Pakar Energi ITB Sebut Skema Power Wheeling Bertentangan dengan UUD 1945
ILUSTRASI. Transmisi PLN.
13:54
11 September 2024

Pakar Energi ITB Sebut Skema Power Wheeling Bertentangan dengan UUD 1945

- Pakar energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Nanang Hariyanto menilai Indonesia masih belum memerlukan skema power wheeling, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta berisiko menaikkan tarif listrik dan menurunkan daya beli. Sebagaimana diketahui klausul mengenai skema ini menyusup dalam Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), dan membuat pembahasannya menjadi alot.

"Sebagai akademisi, saya bisa menyatakan bahwa klausul power wheeling itu bertentangan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan negara untuk menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk pemenuhan dan ketersediaan energi pada sektor ketenagalistrikan," katanya dikutip Rabu (11/9).

Menurutnya, dalam UUD 1945 tidak diizinkan konsep power wheeling atau membuka akses terhadap sistem ketenagalistrikan. Secara tegas, kata Nanang, RUU EBET berisiko memberikan paksaan bagi sistem ketenagalistrikan yang awalnya tertutup menjadi terbuka.

"Dengan itu akan memberikan beban tambahan pada fungsi koordinasi dan pengiriman listrik yang sudah terbilang ekonomis saat ini," tegasnya.

Untuk itu, kata Nanang, pemerintah dan DPR harus kuat menjaga kepentingan nasional. "Kita jangan mau dipaksa untuk menggenjot pemanfaatan power wheeling, tanpa melihat dampak buruk yang dihasilkan dari pemanfaatan power wheeling," katanya.

Secara tegas, Nanang sebagai akademisi mengambil sikap bertentangan dengan skema power wheeling karena merugikan masyarakat. Menurutnya, power wheeling merupakan skema yang lazim dalam sistem liberalisasi ketenagalistrikan yang tidak cocok diterapkan di Indonesia.

"Masyarakat Indonesia butuh kepastian tarif listrik sesuai dengan daya beli. Dan itu harus ada peran negara. Tidak boleh itu diliberalisasi," tutup Nanang.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #pakar #energi #sebut #skema #power #wheeling #bertentangan #dengan #1945

KOMENTAR