Orang yang Suka Gigit Kuku Ternyata Punya Kepribadian Ini, Menurut Penelitian

Salah satu kebiasaan paling umum yang ditunjukkan orang ketika sedang gugup atau stres ialah menggigit kuku tanpa sadar.

Meskipun kebiasaan ini menjengkelkan dan kebanyakan orang mengaitkannya dengan rasa gugup, sebuah penelitian menunjukkan hal sebaliknya.

Menurut penelitian dari Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychology, orang yang menggigit kuku cenderung perfeksionis, seperti dikutip dari City Magazine, Kamis (14/11).

Orang yang menggigit kuku memiliki ekspektasi tinggi dan berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan, di mana sosoknya sulit menerima kesalahan diri sendiri dan merasa tertekan, yang dapat memicu kebiasaan tersebut.

Dengan perilaku ini, mereka dapat mengurangi ketegangan batin yang muncul akibat kritik diri dan keinginan berlebihan untuk meraih kesuksesan.

Ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana, menggigit kuku memberi mereka momen kelegaan dan ketenangan.

Selain itu, orang yang menggigit kuku sering kali menunjukkan tingkat kecerdasan dan kreativitas yang tinggi.

Ini berarti bahwa kebiasaan tersebut dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian seperti berpikir cepat dan kreativitas.

Mereka sering kali berpikir secara intensif dan memecahkan masalah yang menyebabkan ketegangan internal, jadi kebiasaan ini membuatnya tetap fokus dan tenang.

Perilaku ini memungkinkan ketegangan dilepaskan pada saat-saat berpikir mendalam atau proses kreatif.

Adapun cara tertentu yang dapat dilakukan untuk berhenti menggigit kuku, sebagai berikut:

Potong pendek kuku

Ini hal yang paling mudah untuk dipraktikkan. Jika tidak ada yang bisa digigit, Anda tidak akan merasa ingin menggerogoti kuku.

Potong kuku untuk memastikan keinginan Anda untuk menggigit terkendali.

Cat kuku atau manikur

Jika berusaha untuk membuat kuku tampak menarik, Anda mungkin berpikir dua kali sebelum menggigitnya.

Kenali pemicu

Salah satu cara pasti untuk mengurangi kemungkinan menggigit kuku ialah mengidentifikasi pemicu fisik dan emosional.

Pemicu ini dapat mencakup kecemasan, stres, atau bahkan kebosanan.

***

Editor: Novia Tri Astuti