



Hingga 15 Maret, APBN Surplus Rp 22,8 Triliun
– Kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) per 15 Maret masih mencatatkan surplus Rp 22,8 triliun (0,10 persen terhadap PDB). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, surplus itu berasal dari pendapatan negara Rp 493,2 triliun yang lebih besar daripada belanja negara Rp 470,3 triliun.
Ani menuturkan, meski tercatat surplus, seluruh lini pendapatan negara mengalami penurunan. ’’Pendapatan negara yang mencapai Rp 439,2 triliun itu terkontraksi 5,4 persen dibanding tahun lalu,’’ ujarnya pada konferensi pers APBN Kita di kantor Kemenkeu kemarin (25/3).
Menkeu memerinci sumber-sumber pendapatan negara. Di antaranya, penerimaan perpajakan total mencapai Rp 399,4 triliun. Jumlah itu berasal dari penerimaan pajak Rp 342,9 triliun (kontraksi 3,7 persen) serta kepabeanan dan cukai Rp 56,5 triliun (kontraksi 3,2 persen).
Lini pendapatan negara lainnya yakni PNBP Rp 93,5 triliun (kontraksi 12,3 persen). ’’Jadi, seluruh sisi pendapatan mengalami kontraksi. Di sisi lain, belanja negara mengalami pertumbuhan,’’ ucapnya.
Penurunan pendapatan itu utamanya dipicu fenomena high base effect. Tiga tahun terakhir, pendapatan negara mencatatkan pertumbuhan yang signifikan sehingga terjadi normalisasi pada tahun ini.
Dari sisi penerimaan pajak, Ani menyebut tekanan penerimaan dipicu dampak anjloknya harga-harga komoditas. Di antaranya, harga gas yang turun 34 persen dan batu bara yang turun hingga 12,8 persen secara tahun berjalan atau year to date sejak Januari 2024 hingga Maret 2024.
’’Penerimaan pajak kita agak mengalami tekanan karena harga-harga komoditas yang turun mulai tahun lalu. Ini berarti perusahaan-perusahaan mereka meminta restitusi,’’ kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Dari sisi belanja, Ani menyebut realisasi belanja negara mayoritas berasal dari belanja pemerintah pusat. Adapun realisasi belanja negara terdiri atas dua komponen. Yakni, belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.
Untuk belanja pemerintah pusat, realisasinya mencapai Rp 328,9 triliun atau 13,3 persen dari pagu. Realisasi itu juga tumbuh 17 persen dari periode sama tahun lalu.
Belanja pemerintah pusat ini meliputi belanja kementerian/lembaga (K/L) yang realisasinya mencapai Rp 165,4 triliun atau 15,2 persen dari target. Penyaluran belanja itu di antaranya digunakan untuk bansos dan pelaksanaan pemilu.
Kemudian, realisasi belanja non-K/L realisasinya Rp 163,4 triliun atau 11,9 persen dari pagu. Realisasi itu di antaranya dipengaruhi oleh realisasi subsidi energi dan pembayaran manfaat pensiunan.
Terakhir, realisasi transfer ke daerah (TKD) mencapai Rp 141,4 triliun atau tumbuh 20,5 persen dari periode yang sama tahun lalu. ’’Transfer ke daerah ini hampir sepertiga dari belanja pemerintah pusat. Melalui APBD kita membantu pemda dalam menjalankan tugas dan fungsinya,’’ jelas Ani. (dee/c18/oni)