



Terasi Udang: Bumbu Tradisional yang Terus Beradaptasi di Era Modern
Di antara ragam bumbu khas Nusantara, terasi udang menempati posisi istimewa. Aroma dan cita rasanya yang khas telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai masakan Indonesia, mulai dari sambal terasi, tumis kangkung, hingga nasi goreng rumahan.
Terasi, yang berasal dari fermentasi udang kecil atau rebon, telah dikenal sejak ratusan tahun lalu oleh masyarakat pesisir Indonesia. Catatan sejarah menyebutkan bahwa proses pengawetan hasil laut melalui fermentasi ini sudah menjadi bagian dari tradisi kuliner masyarakat sejak zaman kerajaan-kerajaan maritim di Nusantara.
Meski berakar dari tradisi, eksistensi terasi tidak luntur oleh waktu. Justru di era digital saat ini, terasi mengalami kebangkitan melalui platform media sosial seperti TikTok dan Instagram. Generasi muda mulai bereksperimen dengan terasi dalam berbagai resep modern, mulai dari mie instan pedas kekinian hingga sambal instan rumahan.
"Di TikTok, kami sering lihat anak muda bikin sambal instan atau kreasi mie pedas pakai terasi — itu keren banget," kata Sherry, Creative Digital Executive King’s Fisher, dalam keterangan yang diterima Suara.com, ditulis Kamis (19/6/2025).
"Makanya kami bikin kemasan yang simpel dan praktis, supaya nggak ribet dipakai kapan aja," lanjutnya.
Pernyataan Sherry ini menggambarkan bagaimana terasi kini tidak lagi dianggap sebagai bumbu 'jadul' milik generasi orang tua, tetapi justru menjadi bumbu yang semakin relevan di dapur masa kini.
Di tengah arus globalisasi dan tren makanan fusion, terasi tetap memiliki tempat khusus dalam identitas kuliner nasional. Menurut sejumlah peneliti kuliner, terasi mencerminkan akar budaya masyarakat pesisir dan menjadi simbol kekayaan cita rasa lokal yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Tak hanya di dalam negeri, diaspora Indonesia di luar negeri juga kerap menjadikan terasi sebagai pengingat akan kampung halaman. Bahkan di beberapa komunitas, terasi menjadi bagian dari upaya melestarikan budaya melalui masakan.
Fenomena kebangkitan bumbu tradisional seperti terasi tidak hanya merefleksikan nostalgia, tetapi juga peluang ekonomi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk olahan laut Indonesia—termasuk terasi dan bahan penyedap lainnya—mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh permintaan dari komunitas diaspora dan tren kuliner global yang mulai melirik rasa Asia Tenggara.
Dalam beberapa tahun terakhir, produsen terasi di Indonesia juga mulai merespons perubahan gaya hidup masyarakat. Kemasan praktis dan modern mulai diperkenalkan, menggantikan bentuk tradisional terasi batangan yang kerap dianggap kurang higienis atau merepotkan untuk digunakan.
Salah satu produsen yang mengadaptasi hal ini adalah King’s Fisher, yang mengembangkan terasi dalam kemasan siap pakai namun tetap mempertahankan kekhasan rasa. "Terasi itu bukan cuma bumbu, tapi bagian dari identitas kuliner Indonesia," ungkap Ricky, Direktur Utama PT. Bali Maya Permai (King’s Fisher).
"Kami ingin orang tetap bisa merasa dekat dengan rasa masa kecil, walau hidup di zaman yang serba cepat," sambungnya.
Produk terasi modern, seperti yang ditawarkan oleh King’s Fisher, kini dibuat dari udang segar pilihan dan diproses secara higienis dengan standar industri. Produk ini juga telah mengantongi sertifikasi halal, sehingga dapat menjangkau lebih banyak kalangan, dari ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga para profesional urban yang ingin memasak cepat tanpa kehilangan rasa autentik.
Inovasi dalam bentuk, kemasan, dan strategi pemasaran menjadi kunci agar bumbu lokal seperti terasi dapat terus bersaing, baik di pasar domestik maupun mancanegara. Namun di balik semua transformasi tersebut, satu hal tetap tak berubah: aroma khas terasi yang membangkitkan selera dan menghadirkan kehangatan rasa Indonesia.
Tag: #terasi #udang #bumbu #tradisional #yang #terus #beradaptasi #modern