Setelah Kasus Pemerasan Penonton DWP, Polisi Kembali Disorot Dugaan Peras Anak Pengusaha
Sebelumnya sejumlah polisi di Jakarta ketahuan melakukan pemerasan terhadap penonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.
Nilainya mencapai miliaran rupiah dan dilakukan oleh beberapa perwira polisi yang bertugas di Jakarta.
Beberapa dari mereka sudah diberikan sanksi.
Kendati demikian kasus ini masih disorot karena tak kunjung ada kejelasan soal proses pidana.
Sejauh ini, puluhan anggota yang diduga melakukan pemerasan sendiri hanya disanksi kode etik mulai dari pemecatan hingga demosi.
Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut belum dilakukannya proses pidana ini malah membuat Polri seakan-akan melindungi anggotanya yang bersalah.
"Sanksi etik berupa demosi itu saja tak cukup, bahkan mengkonfirmasi bahwa Polri toleran bahkan melindungi personel pelaku tindak pidana pemerasan," kata Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (23/1/2025) lalu.
Bambang mengatakan proses pidana itu harus dilakukan tanpa pandang bulu.
Bahkan, mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak juga harus diproses pidana dengan melihat perannya.
"Bukan hanya yang di level atas, tapi semua. Problem utama yang terjadi di kepolisian selama ini karena atasan melakukan pembiaran. Pembiaran pada kejahatan yang dilakukan dengan sengaja itu juga merupakan kejahatan," ucapnya.
Menurutnya, jika Polri tak serius terkait proses pidana para anggotanya yang bersalah itu, nantinya akan terjadi efek domino terhadap iklim investasi ke dalam negeri.
"Bila tidak diproses pidana itu akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum kita di mata internasional. Bukan hanya bagi kepolisian saja," tuturnya.
Kasus Baru Ada Lagi
Belum selesai kasus pemerasan DWP, kini muncul lagi dugaan pemerasan dilakukan oleh perwira polisi di Jakarta.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan oknum perwira polisi itu diduga melakukan pemerasan terhadap anak pengusaha.
Bahkan dia menyebut dugaan pemerasan senilai Rp 20 Miliar.
IPW dalam siaran persnya menyebut mantan Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan (Jaksel) AKBP Bintoro adalah oknum polisi yang diduga telah melakukan pemerasan itu.
“Kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota Polri berpangkat pamen itu dapat mencoreng institusi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (26/1/2025).
AKBP Bintoro, S.H., S.I.K., M.M. (TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)IPW mendesak Propam Mabes Polri menelusuri secara mendalam penyalahgunaan wewenang dan segera memproses hukum pidana dan kode etik.
Tim yang diturunkan tersebut harus mampu menguak perbuatan dugaan pidana pemerasannya dan menerapkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan menelusuri aliran dana pemerasan tersebut.
IPW berkeyakinan bahwa uang hasil pemerasan Rp 20 Miliar itu tidak dilakukan untuk kepentingannya sendiri.
Uang tersebut dipastikan mengalir ke beberapa pihak.
“Kalau pihak kepolisian mau menegakkan aturan sesuai perundangan maka tidak sulit untuk membongkar perbuatan AKBP Bintoro,” imbuh Sugeng.
Dia menilai bahwa sudah menjadi pekerjaan sehari-hari bagi penyidik untuk menerapkan pasal TPPU dalam membongkar kasus kejahatan.
Diketahui kasus ini mencuat setelah adanya gugatan perdata dari pihak korban pemerasan terhadap AKBP Bintoro tertanggal 6 Januari 2025 lalu.
Korban menuntut pengembalian uang Rp 20 miliar beserta aset yang telah disita secara tidak sah dari kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto anak dari pemilik Prodia.
Tersangka dijerat melalui laporan polisi bernomor: LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel dan laporan nomor: LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Jaksel.
Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan disebut meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 20 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti informasi tersebut.
Dia menegaskan Polda Metro Jaya saat ini telah melakukan pendalaman oleh Bidpropam.
“Polda Metro Jaya berkomitmen meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat,” kata Ade Ary.
Polda Metro Jaya juga berkomitmen memproses sesuai Peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosdural, proporsional, dan profesional.
AKBP Bintoro Membantah
Sementara itu, AKBP Bintoro membantah tudingan dirinya melakukan pemerasan terhadap anak pengusaha senilai Rp 20 miliar.
“Saya AKBP Bitoro izin mengklarifikasi terkait berita yang beredar dan viral di masyarakat tentang dugaan pemerasan. Itu fitnah dan mengada-ada,” kata Bintoro dalam keterangannya, Minggu (26/1/2026).
AKBP Bintoro menegaskan tak pernah meminta uang seperti yang dituduhkan.
Menurutnya kasus itu tidak dihentikan dan masih berjalan di Polres Jakarta Selatan.
“Hingga kini proses perkara telah P21 dan dilakukan pelimpahan ke JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan dua tersangka saudara AN dan B untuk disidangkan,” katanya.
Dia menjelaskan peristiwa berawal dari dilaporkannya AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak yang menyebabkan korban meninggal dunia di satu hotel di Jakarta Selatan.
Pada saat olah TKP ditemukan obat-obatan terlarang (inex) dan senjata api.
“Singkat cerita kami dalam hal ini Sat Reskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrimnya melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.
Selanjutnya pihak tersangka tidak terima dan memviralkan berita bohong.
“Dari kemarin saya telah dilakukan pemeriksaan oleh Propam Polda Metro Jaya kurang lebih 8 jam dan hand phone saya telah disita dan diamankan guna pemeriksaan lebih lanjut, dan saya sampai sekarang masih berada di Propam Polda Metro Jaya,” katanya.
Tag: #setelah #kasus #pemerasan #penonton #polisi #kembali #disorot #dugaan #peras #anak #pengusaha