



PHK dan Efektivitas Job Fair (Bagian III-Habis)
DALAM tulisan sebelumnya, penulis telah banyak membahas pentingnya evaluasi lanjutan terhadap pelaksanaan job fair.
Evaluasi ini tidak hanya dilakukan pada saat kegiatan berlangsung, tetapi juga penting sebagai bagian dari tindak lanjut untuk menilai dampak nyata dari job fair tersebut.
Salah satu pertanyaan yang patut direnungkan lebih jauh adalah: apakah job fair masih relevan untuk terus diselenggarakan?
Jika menelusuri berbagai literatur di Google Scholar dengan kata kunci “dampak job fair”, kita dapat menemukan sejumlah penelitian yang mengkaji efektivitas dan efisiensi job fair di berbagai kota.
Contohnya, dampak job fair di Kota Sidoarjo, Kota Tangerang, Kabupaten Bandung, Kota Banda Aceh, dan lain-lain.
Dalam konteks pelaksanaan secara luring (offline), peserta job fair umumnya berasal dari kota tempat acara berlangsung atau dari wilayah sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa jangkauan job fair cenderung terbatas secara geografis.
Beberapa hal bisa disimpulkan dari berbagai hasil penelitian dengan penggunaan kata kunci “dampak job fair” di Google Scholar, baik metode kuantitatif maupun kualitatif.
Pertama, dampak job fair dalam mengurangi angka pengangguran masih terbatas. Job fair pada dasarnya berfungsi sebagai sarana untuk menyediakan informasi tentang lowongan pekerjaan.
Namun, ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan jumlah lowongan yang tersedia menjadi faktor utama yang menghambat efektivitasnya.
Ketidakseimbangan antara demand dan supply tenaga kerja ini merupakan permasalahan struktural yang tidak dapat diselesaikan hanya melalui penyelenggaraan job fair.
Pertumbuhan jumlah lowongan kerja sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, termasuk ekspektasi terhadap situasi ekonomi di masa depan.
Kondisi ekonomi tersebut semakin dipengaruhi ketidakpastian global, yang mendorong berbagai lembaga internasional untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara global, termasuk Indonesia.
Selain itu, perkembangan teknologi seperti otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) juga turut mengubah kebutuhan tenaga kerja.
Misalnya, perusahaan manufaktur perakitan mobil kini mulai menggunakan robot untuk menggantikan sebagian pekerjaan manusia.
Dalam konteks ini, perusahaan cenderung membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan otomasisasi dan AI.
Fungsi lain dari job fair adalah penyediaan akses informasi. Namun, sebenarnya fungsi ini tidak terlalu efektif karena ketersediaan media online.
Saat ini banyak website yang mempertemukan antara perusahaan dan pencari kerja. Sebagai contoh, JobStreet, Kalibrr, LinkedIn, dan lain-lain.
Website tersebut memudahkan pencari kerja untuk menentukan pencarian lowongan pekerjaan yang disesuaikan dengan minat, lokasi, dan kualifikasi pencari kerja.
Dalam konteks ini, peran job fair sebagai penyedia informasi menjadi kurang efektif, kecuali jika disertai dengan diskusi interaktif antara perusahaan dan pencari kerja, atau melalui sesi tatap muka yang dapat memberikan motivasi serta nilai tambah lainnya bagi para pencari kerja.
Kedua, job fair sebenarnya dapat memberikan pengalaman berharga bagi pencari kerja. Sebagai analogi, mereka mendapatkan kesempatan untuk melihat langsung dan berinteraksi dengan berbagai perusahaan yang hadir.
Namun, hal ini sangat bergantung pada sejauh mana suasana job fair mendukung terjadinya interaksi yang kondusif.
Ketiga, apabila dikelola dengan baik, job fair berpotensi memberikan dampak yang lebih besar dan menjadi salah satu instrumen strategis dalam mengurangi tingkat pengangguran.
Namun, efektivitasnya masih sangat bervariasi. Tinggi rendahnya efektivitas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti strategi promosi dan sosialisasi job fair, tingkat kesesuaian antara kualifikasi pencari kerja dengan kebutuhan perusahaan, serta tindak lanjut yang dilakukan setelah acara berakhir.
Digitalisasi dan perubahan fenomena
Dalam konteks digitalisasi, pelaksanaan job fair secara konvensional menjadi kurang efektif. Oleh karena itu, format digital job fair perlu lebih diperbanyak.
"Digital job fair" dapat berupa tautan khusus yang mempertemukan perusahaan dengan para pencari kerja secara daring. Format ini dinilai lebih efisien dan potensial dibandingkan job fair secara luring.
Namun, jika job fair tetap ingin diselenggarakan secara offline, sebaiknya dikombinasikan dengan pendekatan online.
Misalnya, pencari kerja dapat terlebih dahulu memperoleh informasi mengenai perusahaan-perusahaan yang akan membuka stan dalam job fair tersebut.
Informasi terkait jenis lowongan kerja yang tersedia serta mekanisme pendaftaran juga harus disampaikan secara daring.
Dengan demikian, para pencari kerja yang hadir ke lokasi job fair sudah memiliki tujuan yang jelas, termasuk perusahaan dan posisi kerja yang ingin dituju.
Mereka juga memiliki kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan perwakilan perusahaan terkait.
Alternatif lainnya, perusahaan dapat melakukan proses seleksi awal secara online dan melanjutkan proses seleksi lanjutan secara langsung di lokasi job fair, seperti wawancara tahap awal.
Cara ini diharapkan dapat menyaring peserta secara lebih selektif, sehingga jumlah peserta yang hadir tidak membludak dan tetap terkendali.
Bagi peserta yang tidak mendapatkan panggilan untuk seleksi langsung, mereka tetap bisa mengikuti kegiatan tambahan, seperti seminar atau pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan kerja.
Sebagai penutup, yang tidak kalah penting adalah kehadiran Pemerintah dalam menciptakan kondisi yang mendukung (enabling environment) bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, dunia usaha dapat berkembang dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.
Tag: #efektivitas #fair #bagian #habis