Orang yang Hangat dengan Teman tapi Dingin dengan Keluarga Biasanya Punya 7 Pengalaman Ini Waktu Kecil Menurut Psikologi
Ilustrasi seseorang yang hangat di depan teman-teman (foto: Freepik/tirachardz)
15:08
21 Februari 2025

Orang yang Hangat dengan Teman tapi Dingin dengan Keluarga Biasanya Punya 7 Pengalaman Ini Waktu Kecil Menurut Psikologi

- Beberapa orang terlihat begitu hangat dan ramah dengan teman-temannya, namun ketika berhadapan dengan keluarga, sikap mereka tiba-tiba berubah menjadi dingin dan menjaga jarak.

Fenomena ini seringkali menimbulkan kebingungan, baik bagi orang yang mengalaminya maupun orang-orang di sekitarnya.

Bagaimana bisa seseorang yang begitu terbuka dan penuh kasih kepada orang luar justru bersikap kaku terhadap keluarganya sendiri?

Menurut psikologi, perilaku ini tidak terjadi begitu saja. Ada pola pengalaman masa kecil yang membentuk cara seseorang berhubungan dengan orang lain, terutama dengan keluarga.

Dilansir dari Geediting pada Jumat (21/2), terdapat 7 pengalaman yang umumnya dimiliki oleh orang-orang yang hangat dengan teman tetapi dingin dengan keluarga:

1. Merasa Tidak Diterima oleh Keluarga Sendiri

Beberapa orang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh kritik atau ekspektasi tinggi.

Mereka merasa apa pun yang mereka lakukan tidak pernah cukup di mata orang tua atau saudara-saudara mereka.

Hal ini menciptakan perasaan tidak diterima yang dalam, sehingga mereka mencari penerimaan dari orang lain di luar keluarga.

Ketika mereka akhirnya menemukan teman yang menerima mereka apa adanya, mereka lebih nyaman dan terbuka.

Sebaliknya, bersama keluarga yang selalu mengkritik, mereka menjaga jarak untuk melindungi diri dari rasa sakit emosional yang sudah lama terpendam.

2. Kurangnya Koneksi Emosional dengan Anggota Keluarga

Tidak semua keluarga pandai mengekspresikan emosi dengan sehat.

Beberapa orang tumbuh dalam lingkungan yang kaku dan minim kehangatan emosional.

Pelukan, kata-kata kasih sayang, atau sekadar ungkapan kebanggaan mungkin sangat jarang terjadi.

Akibatnya, mereka tidak terbiasa membangun kedekatan emosional dengan keluarga sendiri.

Mereka merasa canggung atau bahkan takut untuk menjadi rentan di depan anggota keluarga.

Sebaliknya, dengan teman-teman yang lebih ekspresif dan terbuka, mereka bisa lebih leluasa menunjukkan emosi mereka.

3. Pengalaman Diabaikan secara Emosional

Anak-anak yang sering diabaikan secara emosional oleh orang tua cenderung mengembangkan mekanisme pertahanan dengan menutup diri.

Mereka belajar untuk tidak mengharapkan dukungan emosional dari keluarga karena pengalaman masa kecil mengajarkan mereka bahwa harapan itu seringkali berakhir dengan kekecewaan.

Namun, saat dewasa, mereka menemukan bahwa teman-teman mereka bisa memberikan dukungan emosional yang tidak mereka dapatkan dari keluarga.

Oleh karena itu, mereka lebih terbuka dan hangat dengan teman-teman, sementara kepada keluarga mereka tetap menjaga jarak sebagai bentuk perlindungan diri.

4. Tekanan untuk Menjadi ‘Anak yang Sempurna’

Banyak anak tumbuh dengan tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik, entah itu dalam akademik, karier, atau perilaku.

Mereka dipaksa untuk memenuhi ekspektasi tinggi tanpa boleh menunjukkan kelemahan.

Tekanan semacam ini seringkali membuat mereka merasa tidak pernah cukup dan kehilangan jati diri.

Akibatnya, mereka merasa harus memakai “topeng” saat berhadapan dengan keluarga untuk memenuhi ekspektasi tersebut.

Namun, dengan teman-teman yang menerima mereka apa adanya, mereka merasa bebas untuk menjadi diri sendiri, tanpa harus pura-pura sempurna.

5. Konflik Internal Akibat Nilai yang Berbeda dengan Keluarga

Beberapa orang tumbuh dalam keluarga yang sangat kaku dengan nilai-nilai atau kepercayaan tertentu, sementara mereka sendiri memiliki pandangan yang berbeda.

Ini bisa berkaitan dengan agama, pandangan politik, atau bahkan cara mereka mengekspresikan diri.

Untuk menghindari konflik, mereka sering memilih untuk menjauh secara emosional dari keluarga.

Di sisi lain, dengan teman-teman yang memiliki nilai yang lebih selaras dengan mereka, mereka bisa lebih jujur dan terbuka.

6. Pengalaman Menjadi Korban Perbandingan yang Tidak Sehat

Anak-anak yang sering dibandingkan dengan saudara kandung atau anak-anak lain dalam keluarga besar sering merasa tidak dihargai.

Mereka terus-menerus merasa bahwa upaya mereka tidak pernah cukup baik karena fokus orang tua hanya pada kekurangan mereka.

Hal ini menciptakan rasa tidak aman dan bahkan dendam yang terpendam.

Ketika dewasa, mereka cenderung menjaga jarak dari keluarga untuk menghindari perasaan tidak nyaman ini.

Sebaliknya, dengan teman-teman yang tidak membandingkan mereka, mereka merasa lebih dihargai dan diterima.

7. Trauma Keluarga yang Belum Selesai

Pengalaman traumatis seperti perceraian orang tua, kekerasan dalam rumah tangga, atau kehilangan anggota keluarga yang dicintai bisa meninggalkan luka emosional yang dalam.

Trauma ini sering menciptakan ketegangan emosional yang membuat seseorang sulit membangun kedekatan dengan keluarga.

Mereka mungkin merasa bahwa menghadapi keluarga berarti harus menghadapi kembali rasa sakit yang belum selesai.

Sebagai mekanisme pertahanan, mereka memilih untuk bersikap dingin dan menjaga jarak.

Sebaliknya, dengan teman-teman, mereka bisa melarikan diri dari rasa sakit itu dan menikmati hubungan yang lebih ringan dan menyenangkan.

Mengapa Memahami Hal Ini Penting?

Memahami pengalaman masa kecil yang membentuk perilaku seseorang dapat membantu kita lebih berempati dan tidak buru-buru menghakimi.

Jika Anda mengenali pola ini dalam diri sendiri atau orang terdekat, penting untuk menyadari bahwa mereka mungkin tidak bersikap dingin dengan sengaja.

Seringkali, ini adalah bentuk mekanisme bertahan untuk melindungi diri dari rasa sakit emosional yang sudah lama terpendam.

Bagaimana Mengatasi Pola Ini?

Jika Anda merasa terjebak dalam pola hangat dengan teman tapi dingin dengan keluarga, langkah pertama adalah mengenali akar permasalahannya.

Terapi psikologis bisa menjadi cara efektif untuk memproses pengalaman masa kecil dan menyembuhkan luka emosional.

Selain itu, berbicara secara jujur dengan anggota keluarga juga bisa membantu membangun kembali kedekatan emosional secara perlahan.

Kesimpulan

Perilaku manusia selalu dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil yang membentuk cara kita berhubungan dengan orang lain.

Orang yang hangat dengan teman tetapi dingin dengan keluarga biasanya menyimpan luka emosional dari masa lalu yang belum sembuh.

Dengan memahami akar penyebabnya, kita bisa belajar menerima diri sendiri dan membangun hubungan yang lebih sehat dan bermakna.

Jika Anda mengenali diri Anda dalam artikel ini, ingatlah bahwa tidak ada yang salah dengan Anda.

Perasaan dan perilaku Anda adalah hasil dari pengalaman yang membentuk cara Anda melindungi diri.

Dengan kesadaran dan upaya penyembuhan, Anda bisa membangun hubungan yang lebih sehat dengan diri sendiri dan orang-orang di sekitar Anda, termasuk keluarga.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #orang #yang #hangat #dengan #teman #tapi #dingin #dengan #keluarga #biasanya #punya #pengalaman #waktu #kecil #menurut #psikologi

KOMENTAR