Pengembangan ''Green Hidrogen'' Jadi Salah Satu Upaya Percepatan Pengembangan Panas Bumi RI
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris Yahya Hal itu disampaikannya dalam FGD bertajuk Potensi dan Pengembangan Panas Bumi oleh Universitas Darma Persada di Jakarta, Sabtu (20/1/2024).(KOMPAS.com/APRILLIA IKA)
15:04
20 Januari 2024

Pengembangan ''Green Hidrogen'' Jadi Salah Satu Upaya Percepatan Pengembangan Panas Bumi RI

- Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris Yahya mengatakan pengembangan "green hidrogen" bisa jadi salah satu upaya percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia.

Hal itu disampaikannya dalam FGD bertajuk "Potensi dan Pengembangan Panas Bumi" oleh Universitas Darma Persada di Jakarta, Sabtu (20/1/2024).

Dalam paparannya, Harris menyebutkan bahwa RI memiliki potensi panas bumi hingga 23.060 MW dengan tingkat utilisasi 2.417 MW atau baru sekitar 10 persen.

Tantangan pengembangan panas bumi RI antara lain tingginya risiko eksplorasi, rasio berhasilnya hanya sekitar 50 persen.

Kemudian, kelayakan keekonomian PLTP yang variatif, yang mana saat ini harga EBT panas bumi single digit dan dikeluhkan oleh pebisnis. Serta, keterbatasan akses pendanaan bagi pengembang.

Saat ini, sekitar 83,5 persen dari total kapasitas terpasang PLTP dikelola BUMN, atau sekitar 2.021 MW. Hanya 16,5 persen dikelola swasta.

Untuk itu, green hidrogen bisa jadi upaya percepatan pengembangan panas bumi, misal untuk transportasi, selain untuk listrik saja.

Bahkan pada peta jalan Net Zero Emission (NZE) proyek hidrogen mempunyai peran 5-10 persen dalam transportasi.

Kemudian, PLTP sebagai pembangkit EBT memiliki capacity factor paling besar yang dapat memproduksi "green hydrogen".

Serta, fluida panas bumi juga dapat dimanfaatkan pada proses penyimpanan sehingga proses keseluruhan produksi hidrogen dari energi panas bumi dapat meningkatkan efisiensi hingga 18 persen.

Menurut Harris, green hydrogen sudah dimulai di Indonesia walau dalam jumlah kecil. Misal di wilayah kerja Wairamai yang dilego 2023 dan dimenangkan konsorsium PGE dan Chevron.

Untuk harganya, ulas Harris, 1 kg "green hidrogen" dari 9 kg air, output 53 Kwh listrik. Jika dijual untuk taksi harganya sekitar Rp 200.000 per kg, yang mana 1 kg bisa untuk 100 km.

"Oleh sebab itu potensi mobil dengan bahan bakar hidrogen dan fuel cell ke depan akan lebih kompetitif," katanya.

Selanjutnya, upaya lain untuk percepatan pengembangan panas bumi yakni melalui penawaran wilayah panas bumi. Antara lain akan dilakukan lelang pada wilayah kerja panas bumi di Cisolok, Cisukarame, Nage dan Rangkong.

Kemudian, dengan skema pemanfaatan langsung. Misal untuk agrikultur seperti pengolahan teh, pengeringan biji kopi, industri gula aren. Serta untuk pariwisata seperti sumber air panas.

"Efisiensi konversi energi panas bumi yang tinggi, antara 80-90 persen, jadi potensi yang baik untuk dimanfaatkan lamgsung," katanya.

Harris mengatakan, RI punya program pengembangan panas bumi 2020-2035.

"Kalau semua berjalan lancar, bisa 5.000 MW di 2035, terutama kalau penambahan kapasitas PLTP PLN 2023-2030 sebesar 3.355 MW dijalankan sesuai RUPTL," kata Harris.

"Penambahan kapasitas PLTP dalam 10 tahun memang berat, tapi bisa dikejar dengan program-program tambahan plus insentif. Misal saat ini yang diusulkan, untuk eksploitasi ada pembebasan pajak bumi, seperti pada eksplorasi. Usulan ini belum deal dengan Kemenkeu," lanjutnya.

Pentingnya kolaborasi

Menurut Harris, butuh kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai sektor energi, industri, lembaga pembiayaan, dan pemerintah untuk pengembangan panas bumi RI.

"Untuk kerja sama dengan pemerintah, agar ada pembahasan ulang soal TKDN, agar jangan hanya dihitung di sisi hilir saja tapi juga di hulu. Ini sedang diusulkan ke menteri," katanya.

Sebelumnya, Anggota DEN RI dan Dosen Pascasarjana Energi Terbarukan Unsada, As Natio Lasman mengungkapkan, baru sekitar 10 persen atau 2,4 GW potensi panas bumi dimanfaatkan untuk PLTP.

Sehingga perlu adanya dukungan dari berbagai pihak untuk mendukung percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia.

"Dalam upaya ini, seruan dukungan dari berbagai pihak menjadi krusial. Terutama, penting untuk menggandeng universitas dalam mendukung langkah-langkah menuju misi ini," tegasnya.

Menurut dia kegiatan FGD panas bumi ditujukan untuk bersinergi menghadirkan berbagai pihak untuk duduk bersama berdiskusi mengenai tantangan dan keuntungdan dalam mengembangkan PLTP di Indonesia.

"Saya rasa kontribusi pendidikan, terutama melalui peran universitas, akan menjadi pilar utama yang baik untuk mewujudkan visi bersama menciptakan percepatan pengembangan panas bumi," pungkas As Natio.

Tag:  #pengembangan #green #hidrogen #jadi #salah #satu #upaya #percepatan #pengembangan #panas #bumi

KOMENTAR