



Tradisi Tapa Bisu, Ritual Hening Malam 1 Suro yang Sarat Makna
Setiap malam 1 Suro, Kota Solo berubah menjadi ruang sunyi yang sakral. Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, tradisi Tapa Bisu masih bertahan—sebuah ritual diam yang mengajak siapa pun untuk menundukkan ego dan merenung dalam keheningan.
Prosesi Tapa Bisu ini menjadi inti dari Kirab Pusaka Dalem di Pura Mangkunegaran, Surakarta yang digelar setiap malam 1 Suro.
Dikutip dari Anataranews, kirab pusaka malam 1 Suro di Solo akan digelar pada Kamis, 26 Juni pukul 19.00 WIB di Pura Mangkunegaran, Surakarta. Acara tradisi ini terbuka untuk umum secara gratis.
Apa itu Tapa Bisu?
Tapa Bisu berasal dari bahasa Jawa: “tapa” berarti bertapa, dan “bisu” berarti diam. Namun ini bukan sekadar diam biasa. Tapa Bisu adalah ritual berjalan kaki tanpa suara, tanpa alas kaki, dan tanpa aktivitas lain—dalam barisan panjang yang membawa pusaka istana.
Ritual ini menjadi simbol perenungan, pengendalian diri, dan proses pembersihan batin untuk menyambut tahun baru Jawa yang dimulai pada malam 1 Suro.
Keheningan dalam Tapa Bisu bukan hanya soal tidak bicara. Ia menjadi media spiritual untuk mendekatkan diri pada Tuhan, serta merenungkan setiap ucapan dan perbuatan di tahun yang telah lewat.
Dalam konteks budaya Jawa, diam bukan berarti pasif. Diam adalah bentuk aktif dari introspeksi, disiplin, dan penghormatan pada energi alam dan warisan leluhur.
Salah Satu Pusaka dari Ndalem Ageng Puro Mangkunegaran Saat Kirab Pusaka Dalem Malam 1 Suro.
Bagaimana cara mengikuti Tapa Bisu?
Tahun ini, Tapa Bisu akan kembali digelar dalam rangka Kirab Pusaka Dalem 1 Suro pada Kamis, 26 Juni 2025 mulai pukul 19.00 WIB di Pura Mangkunegaran, Solo.
Prosesi ini terbuka untuk umum, namun hanya peserta kirab yang bisa mengikuti Tapa Bisu secara langsung.
Namun, masyarakat umum tetap bisa ikut larut dalam suasana dengan berdiri di sepanjang rute kirab dan menghormati kekhidmatan acara.
Adapun rute Tapa Bisu 2025 yaitu Pura Mangkunegaran – Koridor Ngarsopuro – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Kartini – Jl. R.M. Said – Jl. Teuku Umar – kembali ke Pura Mangkunegaran.
Sementara itu, kode etik dan pakaian yaitu tidak memotret dengan flash, mengenakan pakaian hitam dan jarik sogan (tanpa motif parang/lereng), dilarang memakai kain berbahan bludru atau jarik bermotif keraton
Bagi peserta resmi, pakaian adat Mangkunegaran wajib dikenakan, lengkap dengan beskap, blangkon, dan keris untuk pria, serta kebaya hitam dan sanggul untuk perempuan.
Tag: #tradisi #tapa #bisu #ritual #hening #malam #suro #yang #sarat #makna