Studi Ungkap Risiko Psikologis jika Jam Malam Anak di Surabaya Diterapkan Secara Kaku
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, Senin (23/6/2025). Studi menunjukkan bahwa penerapan Jam Malam Anak di Surabaya secara kaku tanpa komunikasi terbuka dapat berdampak negatif pada kondisi emosional dan hubungan anak dengan orangtua.(KOMPAS.com/ANDHI DWI)
19:12
26 Juni 2025

Studi Ungkap Risiko Psikologis jika Jam Malam Anak di Surabaya Diterapkan Secara Kaku

Penerapan jam malam anak di Surabaya berpotensi memengaruhi kondisi emosional anak jika dilakukan secara kaku dan tanpa komunikasi yang terbuka.

Pemerintah Kota Surabaya telah memberlakukan jam malam bagi anak di bawah 18 tahun sejak Sabtu (21/6/2025), sesuai Surat Edaran (SE) Nomor 400.2.4/12681/436.7.8/2025.

Dalam aturan tersebut, anak dilarang beraktivitas di luar rumah pada pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB, kecuali dalam kondisi tertentu seperti kegiatan resmi, keagamaan, atau kedaruratan.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan, tujuan utama kebijakan jam malam anak di Surabaya adalah untuk mencegah anak terpapar risiko pergaulan bebas, narkoba, dan kekerasan.

Pemerintah juga menggalakkan peran orang tua dan masyarakat dalam mendukung pengawasan anak saat malam hari.

Aturan ketat bisa ganggu relasi emosional anak

Dikutip dari American Counseling Association, hukuman berlebihan seperti mencabut seluruh hak sosial anak dalam waktu lama justru berdampak negatif terhadap kemampuan anak dalam mengambil keputusan dan membangun kemandirian.

Aturan yang ketat tanpa ruang diskusi bisa menciptakan siklus konflik antara anak dan orang tua.

Ketika anak tidak diberi kesempatan untuk berpendapat, mereka lebih rentan melanggar aturan demi memperoleh rasa kebebasan.

Pendekatan yang lebih fleksibel, disertai komunikasi terbuka dan konsisten, dinilai lebih efektif dalam mendorong kepatuhan serta membangun rasa tanggung jawab anak terhadap batasan yang ada.

Risiko pendekatan sweeping yang tidak ramah anak

Pemkot Surabaya turut mendorong pelaksanaan sweeping jam malam anak di Surabaya dengan melibatkan tokoh masyarakat dan Siskamling.

Namun, pendekatan seperti ini perlu dilakukan dengan prinsip ramah anak agar tidak menimbulkan trauma.

Dalam studi yang sama, ditegaskan bahwa orang tua dan pengasuh perlu fokus memahami alasan di balik perilaku anak, bukan sekadar memberikan sanksi.

Ketika pendekatan lebih mengedepankan dialog dibanding hukuman, anak akan merasa didengar dan lebih terbuka terhadap aturan.

Menyusun daftar aturan yang bisa dinegosiasikan dan tidak bisa dinegosiasikan adalah metode efektif untuk membangun rasa tanggung jawab anak.

Dalam konteks aturan jam malam anak di Surabaya, pendekatan ini bisa diterapkan agar anak memahami tujuan aturan tersebut.

Dilansir dari WebMD, disarankan bagi orang tua untuk menjelaskan alasan di balik jam malam dan memberikan ruang diskusi bersama anak.

Hal ini akan meningkatkan kepatuhan dan menumbuhkan kedekatan dalam relasi keluarga.

Penerapan jam malam anak di Surabaya perlu disertai pendekatan psikologis yang mendukung komunikasi terbuka dan saling pengertian antara orangtua dan anak.

Pendekatan yang terlalu keras dan seragam berisiko memicu konflik serta menghambat perkembangan emosional anak.

Sebaliknya, pola asuh yang mengedepankan dialog dan pengertian dapat menjadikan jam malam sebagai sarana pembelajaran tanggung jawab bagi remaja.

Tag:  #studi #ungkap #risiko #psikologis #jika #malam #anak #surabaya #diterapkan #secara #kaku

KOMENTAR