DPR Sebut Pembatasan Truk Saat Nataru Berisiko Hambat Distribusi
— Kebijakan pembatasan operasional truk sumbu tiga yang kerap diberlakukan saat puncak arus lalu lintas, seperti periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) maupun Idulfitri, dinilai berpotensi menghambat kinerja perekonomian nasional.
Anggota Komisi VII DPR Bambang Haryo Soekartono menegaskan pembatasan tersebut seharusnya tidak menghambat angkutan logistik karena dampaknya bersifat luas dan berantai.
Menurut Bambang, sektor logistik memiliki peran vital dan tidak mengenal hari libur. Penghentian distribusi barang, meski hanya sementara, berisiko memicu efek berganda terhadap berbagai sektor ekonomi.
Ilustrasi truk.
“Logistik itu tidak mengenal libur Lebaran atau Nataru. Distribusi harus tetap berjalan. Kalau dihentikan, dampaknya sangat besar terhadap ekonomi,” ujar Bambang dalam keterangannya, Selasa (23/12/2025).
Bambang yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menjelaskan, sektor industri menjadi pihak pertama yang terdampak.
Industri beroperasi secara berkelanjutan dan tidak bisa berhenti hanya karena pembatasan lalu lintas.
Di sisi lain, pemerintah terus mendorong agar aktivitas produksi nasional berjalan tanpa gangguan.
Dorongan tersebut sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen, serta proyeksi Menteri Keuangan Purbaya yang memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh hingga 6,7 persen pada 2026.
Selain industri, sektor transportasi yang berkaitan dengan ekspor dan impor juga dinilai akan terdampak langsung.
Hambatan distribusi logistik berpotensi memicu risiko demurrage atau denda keterlambatan kapal di pelabuhan. Kondisi tersebut, menurut Bambang, dapat merusak reputasi logistik Indonesia di mata internasional.
Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono saat mengunjungi keluarga korban KMP Tunu Pratama Jaya di Pelabuhan Ketapang.
“Dampak selanjutnya adalah meningkatnya biaya logistik. Ketika distribusi terhambat, harga barang ikut naik dan ini bisa memicu inflasi,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, penghentian sementara angkutan logistik justru dapat menimbulkan persoalan lanjutan.
Saat pembatasan dicabut, terjadi penumpukan barang karena infrastruktur tidak mampu menampung lonjakan distribusi secara bersamaan. Akibatnya, terjadi kekurangan armada yang mendorong biaya angkut melonjak.
“Ekonomi sudah terhambat, ketika dibuka ongkos transportasi malah melonjak. Inilah yang akhirnya dirasakan masyarakat, baik di dalam negeri maupun luar negeri, bahwa logistik Indonesia menjadi mahal akibat kebijakan yang keliru,” jelas Bambang.
Ia menilai pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan dan Kepolisian, perlu lebih cermat dalam mengatur lalu lintas.
Menurutnya, kemacetan parah umumnya hanya terjadi di Pulau Jawa, sementara wilayah di luar Jawa relatif lancar. Bahkan di jalur selatan Jawa, tingkat keterisian kendaraan disebut tidak lebih dari 5 persen.
“Kita sebenarnya punya banyak alternatif jalur, mulai dari jalur selatan, tengah, utara Jawa, hingga jalan tol. Semua itu bisa diatur dengan baik,” katanya.
Bambang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara angkutan logistik dan angkutan penumpang, baik transportasi umum maupun kendaraan pribadi.
Salah satu solusi yang ditawarkannya adalah pengaturan waktu perjalanan masyarakat agar tidak menumpuk di hari puncak.
Ia mengusulkan agar tarif transportasi publik diturunkan secara signifikan jauh sebelum hari puncak, bahkan hingga 50 persen.
Sebaliknya, tarif mendekati hari H justru perlu dinaikkan untuk mendorong masyarakat bepergian lebih awal.
“Yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Mendekati hari H, transportasi publik digratiskan, jalan tol didiskon, kapal dan pesawat diberi potongan harga. Akibatnya, semua orang menumpuk di hari yang sama,” tutur Bambang.
Menurut dia, kebijakan tersebut mencerminkan kesalahan dalam pengelolaan transportasi. Diskon, kata dia, seharusnya diberikan jauh hari sebelum puncak arus agar pergerakan masyarakat lebih merata dan distribusi logistik tetap berjalan seimbang.
Tag: #sebut #pembatasan #truk #saat #nataru #berisiko #hambat #distribusi