IPW Soroti Dugaan Pemotongan HPP di MA
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara No 9-13, Jakarta 
17:29
11 September 2024

IPW Soroti Dugaan Pemotongan HPP di MA

Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti mengenai dugaan pemotongan dan penyalahgunaan dana honorarium penanganan perkara (HPP) bagi Mahkamah Agung yang mencapai Rp97 miliar.

Bersama pegiat antikorupsi, advokat, mahasiswa fakultas hukum, dan Direktorat Penyidikan KPK, Direktorat Tipikor Bareskrim Polri, Dirdik Pidsus Kejagung, dan Komisi Yudisial, IPW akan menggelar diskusi publik terkait hal tersebut.

Dikualifisir melanggar Pasal 12 huruf E dan F jo Pasal 18 UU RI 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP jo Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.

“Kami ingin menjaga marwah MA sebagai benteng terakhir bagi pencari keadilan. Dengan harapan agar Mahkamah Agung hanya boleh dihuni oleh Hakim Agung yang berintegritas tinggi yang mampu memberikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan lembaga peradilan “ ujar Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Sugeng menyebut terkuaknya dugaan pemotongan honor hakim itu bermula pada 10 Agustus 2021 lalu dengan dikeluarkannya penetapan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.

Adapun dalam aturan tersebut tertuang hak honorarium bagi para hakim agung.

"(PP) mendasari hakim agung berhak atas honorarium dalam penanganan perkara kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) paling lama 90 hari kalender sejak perkara diterima oleh unit penerima surat pada Ketua Majelis sampai perkara dikirim ke pengadilan pengaju, sebagaimana yang tercantum dalam Nota Dinas Panitera," kata Sugeng kepada Tribunnews.com, Rabu (11/9/2024).

Namun, kata Sugeng, justru ada pemotongan honor penanganan perkara terhadap hakim agung yang diduga terjadi pada rentang tahun 2022-2024.

Sugeng mengungkapkan pada tahun 2022, pembayaran honor penanganan perkara terhadap para hakim agung dilakukan dengan cara penyerahan uang tunai dan disertai tanda terima dalam dua bentuk yakni bukti tanda terima hakim menerima seluruh honor dan bukti tanda terima honor telah dipotong.

"Pada tanggal 12 September 2023, landasan pemotongan dituangkan dalam Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung yang terakhir Surat Keputusan Sekretariat Mahkamah Agung RI Nomor: 649/SEK/SK.KU1.1.3/VIII/2023 tertanggal 23 Agustus 2023 tentang Perubahan atas Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Nomor: 12/SEK/SK/II/2023 tentang Standar Biaya Honorarium Penanganan Perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali bagi Hakim Agung pada Mahkamah Agung Tahun Anggaran 2023 dan Nota Dinas Panitera MA Nomor: 1808/PAN/HK.00/9/2023 tentang Pemberitahuan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) Tahun 2023," kata Sugeng.

Kemudian, Sugeng menjelaskan tata cara penyerahan honor penanganan perkara hakim agung di mana diawali dari kepaniteraan Mahkamah Agung (MA), Asep Nursobah sebagai penanggungjawab Honorarium Penanganan Perkara (HPP) hakim agung.

Asep, kata Sugeng, menyiapkan laporan majelis yang menyelesaikan perkara dalam waktu 90 hari.

Selanjutnya, Sugeng mengungkapkan Asep mengajukan permintaan pembayaran ke Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai bank yang mengirimkan honor ke masing-masing hakim agung.

Namun, pada hari yang sama, BSI diduga otomatis memotong honor penanganan perkara hingga 26,95 persen dari rekening hakim agung.

Sugeng menduga pemotongan honor ini diketahui oleh para pimpinan MA.

"Potongan yang awalnya dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan/atau lisan dari hakim agung, dan dikumpulkan di rekening penampungan yang diduga dikelola oleh saudara AN."

"Sehingga patut diduga adanya potongan sebesar 26,95 persen adalah perbuatan korupsi yang terjadi atas sepengetahuan pimpinan Mahkamah Agung dan merugikan para hakim agung yang berhak," tuturnya.

Sugeng juga mengatakan adanya penolakan dari hakim agung terkait pemotongan honor penanganan perkara itu.

Namun, sambungnya, diduga ada intervensi dari pimpinan MA agar para hakim agung menandatangani surat pernyataan di atas materai agar bersedia honor penanganan perkara dipotong.

Sugeng mengungkapkan, jika hal tersebut benar terjadi, maka apa yang dilakukan pimpinan MA telah melanggar peraturan perundang-undangan.

"HPP yang menjadi hak hakim agung diberikan atas dasar Pasal 13 ayat (1) huruf a, juncto Pasal 13 B ayat (1) juncto Pasal 13 C ayat (1) PP Nomor 82 tahun 2021 di mana tidak terdapat aturan pemberian kewenangan pada Sekretaris maupun pimpinan MA untuk melakukan pemotongan," ujarnya.

Tribunnews telah menghubungi Juru Bicara Mahkamah Agung Suharto terkait hal tersebut, Namun Suharto memberikan jawaban kepada Tribunnews.com. 

 

Editor: Hasanudin Aco

Tag:  #soroti #dugaan #pemotongan

KOMENTAR