Wujudkan Program Swasembada Pangan Prabowo, Korea Selatan Tawarkan Kerja Sama
- Presiden Prabowo Subianto menargetkan swasembada pangan terwujud di Indonesia. Namun, tantangan itu tidak mudah, antara lain peningkatan jumlah penduduk sebesar 1,1 persen per tahun, produksi pangan yang stagnan bahkan mengalami penurunan pada kurun waktu 2019-2024 sebesar 1,1 prrsen.
Selain itu, pada 2023 juga tercatat ketergantungan pada impor beras sebesar 3,1 juta ton. Tantangan lain adalah degradasi kualitas lahan di mana 89,5 persen lahan tidak sustainable. Belum lagi usia kaum tani yang menua, di mana 70 persen petani berusia lebih dari 43 tahun.
Rendahnya tingkat kesejahteraan petani dan perubahan iklim yang menggangu proses tanam dan panen juga menjadi hal-hal penghambat yang serius. Kedaulatan pangan membuat Indonesia memiliki kemampuan maksimal memainkan politik luar negeri bebas dan dan di saat bersamaan menjadi tetangga yang baik (good neighbour).
Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Tata Usaha dan Distribusi Kementerian Koordinator Pangan, Tatang Yuliono dalam seminar internasional bertema Improving Indonesia-Korea Relationship in Prabowo Administration from Food Sovereignty to Good Neighbour yang diselenggarakan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) di Hall Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (26/11).
“Tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah sampah makanan (food waste). Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP) yang berjudul Food Waste Index 2021 total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Nilai tersebut menempati posisi empat terbesar setelah China, India, dan Nigeria,” kata Tatang.
Dia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto menyadari benar berbagai tantangan itu dan karenanya dalam pidato pelantikan menegaskan bahwa Indonesia harus mencapai swasembada energi, air dan pangan dalam waktu empat tahun ke depan.
“Untuk itulah, pemerintah membentuk Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Kementerian ini mengoordinasikan empat Kementerian, yakno Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta dua badan yaitu Badan Pangan Nasional dan Badan Gizi Nasional, serta lembaga lain yang diperlukan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Tatang Yuliono mengatakan, target utama pemerintah adalah meningkatkan indeks ketahanan pangan dari 76,20 pada 2024 menjadi 80,72 pada 2029, lal menurunkan prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan dari 7,21 persen pada 2024 menjadi 4,41persen pada 2029, serta meningkatkan produksi pangan dan mengurangi impor pangan untuk komoditas beras, jagung, kedelai dan gula.
Sementara Wakil Duta Besar Korea Selatan Park Soo-Deok mengatakan, pihaknya siap mengembangkan kerja sama di sektor pertanian untuk mendukung target swasembada pangan Indonesia. Kedua negara, telah menjalin begitu banyak kerjasama di berbagai bidang, politikm ekonomi, pendidikan, budaya, dan people to people contact sejak hubungan diplomatik dimulai di era 1970an.
Dalam 20 tahun terakhir kedua negara telah mencatatkan peningkatan hubungan yang signifikan. Dua dekade lalu, volume perdagangan kedua negara kurang dari 10 miliar dolar AS. Sementara tahun lalu volume perdagangan kedua negara tercatat lebih dari 20 miliar dolar AS.
Tahun lalu, lebih dari 300 ribu orang Indonesia mengunjungi Korea, dan lebih dari 200 ribu orang Korea mengunjungi Indonesia. Perusahaan-perusahaan Korea mengundang sekiatr 10 ribu pekerja Indonesia dan tidak kurang dari 2.000 mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di Korea.
Hyungjun Noh dari Korea Program for International Cooperation in Agricultural (KOPIA) yang berada di Badan Pembangunan Desa Korea menawarkan kerja sama untuk membantu produktivitas sektor pertanian di Indonesia.
Dalam presentasinya, Noh mencontohkan kerja sama yang telah dilakukan KOPIA di berbagai negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Bulan Agustus lalu Noh berkunjung ke Indonesia untuk melihat dari dekat problematika yang dihadapi sektor pertanian Indonesia.
Persoalan itu antara lain adalah penurunan volume pupuk sebesar 50 persen, ketidakmampuan sekitar 17-20 persen petani mengakses Kartu Tani, penurunan kualitas bibit, mekanisasi dan otomasi yang sangat kurang, irigatian yang juga kurang di mana lebih dari 50 persen harus diperbaiki. Faktor cuaca seperti El Nino juga mengganggu musim tanam dan musim panen. Selain itu, jumlah Petugas Penyuluhan Lapangan (PPL) juga hanya dapat membantu 50 persen petani dan kelompok tani.
Noh yakin, kerja sama dalam kerangka KOPIA dapat membantu Indonesia secara signifikan meningkat produktivitas lahan pertanian, termasuk membantu terwujudnya program cetak sawah seluas 3 juta hektare.
Tag: #wujudkan #program #swasembada #pangan #prabowo #korea #selatan #tawarkan #kerja #sama