berhasil lolos.

Melamar pekerjaan butuh persiapan panjang. Mira mengakui akan memilih pelamar yang punya banyak pengalaman dan aktivitas di luar kelas akademis. Mengikuti organisasi, kompetisi, dan sebagainya, sebagai bukti kemampuan mereka menghadapi dinamika dna tantangan. Kemampuan komunikasi juga menjadi pertimbangan.

Menariknya, kata Mira, 50 persen pelamar yang lolos wawancara gagal di tahap tes kesehatan. Momoknya adalah obesitas, tidak boleh lelah, kecemasan tinggi, gangguan pendengaran, dan diabetes.

‘’Kalau tidak dipersiapkan dari sekarang (saat masih mahasiswa-red), bisa jadi kalian bukan gagal wawancara, tapi kondisi kesehatan,” pesan praktisi SDM yang sudah berkarir lebih dari 27 tahun.

Di dunia kerja, dibutuhkan mental kuat untuk berjuang sampai garis finish. ‘’Kalau masuk kerja mindset-nya gimana bisa sampai pensiun, jangan menyerah di tengah jalan. Be the best version of Gen Z,” tutup Mira.

 

Editor: Mohamad Nur Asikin

Tag:  #memulai #karir #perlu #patahkan #stigma #sadari #realita

KOMENTAR