



Ini Era Agentic AI yang Bisa Bertindak Sendiri, Bukan Lagi Otomasi
Ringkasan berita:
- Agentic AI menjadi tren baru dalam dunia otomasi bisnis berbasis kecerdasan buatan (AI). Teknologi ini memungkinkan sistem bekerja secara mandiri, belajar dari konteks, dan mengambil keputusan real-time tanpa selalu menunggu instruksi manusia.
- Dengan dukungan Large Language Models (LLM), graph-based reasoning, dan platform low-code, Agentic AI mampu berkolaborasi dengan manusia dan meningkatkan efisiensi lintas sistem.
- Adopsi Agentic AI membantu perusahaan meningkatkan produktivitas hingga 2,5 kali lipat, menandai pergeseran besar dari otomatisasi tradisional menuju AI otonom yang cerdas dan adaptif.
– Ada masa ketika istilah otomasi identik dengan bagan alur, aturan tetap, dan proses linear. Ia menjanjikan efisiensi, selama semuanya berjalan sesuai skrip.
Kini, model itu mulai runtuh di tengah kompleksitas bisnis modern yang serba cepat, dinamis, dan terhubung lintas sistem.
Kebutuhan baru pun muncul: sistem yang tidak sekadar menjalankan perintah, tapi mampu berpikir, belajar, dan beradaptasi secara mandiri.
Inilah ruang yang diisi oleh Agentic AI, generasi baru kecerdasan buatan yang tak lagi pasif menunggu instruksi, melainkan aktif bertindak, berkolaborasi, dan mengambil keputusan berbasis konteks.
PwC menegaskan, “Pertanyaan utama bukan lagi apakah teknologi ini akan diadopsi, tetapi seberapa cepat organisasi bisa mengintegrasikannya untuk tetap unggul di pasar.”
Berbeda dari narrow AI, seperti chatbot, deteksi penipuan, atau sistem OCR, yang hanya mengerjakan satu tugas terbatas, Agentic AI beroperasi seperti “rekan kerja digital".
Ia memahami konteks, mengevaluasi situasi secara real time, lalu merekomendasikan atau mengeksekusi tindakan terbaik dengan tetap melibatkan manusia dalam prosesnya (human-in-the-loop).
Deloitte mencatat, 26 persen eksekutif global kini sudah mengeksplorasi Agentic AI dalam skala besar. Bagi banyak perusahaan, ini bukan sekadar proyek teknologi, tapi transformasi cara bekerja—dari mengotomatiskan tugas menjadi mengorkestrasi kecerdasan.
Apa itu Agentic AI dan mengapa sekarang?
Agentic AI adalah sistem otonom berbasis tujuan (goal-driven agents) yang bisa mengeksekusi tugas sambil mempertimbangkan konteks, belajar dari hasil, dan mengoordinasikan tindakan lintas sistem.
Mereka berperan sebagai anggota tim digital yang aman, transparan, dan terintegrasi dalam alur kerja organisasi.
Tiga kemajuan utama membuat teknologi ini kini praktis diimplementasikan:
- Large Language Models (LLMs) – memampukan AI memahami data tak terstruktur dan bahasa alami.
- Graph-based reasoning engines – memungkinkan pemetaan hubungan kompleks dalam hitungan milidetik.
- Low-code orchestration platforms – menghubungkan semuanya tanpa perlu pemrograman rumit.
Hasilnya, perusahaan bisa membangun, melatih, dan menerapkan AI agents dalam hitungan bulan, bukan tahun.
Enam pilar kecerdasan Agentic AI
1. Autonomi dengan akuntabilitas
Agentic AI dapat mengambil keputusan sendiri, namun tetap dapat diaudit melalui log terstruktur, penjelasan keputusan (explainability), dan audit trail.
Dalam contoh industri keuangan, sistem ini dapat menilai ribuan aplikasi pinjaman, memperbarui prioritas berdasarkan risiko atau regulasi terbaru, sembari tetap membuka ruang intervensi manusia.
2. Kolaborasi manusia dan mesin
Dalam proses onboarding nasabah, misalnya, AI dapat memverifikasi dokumen dan menandai anomali. Jika ditemukan kasus yang di luar pola, sistem otomatis menyerahkannya ke petugas kepatuhan lengkap dengan konteks data. Proses jadi lebih cepat tanpa kehilangan pengawasan manusia.
3. Pengambilan keputusan kontekstual dan real-time
Dalam klaim asuransi, Agentic AI dapat menganalisis data historis, mendeteksi potensi penipuan, dan memperbarui keputusan seiring masuknya data baru. Hasilnya, keputusan lebih akurat dan tepat waktu.
4. Keahlian spesifik industri
AI jenis ini dapat dilatih dengan aturan dan dokumen industri tertentu, seperti kepatuhan asuransi atau audit keuangan, sehingga mampu memindai celah regulasi dan merekomendasikan perbaikan otomatis.
5. Kustomisasi low-code
Dengan visual builder, tim bisnis non-teknis dapat menyesuaikan agen AI sesuai kebutuhannya tanpa menulis kode. Seorang relationship manager di bank, misalnya, bisa membuat agen yang mendeteksi penurunan aktivitas nasabah dan otomatis mengirimkan penawaran personal.
6. Keamanan bawaan dan skalabilitas default
Agentic AI dibangun dengan role-based access control, enkripsi, dan audit detail. Model modularnya memungkinkan organisasi memulai dari skala kecil lalu memperluas ke proses lintas fungsi tanpa mengganggu operasi inti.
Agentic AI tidak berhenti di pelatihan awal. Sistem ini memiliki feedback loop dan reinforcement learning yang membuatnya semakin cerdas seiring waktu.
Dalam konteks dukungan IT internal, misalnya, agen AI dapat mengenali pola keluhan berulang dan secara otomatis menjalankan skrip perbaikan sebelum masalah muncul kembali.
Hasilnya, downtime berkurang, biaya operasi turun, dan kepuasan karyawan meningkat.
Dari otomasi ke otonomi
Agentic AI bukan sekadar pembaruan teknologi, ini adalah evolusi cara berpikir tentang kerja.
Ia mengubah paradigma dari “workflow” menjadi “outcome”, dari “rules” menjadi “reasoning”, dan dari “tools” menjadi “teammates.”
Seperti dirangkum KompasTekno dari The AI Journal, riset Accenture menemukan bahwa perusahaan dengan proses berbasis AI modern tumbuh 2,5 kali lebih cepat dalam produktivitas dan pendapatan dibanding pesaingnya.
Karena itu, pertanyaannya kini bukan “kapan AI akan mengubah cara kita bekerja,” melainkan “siapa yang lebih dulu beradaptasi dengan kecerdasan yang mampu bertindak sendiri".
Masa depan otomasi bukan lagi tentang kecepatan, melainkan tentang otonomi yang dapat dipercaya.
Tag: #agentic #yang #bisa #bertindak #sendiri #bukan #lagi #otomasi