Berkaca dari Bukalapak, Pemerintah Perlu Dukung Ekosistem Digital Lokal
Pengamat ekonomi digital buka suara terkait keputusan emiten e-commerce Indonesia, PT Bukalapak Tbk (BUKA) menghentikan layanan operasional marketplace khusus untuk produk fisik secara bertahap mulai Februari 2025.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai apa yang terjadi pada Bukalapak menjadi pertanda bahwa perlu ada dukungan atau perlindungan pemerintah terhadap pertumbuhan dan kelangsungan ekosistem digital lokal.
“Dengan demikian, pemerintah tidak hanya mengklaim kesuksesan itu merupakan hasil kerja keras pemerintah atas kesuksesan satu perusahaan digital. Tapi jika ada problem, juga pemerintah harus turut turun tangan,” kata Heru dalam keterangannya, Rabu (15/1/2025).
Ilustrasi E-Commerce
Menurut Heru, dukungan pemerintah itu dapat diberikan dalam bentuk perhatian terhadap UMKM binaan, ekosistem dan infrastruktur digital dan regulasi yang mendorong persaingan usaha yang sehat dan berkelanjutan.
Heru mengatakan kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital lokal yang berkelanjutan.
Inisiatif bersama juga dapat menghasilkan solusi inovatif yang menjawab tantangan lokal sehingga bisa ikut mendorong pertumbuhan layanan digital lainnya. Dia menilai tentunya dukungan pemerintah juga harus mencakup aspek keberlanjutan.
“Kita perlu memastikan bahwa pertumbuhan ekosistem digital tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tapi juga menciptakan lingkungan bisnis yang adil," sebut dia.
Terkait dengan strategi yang dilakukan Bukalapak, Heru menilai keputusan e-commerce lokal tersebut tak bisa dilepaskan dari latar belakang faktor kompetisi yang sangat ketat di industri e-commerce ini, mengingat terlalu dominannya kehadiran modal dari pemain asing, seperti Shopee.
Bukalapak resmi mengumumkan menutup layanan e-commerce miliknya hari ini, Selasa (7/1/2024). Dengan penutupan ini, Bukalapak berhenti menjual produk fisik (seperti barang elektronik, gadget, busana, dan sebagainya). Ke depannya, Bukalapak hanya akan fokus menjual produk virtual (seperti pulsa prabayar, token listrik, dan sebagainya).
Heru menilai Bukalapak sebetulnya masih memiliki peluang pertumbuhan bisnis, dengan catatan perusahaan bisa berbenah dan melakukan strategi baru guna mendorong pertumbuhan.
Apa yang dialami Bukalapak, menurutnya, menjadi perhatian bagi pelaku usaha yang lain juga agar bisa terus melakukan strategi baru untuk terus bertahan.
“Ini alarm juga bagi pelaku usaha yang lain di bidang ini, agar bisa bisa terus mengambil langkah strategi baru atau melakukan konsolidasi mengingat persaingan tinggi,” kata Heru.
Sebagai catatan, mengacu laporan keuangan Bukalapak per September 2024 atau periode 9 bulan, total pendapatan BUKA mencapai Rp 3,40 triliun, naik 1,79 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 3,34 triliun.
Dari jumlah itu, pendapatan dari marketplace (termasuk fisik dan produk digital seperti pembelian pulsa dan token listrik) mencapai Rp1,74 triliun atau 51 persen, sedangkan lini bisnis online to offline (via Mitra Bukalapak) mencapai Rp 1,66 triliun atau 49 persen.
Manajemen Bukalapak dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan kontribusi layanan produk fisik Bukalapak (marketplace fisik, seperti pakaian hingga peralatan rumah tangga) memiliki kontribusi sekitar 3 persen dari seluruh pendapatan perseroan.
“Lini bisnis produk fisik terus menunjukkan penurunan kontribusi pendapatan dan pertumbuhan selama tiga tahun terakhir, akibat perubahan dinamika pasar dan tantangan industri. Di lain sisi, biaya operasional lini bisnis ini terus meningkat signifikan,” kata Cut Fika Lutfi, Sekretaris Perusahaan Bukalapak, dalam keterbukaan informasi BEI.
Tag: #berkaca #dari #bukalapak #pemerintah #perlu #dukung #ekosistem #digital #lokal