



IHSG dalam Tren Penurunan, Simak Faktor-Faktor Penyebabnya
- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin Selasa, (3/6/2025), ditutup melemah sebesar 20,25 poin atau turun 0,29 persen ke level 7.044,82.
Pergerakan IHSG kemarin melanjutkan tren penurunan dua hari berturut-turut. Bahkan, indeks sempat menembus ke bawah level 7.000 intraday, yang menunjukkan tekanan jual yang cukup signifikan.
Analis pasar modal sekaligus founder Stocknow.id Hendra Wardana mengatakan, pelemahan ini terutama dipicu oleh kombinasi sentimen negatif dari dalam dan luar negeri.
"Khususnya rilis data ekonomi global yang mengecewakan dan aksi jual investor asing yang berlanjut," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (4/6/2025).
Dari sisi global ia menjelaskan, perhatian utama tertuju pada data indeks manufaktur China yang kembali kontraksi ke angka 48,3 pada Mei 2025 sekaligus jadi level terlemah sejak September 2022. Hal ini menandakan masih lemahnya permintaan domestik dan ekspor China akibat efek lanjutan dari tarif dagang Amerika Serikat (AS).
Angka ini juga jauh dari ekspektasi pasar dan memperkuat kekhawatiran atas melambatnya pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia, sehingga menekan prospek ekspor dan harga komoditas global.
"Kondisi ini juga memperlemah sentimen di kawasan Asia, meskipun pasar saham Hong Kong dan Shanghai sempat rebound karena adanya optimisme fiskal lokal," ungkap dia.
Dari dalam negeri, tekanan terhadap IHSG turut diperbesar oleh masih tingginya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Referensi kurs JISDOR tercatat menguat tipis di 16.288, tetapi di pasar spot rupiah hanya terapresiasi 20 poin ke 16.280 per dolar AS.
Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya stabilitas kurs yang dikhawatirkan akan menambah tekanan terhadap neraca transaksi berjalan dan imported inflation.
Dalam kondisi seperti ini, Hendra bilang, pelaku pasar mengantisipasi ruang gerak Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas moneter menjadi semakin terbatas, terlebih jika volatilitas eksternal kembali meningkat akibat ketidakpastian arah kebijakan suku bunga global dan tensi geopolitik.
Selain itu, dari sisi teknikal, IHSG saat ini bergerak di bawah rata-rata pergerakan 50 harian (MA50) dan mendekati level support penting di 6.950, yang apabila ditembus berpotensi memicu koreksi lanjutan menuju area 6.800–6.850 sebagai support mayor.
Sementara itu, resistance jangka pendek berada di kisaran 7.200, dan baru dapat dikonfirmasi bullish reversal apabila indeks mampu bertahan dan breakout di atas area ini secara konsisten disertai volume.
Adapun aksi jual asing pada perdagangan kemarin cukup besar, dengan catatan net sell senilai Rp 702 miliar di pasar reguler, dengan saham-saham seperti BBCA, BMRI, dan UNTR menjadi target distribusi. Ini mencerminkan sikap wait-and-see investor asing terhadap emiten big cap berbasis perbankan dan sektor pertambangan yang terdampak volatilitas harga komoditas.
Sebaliknya, terdapat juga saham yang justru mendapat aliran dana asing positif seperti ANTM (+1,2 persen), PGAS (+1,9 persen), dan PSAB (+24,6 persen) yang menjadi top gainer, terutama karena ekspektasi penguatan harga komoditas energi dan emas.
Sektor yang paling terpukul kemarin adalah IDXINDUS (industri dasar), sejalan dengan tekanan pada saham-saham seperti TPIA dan ASII, sementara sektor IDXTRANS justru mencatat penguatan tertinggi, menunjukkan rotasi sektoral ke sektor transportasi dan logistik yang lebih resilien terhadap pelemahan global.
Di tengah kondisi pasar yang fluktuatif ini, terdapat sejumlah saham yang layak dicermati karena secara teknikal dan fundamental memiliki katalis positif. Sebagai contoh, BRPT direkomendasikan buy dengan target 1.400 karena potensi perbaikan kinerja dari anak usaha di sektor energi dan petrokimia, serta adanya pemulihan margin dari harga input yang lebih rendah.
Saham RAJA juga menarik dengan target 2.800 seiring prospek permintaan gas industri yang mulai meningkat dan stabilnya harga gas domestik. Sementara itu, MBMA menjadi pilihan di sektor tambang hijau dengan target 400, didukung prospek jangka panjang dari transisi energi dan pengembangan baterai kendaraan listrik.
Di sektor semen, SMGR menarik dengan target 2.960, seiring ekspektasi peningkatan realisasi proyek infrastruktur dan pembangunan IKN yang terus berlanjut. Saham-saham ini selain menunjukkan kekuatan relatif terhadap IHSG juga memiliki daya tarik dari sisi valuasi dan akumulasi investor institusi.
Disclaimer: Artikel ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Semua rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis sekuritas yang bersangkutan, dan Kompas.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor. Pastikan untuk melakukan riset menyeluruh sebelum membuat keputusan investasi.
Tag: #ihsg #dalam #tren #penurunan #simak #faktor #faktor #penyebabnya