MA Bantah Tudingan Soal Korupsi Pemotongan Honor Hakim Agung
Jubir Mahkamah Agung (MA) Suharto (kanan) saat konferensi pers di Jogjakarta, Selasa (17/9). (Luqman Hakim/Antara)
17:08
17 September 2024

MA Bantah Tudingan Soal Korupsi Pemotongan Honor Hakim Agung

–Mahkamah Agung (MA) membantah tudingan soal adanya dugaan tindak pidana korupsi. Yakni berupa pemotongan honorarium penanganan perkara (HPP) hakim agung tahun anggaran 2022-2023 sebesar Rp 97 miliar.

”Tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan Mahkamah Agung (MA),” kata Jubir MA Suharto seperti dilansir dari Antara merespons rilis Indonesia Police Watch (IPW) yang diberitakan sejumlah media pada 11 September.

Alih-alih menyunat honor secara paksa, menurut Suharto, fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40 persen dari hak honorarium penanganan perkara yang diterima. Sebagian honor tersebut, diserahkan untuk didistribusikan kepada tim pendukung teknis dan administrasi yudisial.

”Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya (honor) tersebut dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai yang diketahui oleh ketua kamar yang bersangkutan,” ujar Suharto.

Menurut Suharto, seluruh hakim agung memiliki kesadaran bahwa penanganan perkara merupakan kerja kolektif sehingga mereka bersepakat menyerahkan 40 persen dari bagiannya kepada Tim Pendukung Penanganan Perkara. Pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian hak tersebut dibuat hakim agung pada awal 2022 bersamaan dengan terbitnya Surat Menteri Keuangan tentang Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) HPP tahun 2022.

”Seluruh hakim agung telah membuat surat pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya atas HPP dan surat kuasa pendebetan. Dengan demikian, tidak benar ada hakim agung yang melakukan penolakan,” tutur Suharto.

Demi memudahkan proses penyerahan sebagian hak hakim agung atas honorarium penanganan perkara tersebut, lanjut Suharto, para hakim agung membuat kuasa kepada Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk melakukan pendebetan dana dari rekening penerimaan HPP masing-masing. MA membantah tudingan IPW bahwa HPP yang didistribusikan kepada penerima hanya sebesar 74,05 persen, sedangkan sisanya sebesar 25,95 persen digunakan pimpinan MA untuk kepentingan pribadi.

Suharto menegaskan, uang honorarium penanganan perkara telah dibagikan secara habis 100 persen kepada penerima alokasi sesuai besaran yang ditetapkan dengan Keputusan Panitera Mahkamah Agung Nomor 2349/PAN/HK.00/XII/2023 pada 5 Desember 2023. Distribusi honorarium penanganan perkara disesuaikan dengan peran dan tanggung jawabnya terhadap penyelesaian perkara pada MA.

”Karena itu, MA menegaskan bahwa pernyataan IPW tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan HPP hakim agung yang mencapai Rp 97.020.757.125,00 adalah tidak benar karena didasarkan pada pengolahan data dan informasi yang keliru,” terang Suharto.

Berdasar Keputusan Panitera MA, HPP dialokasikan kepada 43 kelompok penerima yang dikategorikan sebagai majelis hakim sebesar 60 persen, supervisor (7 persen), pendukung teknis yudisial (29 persen) dan pendukung administrasi yudisial (4 persen).

”Pernyataan IPW bahwa yang didistribusikan hanya sebesar 74,05 persen adalah tidak benar karena penghitungan tersebut semata-mata didasarkan pada penjumlah data yang tersaji dalam memorandum Panitera MA kepada hakim agung. Memorandum tersebut hanya memuat daftar penerima HPP yang ada dalam kamar, sedangkan penerima alokasi HPP lainnya tidak dimuat dalam memorandum tersebut,” papar Suharto.

Selain itu, menurut Suharto, MA juga membantah tudingan IPW yang menganggap seluruh perkara yang diputus pada 2022 dan 2023 dianggap diberikan HPP. Anggapan tersebut, tidak benar sebab untuk 2022, HPP hanya diberikan atas penyelesaian perkara paling lama 120 hari kalender sejak perkara diterima majelis sampai dikirim ke pengadilan pengaju.

Sedangkan pada 2023 honorarium penanganan perkara hanya diberikan atas penyelesaian perkara paling lama 90 hari kalender sejak perkara diterima majelis sampai dikirim ke pengadilan pengaju.

Berdasar data Kepaniteraan MA, Suharto menyebut, jumlah perkara pada 2022 yang diselesaikan paling lama 120 hari sebanyak 20.558 perkara, sedangkan 2023 yang diselesaikan paling lama 90 hari sebanyak 22.341 perkara. Suharto memastikan, pelaksanaan pemberian HPP telah dilakukan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pada 2023.

”Hasil audit BPK tidak menemukan adanya indikasi penyimpangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Suharto.

Editor: Latu Ratri Mubyarsah

Tag:  #bantah #tudingan #soal #korupsi #pemotongan #honor #hakim #agung

KOMENTAR