![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![7 Perilaku Media Sosial yang Secara Tidak Sadar Membuat Seseorang Menjadi Haus Validasi: Apa Saja Contohnya?](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/11/jawapos/7-perilaku-media-sosial-yang-secara-tidak-sadar-membuat-seseorang-menjadi-haus-validasi-apa-saja-contohnya-1207571.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
7 Perilaku Media Sosial yang Secara Tidak Sadar Membuat Seseorang Menjadi Haus Validasi: Apa Saja Contohnya?
- Saat ini media sosial sudah menjadi bagian hidup manusia, rasanya seperti ada yang kurang jika kita tidak mengecek akun media sosial sehari saja.
Di media sosial sendiri terdapat banyak hiburan, informasi, dan bisa update kegiatan sehari-hari dengan bebas.
Namun di samping kenikmatan yang kita rasakan, terkadang media sosial itu menjadi tempat bagi orang yang mencari persetujuan atau validasi dari orang lain atas pencapaian hidupnya.
Pujian memang terasa indah dan membuat kita semakin percaya diri, tapi jika terlalu menggantungkan hidup hanya untuk mencari validasi, maka bisa membahayakan diri sendiri.
Dilansir dari laman Small Business Bonfire pada Selasa (11/02) inilah 7 perilaku media sosial yang secara tidak sadar membuat seseorang menjadi haus validasi :
1. Terus update hal-hal kecil
Di antara kita pasti pernah terdorong ingin update tentang makanan, kegiatan belajar, atau pekerjaan sehari-hari di media sosial.
Sangat menyenangkan untuk membiarkan orang-orang masuk ke dalam hidup kita, tetapi ketika kamu update tanpa henti, itu bisa menjadi indikasi bahwa kamu haus validasi.
Sebenarnya, tidak semuanya membutuhkan penonton. Ketika kita update terus-menerus, itu bisa tampak seperti mencoba terlalu keras untuk membuktikan sesuatu bahwa seberapa produktif, menarik, atau bahkan seberapa "normal" hidup ini di mata orang lain.
2. Hapus postingan jika tidak mendapatkan like
Orang yang haus validasi biasanya cenderung berbuat seperti ini, mereka terus khawatir jika tidak ada umpan balik positif dari para pengikutnya di media sosial.
Mungkin awalnya terlihat sepele, tapi jika dipikirkan kembali, mereka tidak sadar bahwa hidupnya sudah dikendalikan oleh orang lain di media sosial.
3. Memancing pujian dengan postingan yang dramatis
Ada saatnya mereka memposting hal-hal seperti "Ugh, hari ini adalah yang terburuk..." atau "Saya kira beberapa orang tidak menghargai kejujuran."
Tidak ada detail atau konteks yang jelas hingga membuat orang lain bertanya-tanya sehingga terkesan bahwa mereka sangat dipedulikan atau bahkan dikasihani.
Masalah dengan postingan semacam ini adalah tidak benar-benar menyelesaikan apapun. Itu mungkin mendapat perhatian pada saat itu, tetapi juga membuat orang merasa seperti harus mencari tahu mengenai hal yang sebenarnya terjadi.
Jika benar-benar membutuhkan dukungan, hubungi langsung teman atau keluarga yang akan mendengarkan dengan tulus. Ini jauh lebih berarti daripada menunggu suka dan komentar untuk mengisi kekosongan.
4. Mengedit foto secara berlebihan agar terlihat sempurna
Menghaluskan kulit, menyesuaikan pencahayaan dengan tepat, bahkan secara halus membentuk kembali wajah dengan berbagai bentuk yang sempurna.
Hal tersebut tidak ekstrem, tetapi itu membuat mereka merasa seperti tidak cukup baik untuk dilihat apa adanya.
Media sosial memudahkan untuk jatuh ke dalam perangkap ini, tetapi semakin kita mengedit diri menjadi sempurna, semakin memperkuat ide yang kita butuhkan. Dan sejujurnya, itu sangat melelahkan.
5. Membagikan setiap pencapaian besar atau kecil
Penelitian menunjukkan orang yang terus-menerus memposting tentang kesuksesan mereka sering kali kurang disukai oleh teman sebayanya,
Ketika setiap kemenangan kecil menjadi sebuah postingan, itu bisa bukan karena merayakan dan mengarah untuk mencari validasi.
6. Obsesi dengan orang yang melihat postingan
Jika seseorang yang mereka harapkan untuk terlibat itu tidak muncul, akan bertanya-tanya entah mereka kesal dengan atau merasa kurang penting.
Mengikat harga diri dengan keterlibatan media sosial itu melelahkan. Persahabatan dan koneksi tidak diukur dengan suka atau komentar di media sosial, melainkan dibangun melalui percakapan nyata, momen bersama, dan saling pengertian.
7. Suasana hatinya tergantung pada umpan balik di media sosial
Jika sebuah postingan berjalan dengan baik, mereka akan merasa hebat. Sangat mudah untuk membiarkan media sosial menentukan perasaan tentang diri sendiri.
Suka, komentar, dan berbagi bukanlah ukuran nilai kepribadian seseorang. Itu hanya angka di layar yang terlihat mengesankan, tidak dapat diprediksi, dan tidak pernah menjadi cerminan sejati dari jati diri sebenarnya.
Mengutip dari laman Identitas Unhas pada Selasa (11/02) orang yang haus validasi cenderung merasa cemas karena selalu ingin bertindak sesuai ekspektasi orang lain.
Mereka yang haus validasi jadi tidak tahu potensi yang dimilikinya dan cara mengembangkan potensinya secara optimal, karena terlalu dipengaruhi oleh espektasi orang lain. Akibatnya, mereka tidak berkembang dengan baik.
Oleh karena itu, kita perlu self control agar mampu berbuat sesuai jati diri dan persepsi sendiri tanpa dicampuri oleh ekspektasi orang lain baik dalam kehidupan nyata atau media sosial.
Tag: #perilaku #media #sosial #yang #secara #tidak #sadar #membuat #seseorang #menjadi #haus #validasi #saja #contohnya