



Mengapa Tumor di Paru Sering Tak Disadari?
Keberhasilan pengobatan kanker paru sangat dipengaruhi oleh tingkat keparahan yang dialami. Kanker yang ditemukan pada stadium awal bisa disembuhkan dengan operasi atau pengangkatan tumor. Sayangnya, tumor di paru-paru sering tidak disadari dan baru ditemukan di stadium lanjut.
Di Indonesia, lebih dari 85 persen pasien kanker paru ditemukan sudah dengan stadium lanjut pada stadium tiga atau stadium empat.
Menurut penjelasan dr.Ermono Superaya Sp.B.T.K.V, tumor di paru-paru memang sering tidak menimbulkan keluhan atau gejala apa pun. Tak heran jika orang banyak tidak menyadarinya jika tak dilakukan pemeriksaan.
"Terkadang, ukuran tumor yang sudah 5 centimeter pun tidak bergejala. Kalau tumornya sudah menekan organ lain baru timbul gejala, biasanya rasa nyeri, kemudian ada batuk," papar dr.Ermono dalam acara diskusi media yang diadakan oleh RS Pondok Indah Grup di Jakarta (23/6/2025).
Oleh karena itu, untuk menemukan kanker di stadium awal sangat penting melakukan screening atau deteksi dini. Disarankan oleh dr.Ermono untuk melakukan low dose CT-Scan atau CT-Scan dosis rendah.
Pemeriksaan dengan foto thorax atau X-ray saja menurut dia kurang bisa mendeteksi adanya kelainan pada paru.
"Gambaran paru pada hasil rontgen tidak spesifik dan sering memberikan negatif palsu karena tidak jelas apakah itu tumor atau bekas tuberkulosis, mengingat TBC masih endemis di Indonesia," paparnya.
dr.Ermono Superaya Sp.B.T.K.V,
Pemeriksaan low dose CT-Scan bisa melihat apakah ada tumor di paru, jika ternyata memang ada bisa langsung diambil. Pemeriksaan ini sangat disarankan untuk mereka yang beresiko tinggi menderita kanker paru, yaitu perokok aktif atau pasif dan sering terpapar polusi.
VATS untuk tumor paru
Salah satu prosedur untuk mengangkat tumor pada paru yang bersifat minimal invasif adalah VATS (video assisted thoracoscopy surgery). Sesuai dengan namanya, prosedur ini menggunakan kamera kecil dan instrumen bedah pada lubang kecil di dada yang tersambung ke monitor.
"VATS bisa digunakan untuk seluruh prosedur operasi rongga dada, termasuk mengambil tumor paru," kata dr.Ermono yang dalam setahun bisa melakukan 50 kali tindakan VATS.
Ia mengatakan, di Indonesia sebagian besar tumor paru yang dioperasi sudah berukuran besar karena terlambat dideteksi.
"Sebagai perbandingan, di Kota Shanghai, China, pemeriksaan kesehatan untuk calon karyawan baru mencakup CT-Scan paru sehingga kalau ada setitik nodul, bahkan yang baru berukuran satu sentimeter, sudah langsung dipotong. Jadi di sana dokternya dalam sehari bisa mengerjakan VATS sampai 40 kali," paparnya.
VATS memiliki sejumlah kelebihan, antara lain hanya membutuhkan sayatan yang kecil (kurang dari 5 cm), risiko nyeri dan infeksi luka pascabedah jauh berkurang, serta bisa dipakai untuk biopsi kanker paru.
Walau begitu, menurut dr.Ermono VATS tidak bisa dilakukan jika ukuran tumor sudah cukup besar atau di atas 7 cm.
Di Indonesia VATS sudah mulai dipakai sejak tahun 2020 dan seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran saat ini dokter menggunakan metode uniportal VATS atau hanya membutuhkan satu lubang kecil untuk memasukkan alat ke rongga dada.
Menurut dr.Ermono untuk bisa melakukan prosedur VATS, seorang dokter bedah harus menjalani pelatihan lagi.
"Untuk bisa melakukan VATS, dokter harus menguasai prosedur operasi konvensional dulu atau bedah terbuka, baru mengikuti pelatihan lagi. Namun, jumlah dokter yang bisa melakukan tindakan ini dan rumah sakit yang memiliki peralatan khusus ini masih terbatas," ujarnya.