74
Ilustrasi Pilkada ./Dok. Jawa Pos
23:48
17 September 2024
Komisi II DPR Nilai Calon Tunggal Pilkada Rusak Demokrasi dan Bukti Kegagalan Parpol
- Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai, maraknya calon tunggal pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 merupakan kegagalan partai politik dalam menjaring kader-kader yang kompeten dan merusak demokrasi. Namun, Guspardi tetap mengimbau masyarakat untuk tetap menggunakan hak suaranya meski hanya ada calon kepala daerah (cakada) tunggal atau fenomena kotak kosong. "Fenomena kotak kosong mencerminkan kegagalan partai politik dalam mempersiapkan kader yang kompeten untuk bersaing di tingkat daerah. Hal ini diperparah dengan munculnya satu koalisi besar yang mengaburkan pilihan dan persaingan yang kompetitif," kata Guspardi kepada wartawan, Selasa (17/9). Guspardi menjelaskan, Pilkada yang melibatkan kotak kosong dapat melemahkan legitimasi pemimpin terpilih, serta hubungan antara pemimpin dan rakyat. Fenomena tersebut dapat memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi politik. "Namanya pilkada itukan pemilihan kepala daerah, bukan kotak kosong yang dilawan. Kalau kaya begini itu namanya tidak mencerdaskan para pemilih, itu merusak demokrasi," ucap Guspardi. Ia menekankan, diperlukan persiapan pada pelaksanaan Pilkada, jika kotak kosong yang menang di daerah tersebut. Guspardi menilai, Pilkada ulang menjadi salah satu alternatif yang harus dilakukan pada 2025 jika kotak kosong menang melawan cakada tunggal. "Jadi memang harus dilakukan opsi dipersiapkan pelaksanaan pilkada berikutnya, dan yang paling cepat dilaksanakan pada 2025," ungkapnya. Selain itu, Guspardi mendorong dilakukannya perbaikan regulasi, dalam hal ini Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk menghindari terjadinya fenomena calon tunggal kepala daerah melawan kotak kosong. "Ke depan harus dilakukan perbaikan regulasi yaitu UU Pilkada. Jika regulasi soal pilkada itu diubah, dapat menutup kesempatan calon tunggal,” jelas Guspardi. Lebih lanjut, Guspardi menekankan munculnya calon tunggal disebabkan oleh regulasi saat ini yang membuka jalan untuk itu. Semestinya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/2024 yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik dan gabungan partai politik disebut dapat mengubah pola dan relasi koalisi partai politik. "Karena meskipun sudah ada putusan MK itu, tapi tetap saja masih banyak daerah di Indonesia yang hanya diikuti oleh calon Tunggal. Itu menunjukkan paslon itu berarti tidak siap untuk maju, tidak siap untuk menang dan kalah, kita itu kalau maju siap untuk kalah. Jangan hanya siap menangnya saja," pungkas Guspardi.
Editor: Nurul Adriyana Salbiah
Tag: #komisi #nilai #calon #tunggal #pilkada #rusak #demokrasi #bukti #kegagalan #parpol