Joe Biden Membatalkan Hukuman Mati 37 Narapidana, tetapi 2 di Antaranya Menolak
Presiden AS Joe Biden 
14:50
8 Januari 2025

Joe Biden Membatalkan Hukuman Mati 37 Narapidana, tetapi 2 di Antaranya Menolak

Dua terpidana hukuman mati menolak menandatangani dokumen yang menawarkan keringanan hukuman dari Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

Keringanan tersebut mengubah hukuman dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup tetapi tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat, menurut laporan NBC News.

Bulan lalu, Biden memberikan keringanan hukuman kepada 37 narapidana federal yang divonis hukuman mati.

Langkah ini mendapatkan pujian dari para aktivis antihukuman mati.

Namun, dua narapidana, Shannon Agofsky dan Len Davis, yang dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan AS di Terre Haute, Indiana, mengajukan mosi darurat untuk mencegah perubahan hukuman mereka.

Mereka berpendapat bahwa mereka masih berupaya membuktikan bahwa mereka tidak bersalah dan percaya bahwa keringanan hukuman tersebut dapat menghalangi peluang mereka untuk menang dalam proses banding.

Dalam kasus hukuman mati, proses banding seringkali diperiksa secara ketat untuk memastikan tidak ada kesalahan karena beratnya konsekuensi hukuman.

Meskipun banding tidak selalu meningkatkan peluang narapidana untuk dibebaskan, Agofsky menyatakan bahwa ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk proses pengadilan yang lebih ketat.

"Perubahan hukuman pada saat terdakwa masih menjalani proses hukum sama saja dengan mencabut haknya atas pengawasan lebih ketat," demikian pernyataan dalam berkas yang diajukannya.

"Hal ini menempatkan terdakwa dalam posisi yang sangat tidak adil dan dapat mengganggu proses banding yang sedang berlangsung."

Di sisi lain, Len Davis menyatakan dalam pengajuannya bahwa ia berharap dengan adanya hukuman mati, perhatian publik akan tertuju pada "pelanggaran besar" yang menurutnya dilakukan oleh Departemen Kehakiman.

Namun, sulit bagi dua narapidana tersebut untuk mendapatkan kembali hukuman mati mereka. 

Putusan Mahkamah Agung tahun 1927 menyatakan bahwa presiden berhak memberikan penangguhan hukuman dan pengampunan tanpa persetujuan terpidana.

Kasus Shannon Agofsky

Shannon Agofsky (53) dihukum karena pembunuhan presiden bank Oklahoma, Dan Short, yang jasadnya ditemukan di sebuah danau pada tahun 1989.

Jaksa federal mengatakan bahwa Shannon dan saudaranya, Joseph Agofsky, menculik dan membunuh Short, serta mencuri $71.000 dari bank tempat Short bekerja.

Joseph Agofsky meninggal di penjara pada tahun 2013, setelah dijatuhi hukuman seumur hidup atas perampokan tersebut.

Shannon Agofsky awalnya juga dijatuhi hukuman seumur hidup.

Tetapi pada tahun 2001, ia membunuh narapidana lain di penjara Texas. 

Juri merekomendasikan hukuman mati kepadanya pada 2004.

Shannon Agofsky dihukum atas dua pembunuhan terpisah pada tahun 1989 dan 2004. Shannon Agofsky dihukum atas dua pembunuhan terpisah pada tahun 1989 dan 2004. (Change.org)

Namun, Shannon Agofsky menyatakan bahwa ia masih berupaya membersihkan namanya dari kasus aslinya (Dan Short).

"Terdakwa tidak pernah meminta keringanan hukuman. Terdakwa tidak pernah mengajukan permohonan keringanan hukuman," bunyi berkas gugatannya.

"Terdakwa tidak menginginkan keringanan hukuman dan menolak menandatangani dokumen yang terkait dengan keringanan tersebut."

Laura Agofsky, yang menikahi Shannon melalui telepon pada tahun 2019, mengatakan kepada NBC News bahwa pengacara suaminya menyarankan untuk meminta keringanan hukuman.

Namun, Shannon menolak karena status hukuman matinya memberikan akses kepada penasihat hukum yang diperlukan untuk mengajukan banding.

"Ia tidak ingin mati di penjara dengan stigma sebagai pembunuh berdarah dingin," kata Laura kepada NBC News.

Kasus Len Davis

Len Davis, mantan polisi New Orleans, dihukum karena menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh seorang wanita yang mengajukan keluhan terhadapnya. Len Davis, mantan polisi New Orleans, dihukum karena menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh seorang wanita yang mengajukan keluhan terhadapnya. (Handout)

Len Davis adalah mantan polisi New Orleans yang dihukum karena pembunuhan warga sipil bernama Kim Groves (32) pada tahun 1994.

Jaksa mengatakan bahwa Davis menyewa seorang pengedar narkoba untuk membunuh Groves.

Groves diincar karena ia melaporkan perlakuan Davis yang memukuli seorang remaja yang disangka pelaku kejahatan.

Hukuman mati Davis sempat dibatalkan, tetapi diberlakukan kembali pada tahun 2005 oleh pengadilan banding federal.

Dalam pengajuan hukumnya, Davis, yang kini berusia 60 tahun, selalu menegaskan ketidakbersalahannya.

Ia berpendapat bahwa pengadilan federal tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadilinya atas pelanggaran hak sipil.

(Tribunnews.com)

Editor: Febri Prasetyo

Tag:  #biden #membatalkan #hukuman #mati #narapidana #tetapi #antaranya #menolak

KOMENTAR